Untuk memudahkan akses Anda, maka per tanggal 1 Januari 2008; posting blog baru GeraiDinar akan langsung ke alamat domain GeraiDinar Sendiri yaitu :www.geraidinar.com.
Wassalam,
Jumat, 21 Desember 2007
Kamis, 20 Desember 2007
Selamat Iedul Adha...Tanggal-Tanggal Liburan
Selamat Iedul Adha bagi kita semua, semoga Allah menerima puasa Arofah kita, sholat kita dan Qurban kita....bagi saudara kita yang lagi beruntung bisa pergi berhaji tahun ini kita doakan agar mereka menjadi haji-haji yang mabrur.
Selama liburan ini kami tidak update blog sampai tanggal 25/12; Insyaallah akan update lagi setelah tanggal 26/12. Transaksi Dinar juga kami liburkan dari hari ini tanggal 20/12 sampai tanggal 01/01/2008.
Transaksi Dinar Insyaallah dibuka kembali tanggal 02/01/2008. Sementara itu layanan sms server untuk mengetahui harga Dinar akan terus diberikan (tidak libur).
Wassalam,
Gerai Dinar
Selama liburan ini kami tidak update blog sampai tanggal 25/12; Insyaallah akan update lagi setelah tanggal 26/12. Transaksi Dinar juga kami liburkan dari hari ini tanggal 20/12 sampai tanggal 01/01/2008.
Transaksi Dinar Insyaallah dibuka kembali tanggal 02/01/2008. Sementara itu layanan sms server untuk mengetahui harga Dinar akan terus diberikan (tidak libur).
Wassalam,
Gerai Dinar
Rabu, 19 Desember 2007
Sebagai Instrumen Investasi, Dinar Emas Hanya Menduduki Peringkat 2 Setelah...
Islam mengajarkan kita untuk selalu jurjur, termasuk ketika kita berdagang. apabila barang dagangan kita cacat atau ada kelemahanpun kita harus memberi tahu ke pembeli atau memudahkan pembeli untuk mengetahui cacat/kelemahan barang dagangan tersebut.
Anda mungkin merasa ini Aneh, karena setiap penjual kecap akan selalu mempromosikan kecapnya sebagai no 1 (yang terbaik) - penjual apapun juga demikian - lihat misalnya di persaingan iklan operator telepon seluler - masing-masing mengklaim dirinya yang terbaik, padahal mereka semua tahu persis bahwa yang no 1 mestinya ya hanya 1, lainnya pasti no 2, 3 dst.
Dalam konteks memperkenalkan jualan yang jujur inilah, dari awal kita ingin memperkenalkan bahwa Dinar sebagai alat investasi hanya menduduki Peringkat 2. Anda kaget ?, begitulah realitanya. Betul bahwa dalam 40 tahun terakhir Dinar atau emas mengalami appresiasi nilai rata-rata 28.73% per tahun terhadap Rupiah; terhadap US$ rata-rata peningkatan nilai 10.12%/tahun dalam kurun waktu yang sama - khusus tahun ini per hari ini (19/12/2007) Dinar/emas mengalami peningkatan nilai 30.44 % dibandingkan nilai Dinar/emas setahun yang lalu. Appresiasi ini tentu sangat jauh dibandingkan dengan hasil deposito Rupiah (rata-rata hanya 7- 6 % bersih pertahun) maupun Dollar (3- 4 % bersih pertahun); namun tetap ada investasi lain yang lebih menarik dari Dinar/emas - apa itu ?.
Investasi yang paling menarik adalah usaha/perdagangan yang berjalan baik. Ambil contoh Anda memiliki usaha perdagangan dengan modal 100 Dinar, setiap minggu Anda berhasil mendapatkan keuntungan 1 % saja dari modal atau 1 Dinar, maka dalam setahun uang Anda telah menjadi 167 Dinar atau peningkatan nilai 67% - mengapa demikian ? , karena setahun ada 52 minggu ditambah efek compound dari hasil yang diinvestasikan kembali.
Meskipun usaha/perdagangan yang berhasil merupakan investasi no 1, Ada prasyarat untuk ini yaitu Anda harus sangat menguasai bisnis atau perdagangan Anda. hal ini menuntut banyak hal mulai dari pengetahuan, pengalaman, disiplin diri, kontrol disamping modal itu sendiri.
Kalau Anda tidak memiliki salah satunya maka Islam memberi banyak solusi. Kalau Anda hanya punya modal tetapi tidak memiliki keahlian berusaha, maka Anda dapat menjadi shahibul mal dan mencari mudharib yang bisa menjalankan usaha yang Anda minati. Kalau Anda hanya memiliki keahlian tetapi tidak memiliki modal, maka Anda dapat menjadi mudharib dan mencari shahibul mal yang sesuai dengan keahlian Anda. Kalau Anda memiliki modal dan keahlian tetapi merasa dua hal ini tidak memadai, maka Anda dapat mencari mitra untuk bersyarikah. Intinya tidak ada alasan untuk tidak mulai merintis usaha.
Ada langkah yang sangat aman dalam merintis usaha ini, dan inilah yang kita lakukan di Gerai Dinar; yaitu menjadikan usaha kita berbasis Dinar. Kita sadari bahwa Dinar hanya no 2 sebagai investasi, dan usahalah/perdagangan sektor riil-lah yang no 1; namun dengan menggunakan Dinar sebagai basis usaha kita (sebaga1 unit account & penyimpan nilai stock) - maka seburuk-buruk hasil usaha ini adalah masih no 2. Ibarat di pertandingan final, juara 2 sudah kepegang - tinggal berjuang keras sedapat mungkin menjadi juara 1 tentunya.
Lebih dari itu Dinar bukan hanya sebagai alat investasi; perpindahan Anda dari uang kertas ke uang Riil berupa Dinar dan Dirham adalah perpindahan dari timbangan yang tidak adil ke timbangan yang Adil. Apapun hasil investasi Anda, jangan menoleh kebelakang kembali atau membandingkan hasil usaha Anda ke timbangan/ukuran yang tidak adil (uang fiat/uang kertas) tersebut. Wallahu a'lam bis showab.
Anda mungkin merasa ini Aneh, karena setiap penjual kecap akan selalu mempromosikan kecapnya sebagai no 1 (yang terbaik) - penjual apapun juga demikian - lihat misalnya di persaingan iklan operator telepon seluler - masing-masing mengklaim dirinya yang terbaik, padahal mereka semua tahu persis bahwa yang no 1 mestinya ya hanya 1, lainnya pasti no 2, 3 dst.
Dalam konteks memperkenalkan jualan yang jujur inilah, dari awal kita ingin memperkenalkan bahwa Dinar sebagai alat investasi hanya menduduki Peringkat 2. Anda kaget ?, begitulah realitanya. Betul bahwa dalam 40 tahun terakhir Dinar atau emas mengalami appresiasi nilai rata-rata 28.73% per tahun terhadap Rupiah; terhadap US$ rata-rata peningkatan nilai 10.12%/tahun dalam kurun waktu yang sama - khusus tahun ini per hari ini (19/12/2007) Dinar/emas mengalami peningkatan nilai 30.44 % dibandingkan nilai Dinar/emas setahun yang lalu. Appresiasi ini tentu sangat jauh dibandingkan dengan hasil deposito Rupiah (rata-rata hanya 7- 6 % bersih pertahun) maupun Dollar (3- 4 % bersih pertahun); namun tetap ada investasi lain yang lebih menarik dari Dinar/emas - apa itu ?.
Investasi yang paling menarik adalah usaha/perdagangan yang berjalan baik. Ambil contoh Anda memiliki usaha perdagangan dengan modal 100 Dinar, setiap minggu Anda berhasil mendapatkan keuntungan 1 % saja dari modal atau 1 Dinar, maka dalam setahun uang Anda telah menjadi 167 Dinar atau peningkatan nilai 67% - mengapa demikian ? , karena setahun ada 52 minggu ditambah efek compound dari hasil yang diinvestasikan kembali.
Meskipun usaha/perdagangan yang berhasil merupakan investasi no 1, Ada prasyarat untuk ini yaitu Anda harus sangat menguasai bisnis atau perdagangan Anda. hal ini menuntut banyak hal mulai dari pengetahuan, pengalaman, disiplin diri, kontrol disamping modal itu sendiri.
Kalau Anda tidak memiliki salah satunya maka Islam memberi banyak solusi. Kalau Anda hanya punya modal tetapi tidak memiliki keahlian berusaha, maka Anda dapat menjadi shahibul mal dan mencari mudharib yang bisa menjalankan usaha yang Anda minati. Kalau Anda hanya memiliki keahlian tetapi tidak memiliki modal, maka Anda dapat menjadi mudharib dan mencari shahibul mal yang sesuai dengan keahlian Anda. Kalau Anda memiliki modal dan keahlian tetapi merasa dua hal ini tidak memadai, maka Anda dapat mencari mitra untuk bersyarikah. Intinya tidak ada alasan untuk tidak mulai merintis usaha.
Ada langkah yang sangat aman dalam merintis usaha ini, dan inilah yang kita lakukan di Gerai Dinar; yaitu menjadikan usaha kita berbasis Dinar. Kita sadari bahwa Dinar hanya no 2 sebagai investasi, dan usahalah/perdagangan sektor riil-lah yang no 1; namun dengan menggunakan Dinar sebagai basis usaha kita (sebaga1 unit account & penyimpan nilai stock) - maka seburuk-buruk hasil usaha ini adalah masih no 2. Ibarat di pertandingan final, juara 2 sudah kepegang - tinggal berjuang keras sedapat mungkin menjadi juara 1 tentunya.
Lebih dari itu Dinar bukan hanya sebagai alat investasi; perpindahan Anda dari uang kertas ke uang Riil berupa Dinar dan Dirham adalah perpindahan dari timbangan yang tidak adil ke timbangan yang Adil. Apapun hasil investasi Anda, jangan menoleh kebelakang kembali atau membandingkan hasil usaha Anda ke timbangan/ukuran yang tidak adil (uang fiat/uang kertas) tersebut. Wallahu a'lam bis showab.
Bangun Ketahanan Ekonomi Keluarga Dengan Dinar, Tetapi Jangan Menimbun...!
Melihat judul ini mungkin Anda bingung, bagaimana kita menggunakan Dinar dan bahkan juga menyimpannya tetapi tidak menimbunnya ?. Bagaimana caranya ?, apa batasannya ? dlsb. Penjelasannya adalah sebagai berikut :
Mengenai tanggung jawab kita terhadap harta sudah saya tulis di artikel lain yaitu “Harta Kita, Aset atau Liability ( di Akhirat)”. Intinya adalah menjadi kewajiban kita untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, keluarga, mengantisipasi kebutuhan dharurat dan, meninggalkan keturunan yang kuat.
Bahkan Al-Qur’an mengajarkan bagaimana kita mengantisipasi kebutuhan dharurat tersebut melalui surat Yusuf 47-48 berikut :
“Dia (Yusuf) berkata:’Agar kamu bercocok tanam tujuh tahun (berturut-turut) sebagaimana biasa; kemudian apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di tangkainya kecuali sedikit yang kamu makan. Kemudian setelah itu akan datang tujuh tahun yang sangat sulit yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit). kecuali sedikit dari apa (bibit gandum) yang kamu simpan”.
Ayat diatas adalah ayat yang menjadi dasar sekaligus menjadi metode (minhaj) bagaimana seorang muslim mempersiapkan diri menghadapi masa sulit. Apa bentuk masa sulit umat jaman sekarang ?. Secara luas masa sulit ini bagi kita yang hidup di zaman ini bisa berupa krisis moneter seperti yang kita alami puncaknya tahun 1997-1998. masa banyak musibah kekeringan, gempa bumi, banjir – semuanya menjadi trigger masa sulit bagi umat.
Kemudian secara individu masa sulit ini bisa berarti kehilangan pekerjaan/penghasilan, pensiun, sakit, ditinggal mati kepala keluarga dlsb.
Lantas bagaimana mengatasinya ? Simpan sebagian penghasilan di ‘tangkainya’. Maksud menyimpan gandum ditangkainya adalah agar tidak cepat busuk atau menurun kwalitas dan nilainya, agar tetap bisa menjadi bibit yang bisa ditanam kembali kapan saja.
Harta dan penghasilan umat jaman sekarang mayoritas tentu bukan gandum, melainkan mayoritas berupa uang. Nah bagaimana mempertahankan uang agar tidak mengalami pembusukan nilainya dari waktu-ke waktu ? Jawabannya sederhana – itulah mengapa uang dalam Islam harus sesuatu yang memiliki nilai yang riil (nilai intrinsik) seperti emas, perak, gandum, kurma dst. Dari komoditi riil tersebut untuk saat ini tentu emas yang berupa Dinar paling praktis penyimpanannya. Emas batangan juga aman, namun tidak terlalu likuid dan tidak memiliki fleksibilitas dalam penjumlahan maupun pembagian. Misalnya Anda punya 100 gram emas. Anda hendak butuhkan 10 gram untuk kebutuhan bulan ini – tidak mudah bukan untuk memecahnya ?. Lain halnya dengan Dinar, Anda punya 100 Dinar, hendak di konsumsi 10 Dinar – tinggal dilepas yang 10 Dinar dan dipertahankan yang 90 Dinar.
Menyimpan Dinar hanya perlu secukupnya – setiap kita diilhami untuk bisa mengetahui kecukupan kita masing-masing ( tanya hati kecil kita – pasti kita tahu), kita diberi ilham oleh Allah untuk mengetahuinya “Maka Dia mengilhamkan kepadanya jalan kejahatan dan ketakwaannya” (QS 91:8).
Apa risikonya kalau kita menyimpan harta – dalam bentuk apapun baik itu uang kertas, rumah, mobil, saham, maupun emas- secara berlebihan dan tidak menafkahkan di jalan Allah ?. Ancamannya adalah Azab yang pedih bagi penimbunnya. (QS 9:34-35).
Jadi menyimpan harta secukupnya untuk memenuhi kewajiban kita terhadap diri, keluarga dan keturunan adalah sesuatu yang boleh dan ada tuntunannya karena ini bagian dari ketahanan ekonomi umat – dalam AlQuran surat Yusuf tersebut diatas disebut Yukhsinun (Tukhsinun untuk orang kedua -menyimpan harta dalam konteks ketahanan ekonomi).
Sebaliknya menyimpan diluar yang dibutuhkan dan tidak menafkahkan di jalan Allah adalah perilaku menimbun yang amat sangat dilarang – di AlQuran disebut Yaknizun (menimbun harta dan tidak menafkahkan di jalan Allah).
Perbedaan antara Yukhsinun dan Yaknizun inilah yang kita harus tahu karena kita diilhami olehNya untuk mampu membedakannya. Wallahu A’lam.
Mengenai tanggung jawab kita terhadap harta sudah saya tulis di artikel lain yaitu “Harta Kita, Aset atau Liability ( di Akhirat)”. Intinya adalah menjadi kewajiban kita untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, keluarga, mengantisipasi kebutuhan dharurat dan, meninggalkan keturunan yang kuat.
Bahkan Al-Qur’an mengajarkan bagaimana kita mengantisipasi kebutuhan dharurat tersebut melalui surat Yusuf 47-48 berikut :
“Dia (Yusuf) berkata:’Agar kamu bercocok tanam tujuh tahun (berturut-turut) sebagaimana biasa; kemudian apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di tangkainya kecuali sedikit yang kamu makan. Kemudian setelah itu akan datang tujuh tahun yang sangat sulit yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit). kecuali sedikit dari apa (bibit gandum) yang kamu simpan”.
Ayat diatas adalah ayat yang menjadi dasar sekaligus menjadi metode (minhaj) bagaimana seorang muslim mempersiapkan diri menghadapi masa sulit. Apa bentuk masa sulit umat jaman sekarang ?. Secara luas masa sulit ini bagi kita yang hidup di zaman ini bisa berupa krisis moneter seperti yang kita alami puncaknya tahun 1997-1998. masa banyak musibah kekeringan, gempa bumi, banjir – semuanya menjadi trigger masa sulit bagi umat.
Kemudian secara individu masa sulit ini bisa berarti kehilangan pekerjaan/penghasilan, pensiun, sakit, ditinggal mati kepala keluarga dlsb.
Lantas bagaimana mengatasinya ? Simpan sebagian penghasilan di ‘tangkainya’. Maksud menyimpan gandum ditangkainya adalah agar tidak cepat busuk atau menurun kwalitas dan nilainya, agar tetap bisa menjadi bibit yang bisa ditanam kembali kapan saja.
Harta dan penghasilan umat jaman sekarang mayoritas tentu bukan gandum, melainkan mayoritas berupa uang. Nah bagaimana mempertahankan uang agar tidak mengalami pembusukan nilainya dari waktu-ke waktu ? Jawabannya sederhana – itulah mengapa uang dalam Islam harus sesuatu yang memiliki nilai yang riil (nilai intrinsik) seperti emas, perak, gandum, kurma dst. Dari komoditi riil tersebut untuk saat ini tentu emas yang berupa Dinar paling praktis penyimpanannya. Emas batangan juga aman, namun tidak terlalu likuid dan tidak memiliki fleksibilitas dalam penjumlahan maupun pembagian. Misalnya Anda punya 100 gram emas. Anda hendak butuhkan 10 gram untuk kebutuhan bulan ini – tidak mudah bukan untuk memecahnya ?. Lain halnya dengan Dinar, Anda punya 100 Dinar, hendak di konsumsi 10 Dinar – tinggal dilepas yang 10 Dinar dan dipertahankan yang 90 Dinar.
Menyimpan Dinar hanya perlu secukupnya – setiap kita diilhami untuk bisa mengetahui kecukupan kita masing-masing ( tanya hati kecil kita – pasti kita tahu), kita diberi ilham oleh Allah untuk mengetahuinya “Maka Dia mengilhamkan kepadanya jalan kejahatan dan ketakwaannya” (QS 91:8).
Apa risikonya kalau kita menyimpan harta – dalam bentuk apapun baik itu uang kertas, rumah, mobil, saham, maupun emas- secara berlebihan dan tidak menafkahkan di jalan Allah ?. Ancamannya adalah Azab yang pedih bagi penimbunnya. (QS 9:34-35).
Jadi menyimpan harta secukupnya untuk memenuhi kewajiban kita terhadap diri, keluarga dan keturunan adalah sesuatu yang boleh dan ada tuntunannya karena ini bagian dari ketahanan ekonomi umat – dalam AlQuran surat Yusuf tersebut diatas disebut Yukhsinun (Tukhsinun untuk orang kedua -menyimpan harta dalam konteks ketahanan ekonomi).
Sebaliknya menyimpan diluar yang dibutuhkan dan tidak menafkahkan di jalan Allah adalah perilaku menimbun yang amat sangat dilarang – di AlQuran disebut Yaknizun (menimbun harta dan tidak menafkahkan di jalan Allah).
Perbedaan antara Yukhsinun dan Yaknizun inilah yang kita harus tahu karena kita diilhami olehNya untuk mampu membedakannya. Wallahu A’lam.
Selasa, 18 Desember 2007
Bagaimana Spekulan Mata Uang Beraksi Sepuluh Tahun Lalu
Ilmu pengetahuan dan informasi adalah ibarat senjata api, apabila ditangan polisi yang baik senjata tersebut dapat untuk melindungi harta benda bahkan jiwa kita, namun apabila ditangan penjahat bisa dipakai oleh perampok untuk merampok harta kita atau bahkan membunuh kita.
Informasi mengenai ekonomi dan kekuatan mata uang suatu negara juga demikian. Ada orang-orang yang memang profesinya menekuni kekuatan ekonomi dan mata uang suatu negara, kemudian pada saat yang tepat menyerangnya untuk mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya.
Berikut adalah salah satu contoh bagaimana spekulan mata uang menyerang Rupiah tahun 1997-1998 dan betapa besar keuntungan yang mereka ambil.
Seperti diuraikan di artikel-artikel lain di blog ini, bahwa para spekulan mata uang belum tentu menjadi penyebab utama terjadinya krisis mata uang di Indonesia, Malaysia dan beberapa negara lain di kawasan ini sepuluh tahun lalu. Tetapi sangat besar kemungkinananya mereka mengambil manfaat dari tanda-tanda krisis kemudian memperparahnya dengan mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya.
Awalnya mereka melihat peluang, bahwa fundamental ekonomi kita memang lemah, mata uang kita masih berada pada tingkat US$ 1= Rp 2,400 awal 1997 dan S$ 1 = Rp 1,320. Posisi ini kurang lebih dapat digambarkan di illutrasi berikut :
Posisi nilai tukar Rupiah sebelum krisis 1997/1998
Mereka melihat bahwa Rupiah yang lemah dan pendukung fundamental ekonominya juga lemah, akan mudah sekali jatuh. Oleh karenanya mereka menjual dengan transaksi short (barangnya sendiri mereka belum punya atau mereka meminjamnya dari pihak lain, dan ini terlarang dalam Islam ) sejumlah besar Rupiah (untuk spekulasi harus besar karena kalau tidak – dampaknya tidak akan berarti) misalnya Rp 2.4 trilyun ( pada tingkat nilai tukar US$ 1=Rp 2,400) setara US$ 1 Milyar. Dari transaksi ini spekulan tersebut mendapatkan US$ 1 Milyar yang akan mereka bayar kembali dengan Rp 2.4 trilyun pada saat transaksi ditutup kemudian hari. Anggap spekulasi mereka benar terbukti (memang terbukti akhirnya !) dan Rupiah benar-benar jatuh, misalnya pada saat Rupiah turun menjadi US$ 1 = RP 10,000,- spekulan tersebut menutup transaksinya. Sekarang untuk membeli Rp 2.4 Trilyun (pada saat US$ 1 = RP 10,000,- ) ia hanya perlu US$ 240 juta. Dari sini spekulan tersebut mendapatkan keuntungan sebesar US$ 760 juta ! yaitu US$ 1 Milyar minus US$ 240 juta. Keuntungan ini disebut sebagai keuntungan spekulatif, namun keuntungan spekulan bukan hanya sampai disini. Ada keuntungan lain yang terbawa dan tinggal dipunguti oleh si spekulan, yang disebut keuntungan Arbitrage . Keuntungan arbitrage ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Setelah Rupiah anjlok, maka terjadi ketidak seimbangan atau dis-equilibrium mata uang dari yang kita contohkan diatas yaitu US$, Rupiah dan S$. Berbeda dari keuntungan spekulatif yang masih berisiko dan perlu menunggu waktu untuk menikmati hasilnya, keuntungan arbitrage bisa langsung saat transaksi itu juga, ibarat tinggal memunguti uang yang ada di jalan. Mekanisme keuntungan arbitrage ini kurang lebih sebagai berikut :
1. Pinjam uang US$ 1 Milyar dan tukar dengan Rupiah menjadi Rp 10 trilyun (pada nilai tukar yang baru US$ 1 = RP 10,000,- ).
2. Tukar Rp 10 trilyun ke Dollar Singapura (S$ 1 = RP 5,000,-) atau menjadi S$ 2 Milyar.
3. Tukar S$ 2 Milyar ke US$ (S$ 1 = US$ 0.60) menjadi US$ 1.2 Milyar
4. Kembalikan hutang yang US$ 1 Milyar di point 1 dan nikmati keuntungan arbitrage US$ 200 juta.
Dari aksinya tersebut si spekulan mendapatkan total keuntungan US$ 960 juta yaitu US$ 760 juta dari keuntungan spekulatif dan US$ 200 juta dari keuntungan arbitrage. Keuntungan arbitrage ini masih terus dan terus diambil di pasar uang sampai benar-benar terjadi kestabilan baru.
Dengan risiko yang begitu nyata terhadap uang kertas kita, maka sudah seharusnya kita memikirkan untuk membebaskan mata uang kita dari ulah para spekulan yang dengan mudahnya menghancurkan mata uang kita. Hal ini hanya bisa dilakukan apabila mata uang kita emas dan perak atau Dinar dan Dirham – karena nilai keduanya tidak bisa dihancurkan oleh spekulan.
Penghancuran nilai mata uang kita pernah terjadi dengan tingkat yang amat serius sepuluh tahun lalu, apakah ada jaminan bahwa hal sejenis tidak akan terulang lagi ? Kalau Anda tidak yakin akan jawaban pertanyaan ini, maka sudah saatnya Anda berpikir untuk beralih ke Dinar atau aset lain yang memiliki nilai riil, bukan aset dalam uang kertas manapun.
Posisi nilai tukar Rupiah setelah krisis 1997/1998
Informasi mengenai ekonomi dan kekuatan mata uang suatu negara juga demikian. Ada orang-orang yang memang profesinya menekuni kekuatan ekonomi dan mata uang suatu negara, kemudian pada saat yang tepat menyerangnya untuk mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya.
Berikut adalah salah satu contoh bagaimana spekulan mata uang menyerang Rupiah tahun 1997-1998 dan betapa besar keuntungan yang mereka ambil.
Seperti diuraikan di artikel-artikel lain di blog ini, bahwa para spekulan mata uang belum tentu menjadi penyebab utama terjadinya krisis mata uang di Indonesia, Malaysia dan beberapa negara lain di kawasan ini sepuluh tahun lalu. Tetapi sangat besar kemungkinananya mereka mengambil manfaat dari tanda-tanda krisis kemudian memperparahnya dengan mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya.
Awalnya mereka melihat peluang, bahwa fundamental ekonomi kita memang lemah, mata uang kita masih berada pada tingkat US$ 1= Rp 2,400 awal 1997 dan S$ 1 = Rp 1,320. Posisi ini kurang lebih dapat digambarkan di illutrasi berikut :
Posisi nilai tukar Rupiah sebelum krisis 1997/1998
Mereka melihat bahwa Rupiah yang lemah dan pendukung fundamental ekonominya juga lemah, akan mudah sekali jatuh. Oleh karenanya mereka menjual dengan transaksi short (barangnya sendiri mereka belum punya atau mereka meminjamnya dari pihak lain, dan ini terlarang dalam Islam ) sejumlah besar Rupiah (untuk spekulasi harus besar karena kalau tidak – dampaknya tidak akan berarti) misalnya Rp 2.4 trilyun ( pada tingkat nilai tukar US$ 1=Rp 2,400) setara US$ 1 Milyar. Dari transaksi ini spekulan tersebut mendapatkan US$ 1 Milyar yang akan mereka bayar kembali dengan Rp 2.4 trilyun pada saat transaksi ditutup kemudian hari. Anggap spekulasi mereka benar terbukti (memang terbukti akhirnya !) dan Rupiah benar-benar jatuh, misalnya pada saat Rupiah turun menjadi US$ 1 = RP 10,000,- spekulan tersebut menutup transaksinya. Sekarang untuk membeli Rp 2.4 Trilyun (pada saat US$ 1 = RP 10,000,- ) ia hanya perlu US$ 240 juta. Dari sini spekulan tersebut mendapatkan keuntungan sebesar US$ 760 juta ! yaitu US$ 1 Milyar minus US$ 240 juta. Keuntungan ini disebut sebagai keuntungan spekulatif, namun keuntungan spekulan bukan hanya sampai disini. Ada keuntungan lain yang terbawa dan tinggal dipunguti oleh si spekulan, yang disebut keuntungan Arbitrage . Keuntungan arbitrage ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Setelah Rupiah anjlok, maka terjadi ketidak seimbangan atau dis-equilibrium mata uang dari yang kita contohkan diatas yaitu US$, Rupiah dan S$. Berbeda dari keuntungan spekulatif yang masih berisiko dan perlu menunggu waktu untuk menikmati hasilnya, keuntungan arbitrage bisa langsung saat transaksi itu juga, ibarat tinggal memunguti uang yang ada di jalan. Mekanisme keuntungan arbitrage ini kurang lebih sebagai berikut :
1. Pinjam uang US$ 1 Milyar dan tukar dengan Rupiah menjadi Rp 10 trilyun (pada nilai tukar yang baru US$ 1 = RP 10,000,- ).
2. Tukar Rp 10 trilyun ke Dollar Singapura (S$ 1 = RP 5,000,-) atau menjadi S$ 2 Milyar.
3. Tukar S$ 2 Milyar ke US$ (S$ 1 = US$ 0.60) menjadi US$ 1.2 Milyar
4. Kembalikan hutang yang US$ 1 Milyar di point 1 dan nikmati keuntungan arbitrage US$ 200 juta.
Dari aksinya tersebut si spekulan mendapatkan total keuntungan US$ 960 juta yaitu US$ 760 juta dari keuntungan spekulatif dan US$ 200 juta dari keuntungan arbitrage. Keuntungan arbitrage ini masih terus dan terus diambil di pasar uang sampai benar-benar terjadi kestabilan baru.
Dengan risiko yang begitu nyata terhadap uang kertas kita, maka sudah seharusnya kita memikirkan untuk membebaskan mata uang kita dari ulah para spekulan yang dengan mudahnya menghancurkan mata uang kita. Hal ini hanya bisa dilakukan apabila mata uang kita emas dan perak atau Dinar dan Dirham – karena nilai keduanya tidak bisa dihancurkan oleh spekulan.
Penghancuran nilai mata uang kita pernah terjadi dengan tingkat yang amat serius sepuluh tahun lalu, apakah ada jaminan bahwa hal sejenis tidak akan terulang lagi ? Kalau Anda tidak yakin akan jawaban pertanyaan ini, maka sudah saatnya Anda berpikir untuk beralih ke Dinar atau aset lain yang memiliki nilai riil, bukan aset dalam uang kertas manapun.
Posisi nilai tukar Rupiah setelah krisis 1997/1998
Minggu, 16 Desember 2007
Harta Kita, Aset atau Liability ? (Di Akhirat )
Ini nasihat untuk diri saya sendiri yang mungkin juga berguna bagi anda yang membaca blog ini.
Ketika Rasulullah SAW mendapatkan pertannyaan dari sahabatnya tentang apa yang harus di nafkahkan, Allah menurunkan wahyu kepada RasulNya untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan jawaban Al-Afwa – seluruhnya (yang lebih dari keperluan) – QS 2:219. Kemudian di ayat-ayat lain Allah mengancam orang-orang yang tidak menafkahkan hartanya di Jalan Allah (lihat QS 104:1-3 ; QS 9:24 ; QS 9:34-35).
Dengan perintah menafkahkan harta di jalan Allah beserta ancamannya apabila tidak melakukan yang demikian, tidak berarti juga kita boleh mentelantarkan diri, keluarga dan ahli waris kita. Ada empat penggunaan harta yang dibatasi seperlunya, yaitu :
1) Untuk diri sendiri : lihat QS 57:27 dan QS 7:32 dan juga hadits Rasulullah SAW yang berbunyi “Sungguh jasadmu punya hak atas kamu, matamu punya hak atas kamu, istrimu punya hak atas kamu, dan tamumu-pun punya hak atas kamu “ HR. Bukhari.
2) Untuk keluarga sebagaimana dalam hadits :’ Mulai sedekahmu pada orang yang menjadi tanggunganmu” HR. Bukhari.
3) Untuk mengantisipasi kebutuhan dharurat sebagaimana hadits : “Pegang sebagian hartamu, hal ini dianjurkan untukmu (sebagai cadangan untuk kebutuhan masa depan)”. HR. Bukhari – Kitab Zakat
4) Untuk Ahli Aris sebagaimana ayat “ Hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka kawatir terhadap (kesejahteraan) mereka”. dan juga hadits Rasulullah yang berbunyi :”meninggalkan tanggungan (keluargamu) dalam kemakmuran adalah lebih baik daripada meninggalkan mereka dalam kondisi miskin dan bergantung pada belas kasihan orang lain. Setiap pengeluaranmu untuk keluargamu adalah sedeqah meskipun hanya sesuap makanan yang engkau suapkan ke mulut istrimu”. (HR. Bukhari – Kitab Wasiyat)
Empat hal tersebut boleh dan bahkan dianjurkan, namun kriteria batasannya adalah seperlunya. Penggunaan harta yang tidak dibatasi dengan kriteria ‘seperlunya’ adalah hanya untuk kebutuhan Fi Sabilillah seperti dalam QS 2:219 tersebut diatas.
Lantas bagaimana kita mengetahui kebutuhan yang seperlunya tersebut ?; Setiap diri kita dilengkapi ilham oleh Allah swt. sebagaimana ayat “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya” (QS 91:8). Ilham ini juga berlaku untuk mengetahui tingkat ‘keperluan’ harta kita untuk 4 hal tersebut diatas. Mata hati kita tahu sebenarnya berapa yang kita butuhkan untuk diri sendiri, keluarga, dan ahli waris.
Hanya saja untuk mengantisipasi kebutuhan keluarga kita, kebutuhan anak kita untuk sekolah 18 tahun yang akan datang menjadi sulit kalau kita menggunakan alat ukur yang tidak adil – yang tidak memiliki nilai daya beli tetap dalam rentang waktu yang menengah panjang. Untuk rencana pendidikan anak kita sampai selesai S1 yang sekarang baru lahir kita butuhkan berapa ? tentu tidak mudah apabila kita gunakan nilai Rupiah ataupun Dollar dalam perhitungannya – karena daya beli nilai uang kertas tersebut terus mengalami penurunan dari waktu ke waktu.
Disinilah perlunya umat Islam menggunakan uangnya sendiri yang adil sepanjang zaman, yang memiliki daya beli tetap sejak zaman Rasulullah SAW sampai sekarang yaitu Dinar dan Dirham.
Dengan menggunakan mata uang atau timbangan yang adil, kita dapat mengalokasikan harta kita secara adil pula untuk 4 hal yang dibatasi ‘keperluan’ tersebut diatas dan sisanya kita harus infaqkan di jalan Allah ; atau terus diputar dalam usaha namun hasilnya memang diniatkan untuk infaq di jalan Allah.
Dengan timbangan yang adil berupa Dinar dan Dirham tersebut kita berharap semoga Asset kita di dunia tetap menjadi asset di Akhirat karena kita infaqkan sesuai haknya, kita juga berlindung dari asset dunia yang menjadi liability di Akhirat. Wallahu A’lam bi Showab.
Ketika Rasulullah SAW mendapatkan pertannyaan dari sahabatnya tentang apa yang harus di nafkahkan, Allah menurunkan wahyu kepada RasulNya untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan jawaban Al-Afwa – seluruhnya (yang lebih dari keperluan) – QS 2:219. Kemudian di ayat-ayat lain Allah mengancam orang-orang yang tidak menafkahkan hartanya di Jalan Allah (lihat QS 104:1-3 ; QS 9:24 ; QS 9:34-35).
Dengan perintah menafkahkan harta di jalan Allah beserta ancamannya apabila tidak melakukan yang demikian, tidak berarti juga kita boleh mentelantarkan diri, keluarga dan ahli waris kita. Ada empat penggunaan harta yang dibatasi seperlunya, yaitu :
1) Untuk diri sendiri : lihat QS 57:27 dan QS 7:32 dan juga hadits Rasulullah SAW yang berbunyi “Sungguh jasadmu punya hak atas kamu, matamu punya hak atas kamu, istrimu punya hak atas kamu, dan tamumu-pun punya hak atas kamu “ HR. Bukhari.
2) Untuk keluarga sebagaimana dalam hadits :’ Mulai sedekahmu pada orang yang menjadi tanggunganmu” HR. Bukhari.
3) Untuk mengantisipasi kebutuhan dharurat sebagaimana hadits : “Pegang sebagian hartamu, hal ini dianjurkan untukmu (sebagai cadangan untuk kebutuhan masa depan)”. HR. Bukhari – Kitab Zakat
4) Untuk Ahli Aris sebagaimana ayat “ Hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka kawatir terhadap (kesejahteraan) mereka”. dan juga hadits Rasulullah yang berbunyi :”meninggalkan tanggungan (keluargamu) dalam kemakmuran adalah lebih baik daripada meninggalkan mereka dalam kondisi miskin dan bergantung pada belas kasihan orang lain. Setiap pengeluaranmu untuk keluargamu adalah sedeqah meskipun hanya sesuap makanan yang engkau suapkan ke mulut istrimu”. (HR. Bukhari – Kitab Wasiyat)
Empat hal tersebut boleh dan bahkan dianjurkan, namun kriteria batasannya adalah seperlunya. Penggunaan harta yang tidak dibatasi dengan kriteria ‘seperlunya’ adalah hanya untuk kebutuhan Fi Sabilillah seperti dalam QS 2:219 tersebut diatas.
Lantas bagaimana kita mengetahui kebutuhan yang seperlunya tersebut ?; Setiap diri kita dilengkapi ilham oleh Allah swt. sebagaimana ayat “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya” (QS 91:8). Ilham ini juga berlaku untuk mengetahui tingkat ‘keperluan’ harta kita untuk 4 hal tersebut diatas. Mata hati kita tahu sebenarnya berapa yang kita butuhkan untuk diri sendiri, keluarga, dan ahli waris.
Hanya saja untuk mengantisipasi kebutuhan keluarga kita, kebutuhan anak kita untuk sekolah 18 tahun yang akan datang menjadi sulit kalau kita menggunakan alat ukur yang tidak adil – yang tidak memiliki nilai daya beli tetap dalam rentang waktu yang menengah panjang. Untuk rencana pendidikan anak kita sampai selesai S1 yang sekarang baru lahir kita butuhkan berapa ? tentu tidak mudah apabila kita gunakan nilai Rupiah ataupun Dollar dalam perhitungannya – karena daya beli nilai uang kertas tersebut terus mengalami penurunan dari waktu ke waktu.
Disinilah perlunya umat Islam menggunakan uangnya sendiri yang adil sepanjang zaman, yang memiliki daya beli tetap sejak zaman Rasulullah SAW sampai sekarang yaitu Dinar dan Dirham.
Dengan menggunakan mata uang atau timbangan yang adil, kita dapat mengalokasikan harta kita secara adil pula untuk 4 hal yang dibatasi ‘keperluan’ tersebut diatas dan sisanya kita harus infaqkan di jalan Allah ; atau terus diputar dalam usaha namun hasilnya memang diniatkan untuk infaq di jalan Allah.
Dengan timbangan yang adil berupa Dinar dan Dirham tersebut kita berharap semoga Asset kita di dunia tetap menjadi asset di Akhirat karena kita infaqkan sesuai haknya, kita juga berlindung dari asset dunia yang menjadi liability di Akhirat. Wallahu A’lam bi Showab.
Label:
Dinar,
dirham,
fisabilillah,
Rasulullah,
waris
Jumat, 14 Desember 2007
Penggunaan Dinar Sekarang Dan Prospeknya Kedepan
Telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya problem yang dihadapai oleh uang kertas, problem tersebut sudah terjadi di berbagai belahan dunia dari berbagai rentang waktu. Kitapun di Indonesia pernah mengalaminya secara pahit di tahun 1965 ketika harus ada pemotongan uang kertas atau Sanering Rupiah, juga di tahun 1997-1998 ketika kita harus kehilangan kedaulatan ekonomi kita dengan menyerah kepada seluruh kemauan IMF.
Disisi lain kita juga menyadari bahwa kembali ke Dinar dan Dirham tidaklah semudah membalik telapak tangan. Meskipun demikian apabila kita memiliki niat yang lurus untuk mencari solusi dari problematika umat zaman ini dengan meneladani Uswatun Hasanah kita Rasulullah SAW, kemudian kita beristiqomah dijalan ini, insyaallah umat ini akan kembali berjaya seperti yang pernah ditunjukkannya selama 14 abad lamanya mulai dari zaman Kenabian, jaman Kalifah ur- Rasyidin sampai kejatuhan kekalifahan Usmaniah di Turki 82 tahun lalu (1924).
Ada pelajaran lain yang kita bisa tiru dari sisi semangat dan lurusnya niat, yaitu pengalaman anak-anak kecil di Palestina yang hanya bersenjatakan ketapel dan lemparan batu, mereka menggetarkan tank-tank modern Israel sehingga tidak sedikit diantara tank-tank tersebut harus mundur. Hal ini karena bukanlah mereka yang melempar ketika mereka melempar tetapi Allah-lah yang melempar :
Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allah-lah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(Al-Anfal 017)
Foto : www.news.bbc.co.uk
Bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar...
Seperti juga yang dilakukan oleh anak-anak kecil Palestina tersebut , yang kita lakukan ini mungkin juga kecil di mata para ekonom dan ahli moneter, mungkin tidak ada artinya bagi mereka atau bahkan akan menjadi bahan cemoohan, namun dengan niat yang lurus, niat yang ikhlas untuk kembali kepada solusi Islam, maka insyaallah Allah pulalah yang meneruskan lemparan batu kecil ini. Berikut adalah lemparan batu kecil berupa langkah-langkah penggunaan Dinar dan Dirham tahap demi tahap dari posisi kita sekarang :
Tahap 1 : Penggunaan Dinar dan Dirham Pada Saat Belum Dikenal Luas dan Belum Diakui Sebagai Uang
Inilah situasi dimana kita mulai memperkenalkan kembali Dinar dan Dirham bagi umat muslimin di Indonesia. Perlu diperkenalkan kembali karena bahkan dikalangan umat Islam sendiri banyak yang belum mengetahui tentang Dinar dan Dirham, padahal perhitungan zakat mal mereka di qiyaskan dengan Dinar dan Dirham. Lebih banyak lagi yang belum mengetahui bahwa Dinar dan Dirham adalah hal yang nyata yang sekarangpun bisa dibeli bebas di berbagai tempat di Jakarta di Gerai Dinar atau agen-agennya.
Pada tahap ini kita juga belum berharap banyak terhadap pemerintah untuk mengakui bahwa Dinar dan Dirham adalah mata uang resmi yang diakui sebagai mata uang disamping Rupiah.
Lantas apa yang bisa kita lakukan dengan mata uang yang belum diakui sebagai uang oleh pemerintah dan belum dikenal pula oleh masyarakat luas ?. jawabannya adalah sebagai berikut :
1. Dinar dan Dirham saat ini memang belum diakui oleh pemerintah sebagai mata uang, namun karena mata uang ini berharga bukan karena pengakuan pemerintah (legal tender) sebagaimana mata uang kertas, melainkan karena benda-nya sendiri memang berharga (emas 22 karat atau perak murni) maka pemegang mata uang ini – memegang nilai tukar yang sesungguhnya – yang dia bisa tukarkan dengan barang berharga lain apapun dan kapanpun dia mau.
2. Karena nilai mata uang Dinar dan Dirham melekat pada barangnya sendiri, tidak ada pihak luar yang bisa merusak atau menghancurkan nilainya. Oleh karenanya mata uang Dinar dan Dirham dapat digunakan sebagai simpanan yang paling aman nilainya debandingkan dengan nilai mata uang Rupiah, Dollar Amerika dan uang fiat lainnya di seluruh dunia. Nilainya yang terus terappresiasi terhadap mata uang kertas – seperti contoh grafik berikut – membuktikan keperkasaan Dinar selama ini.
Data : diolah dari berbagai sumber antara lain goldprice.org dan World Gold Council
Grafik Perkembangan Harga Dinar Terhadap Rupiah dan US Dollar 40 Tahun Terakhir
3. Karena daya belinya yang tetap tinggi sepanjang massa, Dinar dan Dirham sangat cocok untuk transaksi muamalah yang bersifat jangka menengah sampai panjang – dikala mata uang kertas tidak bisa digunakan sebagai alat transaksi yang adil karena nilainya yang terus berubah. Pinjam-meminjam, investasi bagi hasil (Qirad dan Mudharabah) ataupun kerjasama usaha (Musyarakah) dengan berbasis Dinar dan Dirham akan bisa lebih adil baik bagi yang menyediakan modal maupun yang menjalankan usaha. Umat Islam tidak dianjurkan untuk menumpuk harta yang tidak produktif, oleh karenanya investasi yang aman dan adil sesuai syariah akan menjadi solusi yang efektif bagi surplus pendapatan yang ada di kaum muslimin.
4. Dinar dan Dirham dapat digunakan untuk perencanaan keuangan yang aman, misalnya untuk merencanakan biaya pendidikan anak, pengobatan kesehatan di hari tua, persiapan pensiun dlsb. Penggunaan Dinar dan Dirham untuk keperluan ini dapat menggunakan jasa perusahaan asuransi syariah yang memiliki produk Dinar dan Dirham atau kalau belum ada dapat dilakukan dengan cara swa kelola. Contoh kalau kita punya anak baru lahir dan kita ingin pendidikannya terjamin sampai perguruan tinggi, maka kita dapat menabung 1 Dinar untuk anak tersebut setiap bulan. Pada saat anak yang bersangkutan masuk perguruan tinggi umur 18 tahun, maka akan terkumpul dana 158 Dinar (bukan 216 yang berasal dari 1 Dinar x 12 bulan x 18 tahun – karena setiap tahun akan terkena zakat 2.5% setelah mencapai nisab 20 Dinar). Perlunya dana ini diinvestasikan adalah untuk menjaga minimal agar Dinar tidak hanya disimpan sehingga tidak produktif dan tergerus oleh zakat, itulah sebabnya dalam Islam bahkan ketika kita mendapat amanah untuk mengelola harta anak yatim-pun sangat dianjurkan untuk mengelola dana tersebut untuk kepentingan yang produktif – agar tidak habis terkena zakat .
5. Secara fisik Dinar dan Dirham untuk kepentingan tabungan, investasi , muamalah atau bahkan untuk ibadah (membayar zakat misalnya) dapat dibeli di Unit Usaha Logam Mulia atau melalui wakalah-wakalah yang ada. Meskipun demikian mungkin masih ada masalah ketika umat mau mencairkan atau menukarkan Dinar dan Dirham di luar Wakalah-wakalah Dinar dan Dirham, misalnya dijual ke toko emas – toko emas selalu mau membeli Dinar tetapi pada harga yang mereka kehendaki – yang kadang jauh dibawah harga emas internasional. Untuk menghindari umat dirugikan dalam nilai tukar kembali ini, dianjurkan bagi pengguna Dinar dan Dirham untuk tolong menolong sesama pengguna sehingga setiap saat ada yang mau melepas Dinar, dapat diambil oleh jamaah yang lain dengan harga mengikuti harga emas dunia. Secara luas insyaallah tolong menolong semacam ini antara lain difasilitasi oleh DinarClub , atau jamaah apabila memiliki kelompok pengguna yang besar bisa juga membentuk kelompok tolong menolongnya sendiri.
Tahap 2 : Penggunaan Dinar dan Dirham Pada Saat Mulai Dikenal Luas Tetapi Belum Diakui Sebagai Uang
Dalam waktu dekat, ketika Dinar dan Dirham mulai dikenal secara luas Insyaallah, kelompok-kelompok pengguna Dinar dapat meningkatkan lebih lanjut kegiatan tolong-menolongnya dalam bentuk untuk saling bertransaksi menggunakan Dinar dan Dirham. Transaksi yang masih bersifat internal (jamaah atau Club) ini dapat meliputi kegiatan investasi, perdagangan maupun konsumsi.
Untuk tahap ini ada dua contoh yang bisa digunakan. Pertama adalah apa yang sudah dilakukan oleh E-Dinar , yaitu perusahaan yang bermarkas di Dubai. Dengan teknologi yang berbasis web, perusahaan ini sudah bisa memfasilitasi transaksi di internet antara pemegang account e-dinar dengan pedagang atau penjual jasa yang juga sudah melayani pembayaran dengan menggunakan e-dinar. Hanya karena teknologi web ini di Indonesia belum terlalu praktis untuk keperluan sehari- hari maka penggunaan e-dinar di Indonesia masih sangat terbatas.
Contoh lain dari penggunaan Dinar di zaman modern ini adalah menggunakannya sebagai kartu tagih (Charge Card) yang berbasis Dinar sebut saja DinarCard. Cara beroperasinya mirip dengan kartu sejenis yang berbasis uang kertas, hanya setiap ada transaksi ditagihkan ke account Dinar dari pemegang kartu yang bersangkutan. Minimal ada dua jenis transaksi yang bisa difasilitasi oleh DinarCard yaitu transaksi untuk belanja dan transaksi untuk pengambilan tunai. Apabila transaksi belanja atau pengambilan tunai dilakukan oleh pemegang account dengan menggunakan mata uang lain selain Dinar, maka nilai transaksi akan dikonversikan ke Dinar sesuai rate yang berlaku saat transaksi.
Contoh berikutnya yang juga bisa diperkenalkan pada tahap ini adalah penggunaan Dinar dan Dirham sebagai basis Mobile Payment System (MPS) yang teknologinya sedang diperebutkan secara ketat oleh para pemain MPS dunia. Dengan teknologi MPS ini, telepon genggam yang saat ini sudah dimiliki ratusan milyaran penduduk dunia dapat berubah menjadi alat pembayaran yang efektif dari pengguna yang satu kepada pengguna lainnya. Dengan teknologi MPS, uang Dinar dan Dirham dapat digunakan sepraktis uang manapun didunia – namun tetap dengan keunggulannya yang hakiki yaitu nilai yang tidak bisa rusak atau dirusak oleh spekulan mata uang, Dinar juga akan selalu bisa di klaim kembali uang fisiknya akan tetap paling aman dari sisi risiko kejahatan penjahat-penjahat era cyber yang semakin canggih.
Tahap 3 : Penggunaan Dinar dan Dirham Secara Luas dan Siap Bersaing Dengan Mata Uang Masa Depan
Sebenarnya sudah beberapa dasawarsa terakhir ini terjadi persaingan yang sangat keras antara para pelaku perbankan dan pelaku teknologi informasi dunia untuk bersaing mendefinisikan uang masa depan. Berikut adalah contoh-contoh persaingan tersebut.
Beberapa nama perusahaan yang relative belum terkenal, telah melahirkan berbagai uang untuk zaman cyber ini dengan nama-nama seperti Mondex, E-Cash, DigiCash, CyberCash, GoldMoney, E-Gold dan E-Dinar. Uang-uang cyber ini telah menemukan pasarnya sendiri-sendiri namun belum dikenal secara luas oleh masyarakat kebanyakan. Sementara itu perusahaan dengan nama global seperti Microsoft, Visa dan Citicorp tentu tidak mau ketinggalan. Mereka tentu sudah lama juga melihat fenomena dan peluang ini, Citicorp bahkan telah menggagas apa yang mereka sebut sebagai Electronic Monetary System.
Bahkan dewanya ekonom dan futurolog Barat yang sangat dikagumi mereka yaitu John Naisbitt karena prediksi-prediksinya yang dipandang akurat dalam dua puluh tahun terakhir, di bukunya yang terakhir Mindset mengungkapkan bahwa monopoly terakhir yang akan segera ditinggalkan oleh masyarakat adalah monopoli mata uang nasional. Masyarakat dunia tidak akan lagi mempercayai mata uang yang dikeluarkan negara, mereka akan lebih mempercayai 'mata uang- mata uang' private yang berupa benda riil yang memiliki nilai intrinsik. Di contohkan oleh dia masyarakat Taiwan yang mempercayai bahwa bawang putih organik - lah yang yang akan menjadi mata uang mereka kedepan, maka mereka ramai-ramai berinvestasi di bawang putih ini.
Uang apapun nantinya yang berjaya di dunia cyber, mungkin bukan Rupiah, bukan juga US$ atau Euro dan jelas bukan bawang putih seperti contoh yang diungkapkan John Naisbitt tersebut. Mata uang yang akan lahir untuk dunia masa depan ini akan berlaku universal tidak mengenal batas Negara dan mungkin juga bisa lepas dari pengawasan bank sentral dari masing-masing Negara. Bahkan untuk transaksi dengan uang masa depan tersebut bisa jadi tidak lagi membutuhkan perantaraan institusi perbankan.
Sampai sejauh ini persaingan melahirkan icon uang masa depan tersebut belum melahirkan pemenang. Sejumlah masalah masih harus diselesaikan sebelum persaingan ini berakhir. Masalah-masalah tersebut antara lain menyangkut :
• Akan diberi nama apa uang ini, apa satuannya dan bagaimana mengukur nilainya ?
• Siapa yang mau menggunakan uang ini secara luas ?
• Negara mana atau perusahaan mana yang berhak mengeluarkan uang masa depan ini ?
• Siapa yang akan mengatur kendali pengawasannya, Bank Sentral Negara mana yang berhak ?
• Bagaimana membedakan yang uang cyber sesungguhnya dengan yang palsu ?
• Bagaimana melindungi kekayaan dalam bentuk uang cyber dari jarahan orang yang tidak berhak ?
• Bagaimana bentuk konversinya ke uang fisik seperti yang kita gunakan sekarang ?
• Dan sederet daftar pertanyaan lain yang perlu dicarikan jawabannya dari waktu ke waktu.
Terlepas dari kemungkinan berbagai masalah yang perlu diantisipasi, dari daftar pertanyaan atau permasalahan tersebut. Dinar dan Dirham akan paling siap menjawab pertanyaan dan permasalahan yang ada, kita lihat jawaban tersebut adalah sebagai berikut :
• Akan diberi nama apa uang ini, apa satuannya dan bagaimana mengukur nilainya ? Namanya tentu Dinar atau Dirham, satuan dan ukurannya mengikuti contoh Rasulullah SAW berdasarkan timbangan penduduk Makkah waktu itu yaitu 1 Mitsqal sama dengan timbangan sekarang 4.25 gr emas untuk 1 Dinar. Perbandingan berat Dinar dan Dirham mengikuti ketentuan Khalifah Umar bin Khattab yaitu 7 Dinar (Mitsqal) sama dengan 10 Dirham, berarti berat 1 Dirham adalah 2.975 gram. Nilainya mengikuti pergerakan permintaan dan penawaran di pasar.
• Siapa yang mau menggunakan uang ini secara luas ? Umat Islam di Seluruh Dunia tentu siap menggunakannya, dan ini berarti sekitar 2.5 milyar penduduk.
• Negara mana atau perusahaan mana yang berhak mengeluarkan uang masa depan ini ? Negara-negara atau bahkan juga mungkin intitusi yang memenuhi syarat ditunjuk dapat menerbitkan uang Dinar dan Dirham – toh ini ini harus dibuat dari bahan emas 22 karat seberat 4.25 gram dan perak murnis seberat 2.975 gram. Siapapun yang membuat tidak terlalu masalah asal memenuhi kriteria standar dan diberi wewenang tersebut.
• Siapa yang akan mengatur kendali pengawasannya, Bank Sentral Negara mana yang berhak ? Bisa disepakati oleh negara-negara Islam seperti OIC (organization of Islamic Countries), WITO (World Islamic Trade Organization) atau kekhalifahan kalau sudah ada.
• Bagaimana membedakan yang uang cyber sesungguhnya dengan yang palsu ? Uang Dinar dan Dirham yang asli selalu bisa diambil secara fisik dimanapun account tersebut berada.
• Bagaimana melindungi kekayaan dalam bentuk uang cyber dari jarahan orang yang tidak berhak ? Dukungan uang fisik Dinar dan Dirham akan membuat uang ini tidak mudah dibobol oleh kejahatan cyber yang paling canggih sekalipun.
• Bagaimana bentuk konversinya ke uang fisik seperti yang kita gunakan sekarang ? Uang Dinar dan Dirham esensinya adalah uang fisik, teknologi hanya sebagai alat bantu untuk memudahkan transaksi tetapi tidak menggantikan kedudukan uang fisik tersebut. Jadi cyber Dinar dan cyber Dirham akan selalu convertible ke Dinar dan Dirham yang seseungguhnya.
• Dan sederet daftar pertanyaan lain yang perlu dicarikan jawabannya dari waktu ke waktu. Islam sebagai agama akhir zaman, insyaallah selalu siap menjawab tantangan kehidupan manusia akhir zaman.
Disisi lain kita juga menyadari bahwa kembali ke Dinar dan Dirham tidaklah semudah membalik telapak tangan. Meskipun demikian apabila kita memiliki niat yang lurus untuk mencari solusi dari problematika umat zaman ini dengan meneladani Uswatun Hasanah kita Rasulullah SAW, kemudian kita beristiqomah dijalan ini, insyaallah umat ini akan kembali berjaya seperti yang pernah ditunjukkannya selama 14 abad lamanya mulai dari zaman Kenabian, jaman Kalifah ur- Rasyidin sampai kejatuhan kekalifahan Usmaniah di Turki 82 tahun lalu (1924).
Ada pelajaran lain yang kita bisa tiru dari sisi semangat dan lurusnya niat, yaitu pengalaman anak-anak kecil di Palestina yang hanya bersenjatakan ketapel dan lemparan batu, mereka menggetarkan tank-tank modern Israel sehingga tidak sedikit diantara tank-tank tersebut harus mundur. Hal ini karena bukanlah mereka yang melempar ketika mereka melempar tetapi Allah-lah yang melempar :
Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allah-lah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(Al-Anfal 017)
Foto : www.news.bbc.co.uk
Bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar...
Seperti juga yang dilakukan oleh anak-anak kecil Palestina tersebut , yang kita lakukan ini mungkin juga kecil di mata para ekonom dan ahli moneter, mungkin tidak ada artinya bagi mereka atau bahkan akan menjadi bahan cemoohan, namun dengan niat yang lurus, niat yang ikhlas untuk kembali kepada solusi Islam, maka insyaallah Allah pulalah yang meneruskan lemparan batu kecil ini. Berikut adalah lemparan batu kecil berupa langkah-langkah penggunaan Dinar dan Dirham tahap demi tahap dari posisi kita sekarang :
Tahap 1 : Penggunaan Dinar dan Dirham Pada Saat Belum Dikenal Luas dan Belum Diakui Sebagai Uang
Inilah situasi dimana kita mulai memperkenalkan kembali Dinar dan Dirham bagi umat muslimin di Indonesia. Perlu diperkenalkan kembali karena bahkan dikalangan umat Islam sendiri banyak yang belum mengetahui tentang Dinar dan Dirham, padahal perhitungan zakat mal mereka di qiyaskan dengan Dinar dan Dirham. Lebih banyak lagi yang belum mengetahui bahwa Dinar dan Dirham adalah hal yang nyata yang sekarangpun bisa dibeli bebas di berbagai tempat di Jakarta di Gerai Dinar atau agen-agennya.
Pada tahap ini kita juga belum berharap banyak terhadap pemerintah untuk mengakui bahwa Dinar dan Dirham adalah mata uang resmi yang diakui sebagai mata uang disamping Rupiah.
Lantas apa yang bisa kita lakukan dengan mata uang yang belum diakui sebagai uang oleh pemerintah dan belum dikenal pula oleh masyarakat luas ?. jawabannya adalah sebagai berikut :
1. Dinar dan Dirham saat ini memang belum diakui oleh pemerintah sebagai mata uang, namun karena mata uang ini berharga bukan karena pengakuan pemerintah (legal tender) sebagaimana mata uang kertas, melainkan karena benda-nya sendiri memang berharga (emas 22 karat atau perak murni) maka pemegang mata uang ini – memegang nilai tukar yang sesungguhnya – yang dia bisa tukarkan dengan barang berharga lain apapun dan kapanpun dia mau.
2. Karena nilai mata uang Dinar dan Dirham melekat pada barangnya sendiri, tidak ada pihak luar yang bisa merusak atau menghancurkan nilainya. Oleh karenanya mata uang Dinar dan Dirham dapat digunakan sebagai simpanan yang paling aman nilainya debandingkan dengan nilai mata uang Rupiah, Dollar Amerika dan uang fiat lainnya di seluruh dunia. Nilainya yang terus terappresiasi terhadap mata uang kertas – seperti contoh grafik berikut – membuktikan keperkasaan Dinar selama ini.
Data : diolah dari berbagai sumber antara lain goldprice.org dan World Gold Council
Grafik Perkembangan Harga Dinar Terhadap Rupiah dan US Dollar 40 Tahun Terakhir
3. Karena daya belinya yang tetap tinggi sepanjang massa, Dinar dan Dirham sangat cocok untuk transaksi muamalah yang bersifat jangka menengah sampai panjang – dikala mata uang kertas tidak bisa digunakan sebagai alat transaksi yang adil karena nilainya yang terus berubah. Pinjam-meminjam, investasi bagi hasil (Qirad dan Mudharabah) ataupun kerjasama usaha (Musyarakah) dengan berbasis Dinar dan Dirham akan bisa lebih adil baik bagi yang menyediakan modal maupun yang menjalankan usaha. Umat Islam tidak dianjurkan untuk menumpuk harta yang tidak produktif, oleh karenanya investasi yang aman dan adil sesuai syariah akan menjadi solusi yang efektif bagi surplus pendapatan yang ada di kaum muslimin.
4. Dinar dan Dirham dapat digunakan untuk perencanaan keuangan yang aman, misalnya untuk merencanakan biaya pendidikan anak, pengobatan kesehatan di hari tua, persiapan pensiun dlsb. Penggunaan Dinar dan Dirham untuk keperluan ini dapat menggunakan jasa perusahaan asuransi syariah yang memiliki produk Dinar dan Dirham atau kalau belum ada dapat dilakukan dengan cara swa kelola. Contoh kalau kita punya anak baru lahir dan kita ingin pendidikannya terjamin sampai perguruan tinggi, maka kita dapat menabung 1 Dinar untuk anak tersebut setiap bulan. Pada saat anak yang bersangkutan masuk perguruan tinggi umur 18 tahun, maka akan terkumpul dana 158 Dinar (bukan 216 yang berasal dari 1 Dinar x 12 bulan x 18 tahun – karena setiap tahun akan terkena zakat 2.5% setelah mencapai nisab 20 Dinar). Perlunya dana ini diinvestasikan adalah untuk menjaga minimal agar Dinar tidak hanya disimpan sehingga tidak produktif dan tergerus oleh zakat, itulah sebabnya dalam Islam bahkan ketika kita mendapat amanah untuk mengelola harta anak yatim-pun sangat dianjurkan untuk mengelola dana tersebut untuk kepentingan yang produktif – agar tidak habis terkena zakat .
5. Secara fisik Dinar dan Dirham untuk kepentingan tabungan, investasi , muamalah atau bahkan untuk ibadah (membayar zakat misalnya) dapat dibeli di Unit Usaha Logam Mulia atau melalui wakalah-wakalah yang ada. Meskipun demikian mungkin masih ada masalah ketika umat mau mencairkan atau menukarkan Dinar dan Dirham di luar Wakalah-wakalah Dinar dan Dirham, misalnya dijual ke toko emas – toko emas selalu mau membeli Dinar tetapi pada harga yang mereka kehendaki – yang kadang jauh dibawah harga emas internasional. Untuk menghindari umat dirugikan dalam nilai tukar kembali ini, dianjurkan bagi pengguna Dinar dan Dirham untuk tolong menolong sesama pengguna sehingga setiap saat ada yang mau melepas Dinar, dapat diambil oleh jamaah yang lain dengan harga mengikuti harga emas dunia. Secara luas insyaallah tolong menolong semacam ini antara lain difasilitasi oleh DinarClub , atau jamaah apabila memiliki kelompok pengguna yang besar bisa juga membentuk kelompok tolong menolongnya sendiri.
Tahap 2 : Penggunaan Dinar dan Dirham Pada Saat Mulai Dikenal Luas Tetapi Belum Diakui Sebagai Uang
Dalam waktu dekat, ketika Dinar dan Dirham mulai dikenal secara luas Insyaallah, kelompok-kelompok pengguna Dinar dapat meningkatkan lebih lanjut kegiatan tolong-menolongnya dalam bentuk untuk saling bertransaksi menggunakan Dinar dan Dirham. Transaksi yang masih bersifat internal (jamaah atau Club) ini dapat meliputi kegiatan investasi, perdagangan maupun konsumsi.
Untuk tahap ini ada dua contoh yang bisa digunakan. Pertama adalah apa yang sudah dilakukan oleh E-Dinar , yaitu perusahaan yang bermarkas di Dubai. Dengan teknologi yang berbasis web, perusahaan ini sudah bisa memfasilitasi transaksi di internet antara pemegang account e-dinar dengan pedagang atau penjual jasa yang juga sudah melayani pembayaran dengan menggunakan e-dinar. Hanya karena teknologi web ini di Indonesia belum terlalu praktis untuk keperluan sehari- hari maka penggunaan e-dinar di Indonesia masih sangat terbatas.
Contoh lain dari penggunaan Dinar di zaman modern ini adalah menggunakannya sebagai kartu tagih (Charge Card) yang berbasis Dinar sebut saja DinarCard. Cara beroperasinya mirip dengan kartu sejenis yang berbasis uang kertas, hanya setiap ada transaksi ditagihkan ke account Dinar dari pemegang kartu yang bersangkutan. Minimal ada dua jenis transaksi yang bisa difasilitasi oleh DinarCard yaitu transaksi untuk belanja dan transaksi untuk pengambilan tunai. Apabila transaksi belanja atau pengambilan tunai dilakukan oleh pemegang account dengan menggunakan mata uang lain selain Dinar, maka nilai transaksi akan dikonversikan ke Dinar sesuai rate yang berlaku saat transaksi.
Contoh berikutnya yang juga bisa diperkenalkan pada tahap ini adalah penggunaan Dinar dan Dirham sebagai basis Mobile Payment System (MPS) yang teknologinya sedang diperebutkan secara ketat oleh para pemain MPS dunia. Dengan teknologi MPS ini, telepon genggam yang saat ini sudah dimiliki ratusan milyaran penduduk dunia dapat berubah menjadi alat pembayaran yang efektif dari pengguna yang satu kepada pengguna lainnya. Dengan teknologi MPS, uang Dinar dan Dirham dapat digunakan sepraktis uang manapun didunia – namun tetap dengan keunggulannya yang hakiki yaitu nilai yang tidak bisa rusak atau dirusak oleh spekulan mata uang, Dinar juga akan selalu bisa di klaim kembali uang fisiknya akan tetap paling aman dari sisi risiko kejahatan penjahat-penjahat era cyber yang semakin canggih.
Tahap 3 : Penggunaan Dinar dan Dirham Secara Luas dan Siap Bersaing Dengan Mata Uang Masa Depan
Sebenarnya sudah beberapa dasawarsa terakhir ini terjadi persaingan yang sangat keras antara para pelaku perbankan dan pelaku teknologi informasi dunia untuk bersaing mendefinisikan uang masa depan. Berikut adalah contoh-contoh persaingan tersebut.
Beberapa nama perusahaan yang relative belum terkenal, telah melahirkan berbagai uang untuk zaman cyber ini dengan nama-nama seperti Mondex, E-Cash, DigiCash, CyberCash, GoldMoney, E-Gold dan E-Dinar. Uang-uang cyber ini telah menemukan pasarnya sendiri-sendiri namun belum dikenal secara luas oleh masyarakat kebanyakan. Sementara itu perusahaan dengan nama global seperti Microsoft, Visa dan Citicorp tentu tidak mau ketinggalan. Mereka tentu sudah lama juga melihat fenomena dan peluang ini, Citicorp bahkan telah menggagas apa yang mereka sebut sebagai Electronic Monetary System.
Bahkan dewanya ekonom dan futurolog Barat yang sangat dikagumi mereka yaitu John Naisbitt karena prediksi-prediksinya yang dipandang akurat dalam dua puluh tahun terakhir, di bukunya yang terakhir Mindset mengungkapkan bahwa monopoly terakhir yang akan segera ditinggalkan oleh masyarakat adalah monopoli mata uang nasional. Masyarakat dunia tidak akan lagi mempercayai mata uang yang dikeluarkan negara, mereka akan lebih mempercayai 'mata uang- mata uang' private yang berupa benda riil yang memiliki nilai intrinsik. Di contohkan oleh dia masyarakat Taiwan yang mempercayai bahwa bawang putih organik - lah yang yang akan menjadi mata uang mereka kedepan, maka mereka ramai-ramai berinvestasi di bawang putih ini.
Uang apapun nantinya yang berjaya di dunia cyber, mungkin bukan Rupiah, bukan juga US$ atau Euro dan jelas bukan bawang putih seperti contoh yang diungkapkan John Naisbitt tersebut. Mata uang yang akan lahir untuk dunia masa depan ini akan berlaku universal tidak mengenal batas Negara dan mungkin juga bisa lepas dari pengawasan bank sentral dari masing-masing Negara. Bahkan untuk transaksi dengan uang masa depan tersebut bisa jadi tidak lagi membutuhkan perantaraan institusi perbankan.
Sampai sejauh ini persaingan melahirkan icon uang masa depan tersebut belum melahirkan pemenang. Sejumlah masalah masih harus diselesaikan sebelum persaingan ini berakhir. Masalah-masalah tersebut antara lain menyangkut :
• Akan diberi nama apa uang ini, apa satuannya dan bagaimana mengukur nilainya ?
• Siapa yang mau menggunakan uang ini secara luas ?
• Negara mana atau perusahaan mana yang berhak mengeluarkan uang masa depan ini ?
• Siapa yang akan mengatur kendali pengawasannya, Bank Sentral Negara mana yang berhak ?
• Bagaimana membedakan yang uang cyber sesungguhnya dengan yang palsu ?
• Bagaimana melindungi kekayaan dalam bentuk uang cyber dari jarahan orang yang tidak berhak ?
• Bagaimana bentuk konversinya ke uang fisik seperti yang kita gunakan sekarang ?
• Dan sederet daftar pertanyaan lain yang perlu dicarikan jawabannya dari waktu ke waktu.
Terlepas dari kemungkinan berbagai masalah yang perlu diantisipasi, dari daftar pertanyaan atau permasalahan tersebut. Dinar dan Dirham akan paling siap menjawab pertanyaan dan permasalahan yang ada, kita lihat jawaban tersebut adalah sebagai berikut :
• Akan diberi nama apa uang ini, apa satuannya dan bagaimana mengukur nilainya ? Namanya tentu Dinar atau Dirham, satuan dan ukurannya mengikuti contoh Rasulullah SAW berdasarkan timbangan penduduk Makkah waktu itu yaitu 1 Mitsqal sama dengan timbangan sekarang 4.25 gr emas untuk 1 Dinar. Perbandingan berat Dinar dan Dirham mengikuti ketentuan Khalifah Umar bin Khattab yaitu 7 Dinar (Mitsqal) sama dengan 10 Dirham, berarti berat 1 Dirham adalah 2.975 gram. Nilainya mengikuti pergerakan permintaan dan penawaran di pasar.
• Siapa yang mau menggunakan uang ini secara luas ? Umat Islam di Seluruh Dunia tentu siap menggunakannya, dan ini berarti sekitar 2.5 milyar penduduk.
• Negara mana atau perusahaan mana yang berhak mengeluarkan uang masa depan ini ? Negara-negara atau bahkan juga mungkin intitusi yang memenuhi syarat ditunjuk dapat menerbitkan uang Dinar dan Dirham – toh ini ini harus dibuat dari bahan emas 22 karat seberat 4.25 gram dan perak murnis seberat 2.975 gram. Siapapun yang membuat tidak terlalu masalah asal memenuhi kriteria standar dan diberi wewenang tersebut.
• Siapa yang akan mengatur kendali pengawasannya, Bank Sentral Negara mana yang berhak ? Bisa disepakati oleh negara-negara Islam seperti OIC (organization of Islamic Countries), WITO (World Islamic Trade Organization) atau kekhalifahan kalau sudah ada.
• Bagaimana membedakan yang uang cyber sesungguhnya dengan yang palsu ? Uang Dinar dan Dirham yang asli selalu bisa diambil secara fisik dimanapun account tersebut berada.
• Bagaimana melindungi kekayaan dalam bentuk uang cyber dari jarahan orang yang tidak berhak ? Dukungan uang fisik Dinar dan Dirham akan membuat uang ini tidak mudah dibobol oleh kejahatan cyber yang paling canggih sekalipun.
• Bagaimana bentuk konversinya ke uang fisik seperti yang kita gunakan sekarang ? Uang Dinar dan Dirham esensinya adalah uang fisik, teknologi hanya sebagai alat bantu untuk memudahkan transaksi tetapi tidak menggantikan kedudukan uang fisik tersebut. Jadi cyber Dinar dan cyber Dirham akan selalu convertible ke Dinar dan Dirham yang seseungguhnya.
• Dan sederet daftar pertanyaan lain yang perlu dicarikan jawabannya dari waktu ke waktu. Islam sebagai agama akhir zaman, insyaallah selalu siap menjawab tantangan kehidupan manusia akhir zaman.
Kamis, 13 Desember 2007
Standar Orang Miskin Dunia Tambah Miskin...
World Bank mengkategorikan orang miskin dalam dua kelompok yaitu pertama Extreme Poverty untuk orang yang hidup dengan penghasilan kurang dari US$ 1 /hari. Kelompok kedua disebut Moderate Poverty yaitu orang yang hidup dengan penghasilan kurang dari US$ 2/hari.
Karena nilai yang dipakai sebagai ukuran adalah US$, dimana angka US$ ini sendiri turun terus nilai daya belinya – artinya orang miskin dunia selain jumlahnya tambah banyak – mereka juga sebenarnya tambah miskin dari waktu ke waktu.
Hal ini sangat berbeda dengan ketentuan dalam Islam yang menggunakan ukuran baku sepanjang zaman, yaitu Dinar atau Dirham. Kita tahu daya beli Dinar stabil sepanjang sejarah, harga kambing di zaman Rasulullah 1 Dinar, maka dengan satu Dinar saat ini (Rp 1,054,000 saat tulisan ini dibuat) kita tetap bisa membeli 1 kambing qurban yang terbesar di Masjid saya. Orang miskin dalam Islam diukur dari kewajibannya. yaitu kewajiban bayar zakat Mal. Orang yang berpenghasilan kurang dari nishab nya yaitu 20 Dinar, maka dia tidak wajib zakat mal , malah berhak menerima zakat.
Mari sekarang kita bandingkan dengan ukuran yang dipakai di dunia saat ini; Orang yang mencapai Extreme Poverty pendapatannya hanya maksimal US$ 365/tahun; ini setara dengan 3.29 Dinar; Sementara yang masuk kategori Moderate Poverty pendapatannya dibawah US$ 730/tahun atau setara 6.58 Dinar. Angka ini trendnya-pun menurun. Sementara itu angka kemiskinan 20 Dinar dalam Islam berlaku sepanjang masa. Dari sini kita bisa belajar bahwa Orang miskin dalam Islam seharunya masih minimal 3 kali lebih kaya dari standar kemiskinan dunia dan angkanya tetap sepanjang zaman yaitu batasan nishab zakat mal yang 20 Dinar.
Mungkin Anda berargumen bahwa ini karena yang dipakai ukuran Dinar – kalau yang dipakai US$ tentu angka kemiskinan akan kelihatan tetap; disinilah justru pointnya. Kalau kita mengukur sesuatu – ukurannya harus terbukti tetap, bukan menurun. Dalam hal harta – ukuran tetap ini adalah daya beli yang tetap bukan angkanya yang tetap. yang terbukti memiliki daya beli tetap sepanjang zaman adalah Dinar – sedangkan US$ dan perbagai mata uang fiat (uang kertas) lainnya apalagi rupiah nilainya turun terus sepanjang zaman.
Beralihlah ke timbangan yang adil, maka kita akan tahu posisi kita yang sebenarnya. Wallahu a’lam.
Karena nilai yang dipakai sebagai ukuran adalah US$, dimana angka US$ ini sendiri turun terus nilai daya belinya – artinya orang miskin dunia selain jumlahnya tambah banyak – mereka juga sebenarnya tambah miskin dari waktu ke waktu.
Hal ini sangat berbeda dengan ketentuan dalam Islam yang menggunakan ukuran baku sepanjang zaman, yaitu Dinar atau Dirham. Kita tahu daya beli Dinar stabil sepanjang sejarah, harga kambing di zaman Rasulullah 1 Dinar, maka dengan satu Dinar saat ini (Rp 1,054,000 saat tulisan ini dibuat) kita tetap bisa membeli 1 kambing qurban yang terbesar di Masjid saya. Orang miskin dalam Islam diukur dari kewajibannya. yaitu kewajiban bayar zakat Mal. Orang yang berpenghasilan kurang dari nishab nya yaitu 20 Dinar, maka dia tidak wajib zakat mal , malah berhak menerima zakat.
Mari sekarang kita bandingkan dengan ukuran yang dipakai di dunia saat ini; Orang yang mencapai Extreme Poverty pendapatannya hanya maksimal US$ 365/tahun; ini setara dengan 3.29 Dinar; Sementara yang masuk kategori Moderate Poverty pendapatannya dibawah US$ 730/tahun atau setara 6.58 Dinar. Angka ini trendnya-pun menurun. Sementara itu angka kemiskinan 20 Dinar dalam Islam berlaku sepanjang masa. Dari sini kita bisa belajar bahwa Orang miskin dalam Islam seharunya masih minimal 3 kali lebih kaya dari standar kemiskinan dunia dan angkanya tetap sepanjang zaman yaitu batasan nishab zakat mal yang 20 Dinar.
Mungkin Anda berargumen bahwa ini karena yang dipakai ukuran Dinar – kalau yang dipakai US$ tentu angka kemiskinan akan kelihatan tetap; disinilah justru pointnya. Kalau kita mengukur sesuatu – ukurannya harus terbukti tetap, bukan menurun. Dalam hal harta – ukuran tetap ini adalah daya beli yang tetap bukan angkanya yang tetap. yang terbukti memiliki daya beli tetap sepanjang zaman adalah Dinar – sedangkan US$ dan perbagai mata uang fiat (uang kertas) lainnya apalagi rupiah nilainya turun terus sepanjang zaman.
Beralihlah ke timbangan yang adil, maka kita akan tahu posisi kita yang sebenarnya. Wallahu a’lam.
Rabu, 12 Desember 2007
Kerusakan Yang Telah Ditimbulkan oleh Sistem Moneter Saat Ini
Awalnya pihak yang berwenang (umumnya bank sentral) mencetak uang fiat tanpa didasari oleh adanya cadangan emas yang seharusnya, kemudian uang ini digandakan oleh dunia perbankan melalui konsep fractional reserve banking melalui proses yang disebut penciptaan uang atau money creation. Melalui proses ini bank komersial hanya diwajibkan memiliki sejumlah cadangan tertentu – misalnya di Indonesia yang disebut Giro Wajib Minimum 5 % dari dana pihak ketiga yang dikelola oleh bank yang bersangkutan. Jadi misalnya Bank A yang menerima dana masyarakat sebesar Rp 20 milyar hanya wajib memiliki cadangan Rp 1 Milyar, sisanya sebesar Rp 19 Milyar dapat dipinjamkan ke pihak lain. Neraca T untuk transaksi tersebut akan terlihat sebagai berikut :
Neraca T Bank A
Cadangan Rp 1,000,000,000 Deposit Rp 20,000,000,000
Pinjaman Rp 19,000,000,000
Kemudian dari deposito tersebut tentu bank akan memberikan bunga, misalnya 8 %. Dan Bank juga menarik bunga dengan tingkat yang lebih tingi ke debiturnya – karena dari sinilah bank hidup – misalnya bunga pinjaman tersebut 12 %. Maka setelah ditambahkan bunganya, Deposito menjadi Rp 21.6 Milyar, angka pinjaman menjadi Rp 21.28 Milyar dan Neraca T menjadi sebagai berikut :
Neraca T Bank A
Cadangan Rp 1,000,000,000 Deposit Rp 21,600,000,000
Pinjaman Rp 21,280,000,000 Keuntungan Rp 680,000,000
Dari neraca tersebut terlihat bahwa cadangan yang hanya Rp 1 Milyar tidak lagi cukup untuk menjadi cadangan wajib dari deposit yang Rp 21.6 milyar, maka pihak bank akan terus mengejar keseimbangan (yang sebenarnya tidak pernah tercapai) tersebut dengan penambahan uang fiat, penambahan cadangan dan terus mengucurkan kredit. Implikasi dari adanya bunga akan membuat perbankan akan secara terus menerus menambah jumlah uang beredar, baik uang fiat maupun uang bank (uang giral) . Pihak ketiga yang mendapatkan pinjaman sebesar Rp 19 Milyar (atau Rp Rp 21.28 Milyar bila termasuk bunga) bisa saja bukan merupakan sektor riil yang akan menggunakan uang pinjamannya untuk kegiatan produksi, pihak ketiga ini bisa berupa Bank lain sebut saja misalnya Bank B. Bank B yang mendapatkan pinjaman sebesar Rp 21.28 Milyar (termasuk bunga), akan mencatatnya sebagai deposit baru Rp 21.28 Milyar, mencadangkan 5 %nya atau Rp 1.09 Milyar dan meminjamkan lagi sisanya yang Rp 20.19 Milyar (plus bunga 14% misalnya menjadi Rp 24.17 Milyar) ke pihak lain – yang cilakanya bisa juga berupa bank lagi. Proses ini terus demikian berputar diantara sejumlah bank sampai tidak ada yang bisa dipinjamkan lagi.
Untuk setiap cadangan baru yang didepositokan di bank, sistem perbankan secara keseluruhan dan secara bersama-sama (tidak bisa dilakukan oleh satu bank saja) akan menciptakan berlipat-lipat uang bank (di Indonesia secara teoritis bisa sampai 20 kali lipat karena cadangan wajib hanya 5%). Ilustrasi kebrikut akan memudahkan kita memahami penggelembungan jumlah uang melalui proses money creation tersebut .
Gambar I. 1. Proses Penciptaan Uang (Money Creation) oleh Perbankan.
Apabila pinjaman disalurkan ke sektor riil yang meningkatkan produksi dan menciptakan lapangan kerja, maka hal ini akan bermanfaat bagi masyarakat karena produksi naik bersamaan juga daya beli masyarakat naik, artinya ada yang menyerap produksi tambahan atau dengan kata lain kenaikan kebutuhan diimbangi dengan kenaikan produksi barang sehingga tidak terjadi kenaikan harga-harga.
Namun kenyataannya yang terjadi di pasar, tidak selalu demikian. Kredit tidak selalu mengalir ke sektor riil, kredit bisa atau bahkan mayoritas lari ke sektor yang tidak produktif seperti properti dan juga kembali ke sektor keuangan (pasar uang atau pasar modal) – sehingga dampaknya tidak meningkatkan produksi atau produksi yang ditimbulkan tidak sepadan dengan kenaikan jumlah uang. Ketika jumlah uang terus naik namun produksi tidak naik, maka akan terjadi kenaikan harga-harga atau inflasi yang menyengsarakan rakyat.
Dipinjamkan ke sector riil-pun apabila sector tersebut tidak langsung berhubungan dengan produksi kebutuhan mayoritas masyarakat, maka kenaikan jumlah uang bank tersebut juga tidak berguna bagi masyarakat – malah akan menjadi beban masyarakat. Ambil contoh misalnya uang bank untuk menguasai tanah yang luas untuk lapangan golf dan property lain berupa rumah-rumah mewah di sekitar lapangan golf tersebut yang tidak pernah ditinggali secara permanen oleh pemiliknya.
Apabila uang bank tersebut mengalir ke sector yang tidak produktif seperti pada investasi property tersebut diatas, maka harga property akan naik terus menerus melebihi harga yang wajar untuk properti tersebut. Demikian juga apabila uang bank dipakai untuk bermain di pasar saham, maka harga saham juga demikian, akan naik terus tanpa didukung oleh pertumbuhan produksi sektor riil. Cepat atau lambat para pelaku pasar akan segera menyadari kekeliruannya berinvestasi di property atau saham tersebut dengan harga-harga yang terlalu mahal dan menggunakan uang pinjaman, ketika mereka sadar – rata-rata sudah terlambat – maka terjadilah krisis ekonomi seperti yang kita alami tahun 1997-1998.
Ketika krisis terjadi, harga saham dan properti hancur, bank-bank menyita asset para debitur tetapi tidak laku lagi dijual. Banyak perusahaan bangkrut, lapangan pekerjaan menghilang dan kemiskinan terus membubung. Ketika kemiskinan merajalelala dan angka pengangguran begitu tinggi, sungguh tidak mudah bagi siapapun. Pada saat buku ini ditulis, akhir 2006 – atau 9 tahun sejak krisis bermula - belum nampak benar ekonomi di negeri ini pulih. Bahkan yang terjadi sebaliknya, jumlah penduduk miskin mencapai 39.5 juta dan pengangguran mencapai 11 % . Dilain pihak para pemain saham berpesta pora kembali dengan harga-harga saham yang kembali membubung tinggi yang ditandai dengan kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta (BEJ) melampui titik tertingginya dalam sejarah yaitu mencapai angka 1,805 .
Kita tahu dari krisis sebelumnya bahwa harga-harga saham yang tinggi yang tidak didukung oleh pertumbuhan sektor riil bisa menjadi awal dari krisis berikutnya. Lantas apakah kita akan mengalami krisis berikutnya sementara akibat dari krisis 9 tahun lalu belum pulih benar ?, hanya Allah yang tahu jawabannya.
Lebih buruk dari krisis ekonomi adalah krisis keadilan ekonomi seperti yang kita rasakan sekarang. Betapa sumber-sumber ekonomi seperti tanah yang luas di dalam dan seputar kota besar seperti Jakarta, pusat-pusat perdagangan dan industri-industri bahan pokok semua dikuasai oleh segelintir orang dengan menggunakan uang bank atau uang giral, uang yang diciptakan oleh perbankan dari awang-awang seperti diilustrasikan di Gambar I.1. Masyarakat luas yang tidak memiliki akses terhadap kapital atau uang bank ini makin lama makin termarginalkan.
Kita sebagai bangsa yang merdeka telah memiliki pengalaman yang begitu pahit, bahwa karena kita tidak menggunakan mata uang yang benar-benar memiliki nilai intrinsik seperti Dinar dan Dirham, mata uang kita begitu mudah hancur atau dihancurkan. Dampak kehancuran mata uang ini tidak berhenti disini, yang paling menyedihkan adalah kita benar-benar bisa kehilangan kedaulatan atas negeri ini – minimal kedaulatan ekonomi. Masih segar di ingatan kita, bagaimana pada tanggal 15 Januari 1998, Presiden Republik ini harus mengikuti kemauan IMF dengan menanda tangani 50 butir kesepakatan. Di butir-butir tersebut-lah Indonesia kehilangan kedaulatan ekonominya sejak 15 Januari 1998 . Berikut adalah sebagian kecil dari butir-butir kesepakatan dengan IMF (International Monetary Fund) yang menunjukkan bahwa kedaulatan ekonomi dan moneter itu lepas dari tangan kita :
1. Pemerintah diharuskan membuat Undang-Undang Bank Indonesia yang otonom, dan akhirnya pemerintah memang membuat undang-undang yang dimaksud, maka lahirlah Undang-undang no 23 tahun 1999 Tentang Bank Indonesia. Pertanyaannya adalah, seandainya Indonesia masih berdaulat mengapa untuk membuat Undang-Undang yang begitu penting harus dipaksakan oleh pihak asing ?. Kalau Undang-Undangnya dipaksakan oleh pihak asing – yang diwakili oleh IMF waktu itu, terus untuk kepentingan siapa Undang-Undang ini dibuat ?. Dalam salah satu pasal Articles of Agreement of the IMF (Arcticle V section 1) memang diatur bahwa IMF hanya mau berhubungan dengan bank sentral dari negara anggota, lahirnya Undang-Undang no 23 tersebut tentu sejalan dengan kemauan IMF. Lantas hal ini menyisakan pertanyaan besar – siapa yang mengendalikan uang di negeri ini ?. Dengan Undang-undang ini Bank Indonesia memang akhirnya mendapatkan otonominya yang penuh, tidak ada siapapun yang bisa mempengaruhinya (Pasal 4 ayat 2) termasuk Pemerintah Indonesia. Tetapi ironisnya justru Bank Indonesia tidak bisa lepas dari pengaruh IMF karena harus tunduk pada Articles of Agreement of the IMF seperti yang diatur antara lain dalam beberapa contoh pasal-pasal berikut :
a. Article V Section 1, menyatakan bahwa IMF hanya berhubungan dengan bank sentral (atau institusi sejenis, tetapi bukan pemerintah) dari negara anggota.
b. Article IV Section 2, menyatakan bahwa sebagai anggota IMF harus mengikuti aturan IMF dalam hal nilai tukar uangnya, termasuk didalamnya larangan menggunakan emas sebagai patokan nilai tukar.
c. Article IV Section 3.a., menyatakan bahwa IMF memiliki hak untuk mengawasi kebijakan moneter yang ditempuh oleh anggota, termasuk mengawasi kepatuhan negara anggota terhadap aturan IMF.
d. Article VIII Section 5, menyatakan bahwa sebagai anggota harus selalu melaporkan ke IMF untuk hal-hal yang menyangkut cadangan emas, produksi emas, export import emas, neraca perdagangan internasional dan hal-hal detil lainnya.
Pengaruh IMF terhadap kebijakan-kebijakan Bank Indonesia tersebut tentu memiliki dampak yang sangat luas terhadap Perbankan Indonesia karena seluruh perbankan di Indonesia dikendalikan oleh Bank Indonesia. Dampak lebih jauh lagi karena perbankan juga menjadi tulang punggung perekonomian, maka perekonomian Indonesiapun tidak bisa lepas dari pengaruh kendali IMF. Butir-butir sesudah ini hanya mendambah panjang daftar bukti yang menunjukkan lepasnya kedaulatan ekononomi itu dari pemimpin negeri ini.
2. Pemerintah harus membuat perubahan Undang-Undang yang mencabut batasan kepemilikan asing pada bank-bank yang sudah go public. Inipun sudah dilaksanakan, maka ramai-ramailah pihak asing menguasai perbankan di Indonesia satu demi satu sampai sekarang.
3. IMF pula yang mendorong merger empat bank pemerintah menjadi satu dan mendorong satu lagi bank pemerintah untuk go publik. Apa manfaatnya bagi IMF langkah ini, tentu kawan-kawan yang bergerak di dunia perbankan lebih tahu.
4. Pemerintah Indonesia harus secara bertahap menurunkan tariff pajak untuk produk pertanian non-pangan dari luar sampai akhirnya tercapai maksimum pajak 10 %. Ini tentu akan membuat produk pertanian non-pangan asing menjadi sangat kompetitif di pasar ini dan dapat menyingkirkan produk local sejenis.
5. Pemerintah harus menurunkan tariff bahan kimia, baja, metal dan alat-alat perikanan sampai dikisaran 5%-10%. Mirip dengan no 4, produsen lokal pelan-pelan bisa tersingkir oleh pemain asing.
6. Pemerintah harus menurunkan pajak export untuk kayu gelondongan, kayu gergajian, rotan dan mineral maximum pada angka 30%. Dampak dari hal ini adalah berpindahnya proses yang memberi nilai tambah dari dalam negeri ke luar negeri. Indonesia dikeruk hasil hutan dan mineralnya dengan nilai tambah yang minimal, nilai tambah yang lebih besar dinikmati oleh para pemain asing.
7. Pemerintah harus mencabut larangan export minyak sawit dan boleh menggantinya dengan pajak export maximum 40 %. Minyak goreng yang sangat dibutuhkan oleh penduduk negeri ini, yang waktu itu sempat langka – justru harus di export lagi-lagi untuk kepentingan pihak asing – dimana lagi mereka bisa memperoleh minyak sawit yang masih murah ?.
8. Pemerintah harus menambah saham yang dilepas ke publik dari Badan Usaha Milik Negara, minimal hal ini harus dilakukan untuk perusahaan yang bergerak di telekomunikasi domestik maupun internasional. Diawali kesepakatan dengan IMF inilah dalam waktu yang kurang dari lima tahun akhirnya kita benar-benar kehilangan perusahaan telekomunikasi kita yang sangat vital yaitu Indosat.
Hal-hal tersebut diatas, baru 8 dari 50 butir kesepakatan pemerintah Indonesia dengan IMF. Namun dari contoh-contoh ini, dengan gamblang kita bisa membaca begitu kentalnya kepentingan korporasi asing besar, pemerintah asing dan institusi asing (yang oleh John Perkins disebut sebgai korporatokrasi ) yang mendiktekan kepentingan mereka ketika kita dalam posisi yang sangat lemah, yang diawali oleh kehancuran atau penghancuran nilai mata uang Rupiah kita.
Penjajahan ekonomi ala IMF ini mirip dengan catatan sejarah kita 400 tahun lalu, berikut petikannya :
Pada abad ke-17 dan 18 Hindia-Belanda tidak dikuasai secara langsung oleh pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan Hindia Timur Belanda (bahasa Belanda: Verenigde Oostindische Compagnie atau VOC). VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan dan aktivitas kolonial di wilayah tersebut oleh Parlemen Belanda pada tahun 1602. Markasnya berada di Batavia, yang kini bernama Jakarta.
Tujuan utama VOC adalah mempertahankan monopolinya terhadap perdagangan rempah-rempah di Nusantara. Hal ini dilakukan melalui penggunaan dan ancaman kekerasan terhadap penduduk di kepulauan-kepulauan penghasil rempah-rempah, dan terhadap orang-orang non-Belanda yang mencoba berdagang dengan para penduduk tersebut. Contohnya, ketika penduduk Kepulauan Banda terus menjual biji pala kepada pedagang Inggris, pasukan Belanda membunuh atau mendeportasi hampir seluruh populasi dan kemudian mempopulasikan pulau-pulau tersebut dengan pembantu-pembantu atau budak-budak yang bekerja di perkebunan pala.
VOC menjadi terlibat dalam politik internal Jawa pada masa itu, dan bertempur dalam beberapa peperangan yang melibatkan pemimpin Mataram dan Banten.
Jadi kehilangan kedaulatan dibidang ekonomi yang kita alami sekarang sebenarnya hanya pengulangan sejarah yang pernah terjadi di Indonesia empat abad silam, secara visual kehilangan kedaulatan ini seolah tercermin dari foto yang menghiasi halaman media masa setelah kesepakatan tersebut ditanda tangani oleh Presiden Republik Indonesia didepan petinggi IMF saat itu - Michel Camdessus.
Mirip juga dengan VOC yang menjajah Indonesia 400 tahun yang lalu, penjajahan ekonomi ala IMF juga dapat menjadi penyebab (atau paling tidak ikut mendorong) kejatuhan sebuah pemerintahan di negara yang seharusnya berdaulat seperti Indonesia. Berikut fakta yang terkait dengan uang Rupiah, Keterlibatan IMF dan kejatuhan Presiden Republik Indonesia tahun 1998 menurut versi Steve H. Hanke – profesor ekonomi terapan dari John Hopkin University, beliau ini adalah ekonom yang pernah diundang Presiden R.I untuk memberi solusi alternatif selain solusi IMF yang waktu itu sebenarnya sudah diragukan :
• Akhir Januari 1998 Presiden Republik Indonesia meragukan kemanjuran obat yang ditawarkan IMF untuk menyembuhkan rupiah yang hancur, oleh karenanya dicari solusi diluar IMF yang kemudian terkenal dengan istilah Currency Board yaitu membuat Rupiah memiliki kurs tetap terhadap Dollar Amerika pada nilai tertentu. Solusi alternatif ini ternyata membuat IMF dan pemerintah Amerika Serikat sangat marah. Bill Clinton dan Michel Camdessus (direktur IMF waktu itu) mengancam Indonesia mau memilih solusi Currency Board atau bantuan pinjaman US$ 43 milyar untuk menyelesaikan krisis yang sedang dialami.
• Serangan terhadap Currency Board bertubi-tubi, bukan hanya dari Amerika Serikat dan IMF, namun juga dari para ekonom Indonesia sendiri. Dukungan terhadap solusi Currency Board yang sebenarnya juga ada, malah dukungan ini datang dari para ekonom pemenang hadiah Nobel dibidang ekonomi seperti Gary Becker , Milton Friedman , Merton Miller dan Robert Mundell . Namun dukungan ini kalah publikasi dengan yang menentangnya. Maka akhirnya ide Currency Board ditinggalkan.
• Ketika ide alternatif berupa Currency Board ditinggalkan, toh akhirnya solusi IMF terbukti tidak juga manjur menyembuhkan krisis moneter Indonesia. Bersamaan dengan terus memburuknya Rupiah ini jatuhlah pemerintahan Indonesia waktu itu.
• Kesengajaan IMF dan pemerintah Amerika untuk menggunakan kehancuran rupiah untuk alasan politis waktu itu terungkap dari komentar Perdana Menteri Australia Paul Keating, ”Treasury Amerika Serikat telah sungguh dengan sengaja menggunakan kehancuran ekonomi untuk mengeluarkan Presiden Suharto”.
• Pengakuan juga datang dari Lawrence Eagleberger yang waktu itu menjabat sebagai US Secretary of State, ”Kita telah dengan sangat cerdik mendukung IMF untuk mengusir Suharto”.
• Bahkan peran politik IMF ini akhirnya diakui sendiri oleh Michel Camdessus pada saat menjelang pensiunnya, ”Kita telah menciptakan kondisi yang memaksa Presiden Suharto meninggalkan pekerjaannya”.
Karena buku ini bukan buku politik, maka kita tidak membahas kebenaran sejarah versi salah satu pelaku tersebut, kami juga tidak memihak apakah Presiden Republik Indonesia harus jatuh saat itu atau tidak. Yang ingin kami tekankan disini adalah kita bisa simpulkan bahwa uang fiat yang seharusnya netral telah terbukti dapat dipermainkan untuk kepentingan politik dengan mengorbankan kepentingan seluruh warga negara Indonesia yang mayoritasnya adalah umat Islam. Kesimpulan kedua adalah bahkan solusi yang secara ilmiah didukung oleh empat orang pemenang hadiah nobel dibidangnya sekalipun, bisa kalah oleh publikasi negatif yang digerakkan oleh kepentingan politik global. Dari sini kita bisa tahu betapa besar tantangan yang kita hadapi untuk meluruskan ekonomi umat ini agar tidak dijajah secara ekonomi terus menerus oleh kepentingan bangsa lain.
Dari tataran usaha manusia, kita tahu bahwa krisis yang pernah terjadi antara lain diawali dari uang fiat yang bisa dicetak terus menerus, yang kemudian ditumbuhkan jumlahnya oleh sistem fractional reserve banking, kemudian didorong terus menerus dengan bunga perbankan yang sudah jelas riba-nya berdasarkan keputusan Majelis Ulama Indonesia. Setelah kita tahu bahwa sistem inilah yang menyebabkan krisis yang sulit disembuhkan bahkan ada gejala kekambuhan krisis berikutnya, maka apakah tidak terfikir oleh kita untuk mencari solusi ?. Usia kita mungkin tidak panjang untuk mencari solusi yang sifatnya coba-coba atau trial and error, solusi yang akan kita bangun kali ini harus memiliki tingkat kepastian yang tinggi akan keberhasilannya. Lantas apa ada solusi yang demikian pasti hasilnya ?. Tentu ada kalau kita benar-benar beriman. Karena ini janji Allah terhadap umat akhir zaman, dengan tuntunan akhir zaman, maka apa yang dijanjikan Allah pasti benarnya dan pasti ada solusi untuk seluruh masalah manusia sampai akhir zaman – termasuk solusi atas masalah perekonomian bangsa ini.
Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. QS 65:2.
Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. QS 65:4.
Neraca T Bank A
Cadangan Rp 1,000,000,000 Deposit Rp 20,000,000,000
Pinjaman Rp 19,000,000,000
Kemudian dari deposito tersebut tentu bank akan memberikan bunga, misalnya 8 %. Dan Bank juga menarik bunga dengan tingkat yang lebih tingi ke debiturnya – karena dari sinilah bank hidup – misalnya bunga pinjaman tersebut 12 %. Maka setelah ditambahkan bunganya, Deposito menjadi Rp 21.6 Milyar, angka pinjaman menjadi Rp 21.28 Milyar dan Neraca T menjadi sebagai berikut :
Neraca T Bank A
Cadangan Rp 1,000,000,000 Deposit Rp 21,600,000,000
Pinjaman Rp 21,280,000,000 Keuntungan Rp 680,000,000
Dari neraca tersebut terlihat bahwa cadangan yang hanya Rp 1 Milyar tidak lagi cukup untuk menjadi cadangan wajib dari deposit yang Rp 21.6 milyar, maka pihak bank akan terus mengejar keseimbangan (yang sebenarnya tidak pernah tercapai) tersebut dengan penambahan uang fiat, penambahan cadangan dan terus mengucurkan kredit. Implikasi dari adanya bunga akan membuat perbankan akan secara terus menerus menambah jumlah uang beredar, baik uang fiat maupun uang bank (uang giral) . Pihak ketiga yang mendapatkan pinjaman sebesar Rp 19 Milyar (atau Rp Rp 21.28 Milyar bila termasuk bunga) bisa saja bukan merupakan sektor riil yang akan menggunakan uang pinjamannya untuk kegiatan produksi, pihak ketiga ini bisa berupa Bank lain sebut saja misalnya Bank B. Bank B yang mendapatkan pinjaman sebesar Rp 21.28 Milyar (termasuk bunga), akan mencatatnya sebagai deposit baru Rp 21.28 Milyar, mencadangkan 5 %nya atau Rp 1.09 Milyar dan meminjamkan lagi sisanya yang Rp 20.19 Milyar (plus bunga 14% misalnya menjadi Rp 24.17 Milyar) ke pihak lain – yang cilakanya bisa juga berupa bank lagi. Proses ini terus demikian berputar diantara sejumlah bank sampai tidak ada yang bisa dipinjamkan lagi.
Untuk setiap cadangan baru yang didepositokan di bank, sistem perbankan secara keseluruhan dan secara bersama-sama (tidak bisa dilakukan oleh satu bank saja) akan menciptakan berlipat-lipat uang bank (di Indonesia secara teoritis bisa sampai 20 kali lipat karena cadangan wajib hanya 5%). Ilustrasi kebrikut akan memudahkan kita memahami penggelembungan jumlah uang melalui proses money creation tersebut .
Gambar I. 1. Proses Penciptaan Uang (Money Creation) oleh Perbankan.
Apabila pinjaman disalurkan ke sektor riil yang meningkatkan produksi dan menciptakan lapangan kerja, maka hal ini akan bermanfaat bagi masyarakat karena produksi naik bersamaan juga daya beli masyarakat naik, artinya ada yang menyerap produksi tambahan atau dengan kata lain kenaikan kebutuhan diimbangi dengan kenaikan produksi barang sehingga tidak terjadi kenaikan harga-harga.
Namun kenyataannya yang terjadi di pasar, tidak selalu demikian. Kredit tidak selalu mengalir ke sektor riil, kredit bisa atau bahkan mayoritas lari ke sektor yang tidak produktif seperti properti dan juga kembali ke sektor keuangan (pasar uang atau pasar modal) – sehingga dampaknya tidak meningkatkan produksi atau produksi yang ditimbulkan tidak sepadan dengan kenaikan jumlah uang. Ketika jumlah uang terus naik namun produksi tidak naik, maka akan terjadi kenaikan harga-harga atau inflasi yang menyengsarakan rakyat.
Dipinjamkan ke sector riil-pun apabila sector tersebut tidak langsung berhubungan dengan produksi kebutuhan mayoritas masyarakat, maka kenaikan jumlah uang bank tersebut juga tidak berguna bagi masyarakat – malah akan menjadi beban masyarakat. Ambil contoh misalnya uang bank untuk menguasai tanah yang luas untuk lapangan golf dan property lain berupa rumah-rumah mewah di sekitar lapangan golf tersebut yang tidak pernah ditinggali secara permanen oleh pemiliknya.
Apabila uang bank tersebut mengalir ke sector yang tidak produktif seperti pada investasi property tersebut diatas, maka harga property akan naik terus menerus melebihi harga yang wajar untuk properti tersebut. Demikian juga apabila uang bank dipakai untuk bermain di pasar saham, maka harga saham juga demikian, akan naik terus tanpa didukung oleh pertumbuhan produksi sektor riil. Cepat atau lambat para pelaku pasar akan segera menyadari kekeliruannya berinvestasi di property atau saham tersebut dengan harga-harga yang terlalu mahal dan menggunakan uang pinjaman, ketika mereka sadar – rata-rata sudah terlambat – maka terjadilah krisis ekonomi seperti yang kita alami tahun 1997-1998.
Ketika krisis terjadi, harga saham dan properti hancur, bank-bank menyita asset para debitur tetapi tidak laku lagi dijual. Banyak perusahaan bangkrut, lapangan pekerjaan menghilang dan kemiskinan terus membubung. Ketika kemiskinan merajalelala dan angka pengangguran begitu tinggi, sungguh tidak mudah bagi siapapun. Pada saat buku ini ditulis, akhir 2006 – atau 9 tahun sejak krisis bermula - belum nampak benar ekonomi di negeri ini pulih. Bahkan yang terjadi sebaliknya, jumlah penduduk miskin mencapai 39.5 juta dan pengangguran mencapai 11 % . Dilain pihak para pemain saham berpesta pora kembali dengan harga-harga saham yang kembali membubung tinggi yang ditandai dengan kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta (BEJ) melampui titik tertingginya dalam sejarah yaitu mencapai angka 1,805 .
Kita tahu dari krisis sebelumnya bahwa harga-harga saham yang tinggi yang tidak didukung oleh pertumbuhan sektor riil bisa menjadi awal dari krisis berikutnya. Lantas apakah kita akan mengalami krisis berikutnya sementara akibat dari krisis 9 tahun lalu belum pulih benar ?, hanya Allah yang tahu jawabannya.
Lebih buruk dari krisis ekonomi adalah krisis keadilan ekonomi seperti yang kita rasakan sekarang. Betapa sumber-sumber ekonomi seperti tanah yang luas di dalam dan seputar kota besar seperti Jakarta, pusat-pusat perdagangan dan industri-industri bahan pokok semua dikuasai oleh segelintir orang dengan menggunakan uang bank atau uang giral, uang yang diciptakan oleh perbankan dari awang-awang seperti diilustrasikan di Gambar I.1. Masyarakat luas yang tidak memiliki akses terhadap kapital atau uang bank ini makin lama makin termarginalkan.
Kita sebagai bangsa yang merdeka telah memiliki pengalaman yang begitu pahit, bahwa karena kita tidak menggunakan mata uang yang benar-benar memiliki nilai intrinsik seperti Dinar dan Dirham, mata uang kita begitu mudah hancur atau dihancurkan. Dampak kehancuran mata uang ini tidak berhenti disini, yang paling menyedihkan adalah kita benar-benar bisa kehilangan kedaulatan atas negeri ini – minimal kedaulatan ekonomi. Masih segar di ingatan kita, bagaimana pada tanggal 15 Januari 1998, Presiden Republik ini harus mengikuti kemauan IMF dengan menanda tangani 50 butir kesepakatan. Di butir-butir tersebut-lah Indonesia kehilangan kedaulatan ekonominya sejak 15 Januari 1998 . Berikut adalah sebagian kecil dari butir-butir kesepakatan dengan IMF (International Monetary Fund) yang menunjukkan bahwa kedaulatan ekonomi dan moneter itu lepas dari tangan kita :
1. Pemerintah diharuskan membuat Undang-Undang Bank Indonesia yang otonom, dan akhirnya pemerintah memang membuat undang-undang yang dimaksud, maka lahirlah Undang-undang no 23 tahun 1999 Tentang Bank Indonesia. Pertanyaannya adalah, seandainya Indonesia masih berdaulat mengapa untuk membuat Undang-Undang yang begitu penting harus dipaksakan oleh pihak asing ?. Kalau Undang-Undangnya dipaksakan oleh pihak asing – yang diwakili oleh IMF waktu itu, terus untuk kepentingan siapa Undang-Undang ini dibuat ?. Dalam salah satu pasal Articles of Agreement of the IMF (Arcticle V section 1) memang diatur bahwa IMF hanya mau berhubungan dengan bank sentral dari negara anggota, lahirnya Undang-Undang no 23 tersebut tentu sejalan dengan kemauan IMF. Lantas hal ini menyisakan pertanyaan besar – siapa yang mengendalikan uang di negeri ini ?. Dengan Undang-undang ini Bank Indonesia memang akhirnya mendapatkan otonominya yang penuh, tidak ada siapapun yang bisa mempengaruhinya (Pasal 4 ayat 2) termasuk Pemerintah Indonesia. Tetapi ironisnya justru Bank Indonesia tidak bisa lepas dari pengaruh IMF karena harus tunduk pada Articles of Agreement of the IMF seperti yang diatur antara lain dalam beberapa contoh pasal-pasal berikut :
a. Article V Section 1, menyatakan bahwa IMF hanya berhubungan dengan bank sentral (atau institusi sejenis, tetapi bukan pemerintah) dari negara anggota.
b. Article IV Section 2, menyatakan bahwa sebagai anggota IMF harus mengikuti aturan IMF dalam hal nilai tukar uangnya, termasuk didalamnya larangan menggunakan emas sebagai patokan nilai tukar.
c. Article IV Section 3.a., menyatakan bahwa IMF memiliki hak untuk mengawasi kebijakan moneter yang ditempuh oleh anggota, termasuk mengawasi kepatuhan negara anggota terhadap aturan IMF.
d. Article VIII Section 5, menyatakan bahwa sebagai anggota harus selalu melaporkan ke IMF untuk hal-hal yang menyangkut cadangan emas, produksi emas, export import emas, neraca perdagangan internasional dan hal-hal detil lainnya.
Pengaruh IMF terhadap kebijakan-kebijakan Bank Indonesia tersebut tentu memiliki dampak yang sangat luas terhadap Perbankan Indonesia karena seluruh perbankan di Indonesia dikendalikan oleh Bank Indonesia. Dampak lebih jauh lagi karena perbankan juga menjadi tulang punggung perekonomian, maka perekonomian Indonesiapun tidak bisa lepas dari pengaruh kendali IMF. Butir-butir sesudah ini hanya mendambah panjang daftar bukti yang menunjukkan lepasnya kedaulatan ekononomi itu dari pemimpin negeri ini.
2. Pemerintah harus membuat perubahan Undang-Undang yang mencabut batasan kepemilikan asing pada bank-bank yang sudah go public. Inipun sudah dilaksanakan, maka ramai-ramailah pihak asing menguasai perbankan di Indonesia satu demi satu sampai sekarang.
3. IMF pula yang mendorong merger empat bank pemerintah menjadi satu dan mendorong satu lagi bank pemerintah untuk go publik. Apa manfaatnya bagi IMF langkah ini, tentu kawan-kawan yang bergerak di dunia perbankan lebih tahu.
4. Pemerintah Indonesia harus secara bertahap menurunkan tariff pajak untuk produk pertanian non-pangan dari luar sampai akhirnya tercapai maksimum pajak 10 %. Ini tentu akan membuat produk pertanian non-pangan asing menjadi sangat kompetitif di pasar ini dan dapat menyingkirkan produk local sejenis.
5. Pemerintah harus menurunkan tariff bahan kimia, baja, metal dan alat-alat perikanan sampai dikisaran 5%-10%. Mirip dengan no 4, produsen lokal pelan-pelan bisa tersingkir oleh pemain asing.
6. Pemerintah harus menurunkan pajak export untuk kayu gelondongan, kayu gergajian, rotan dan mineral maximum pada angka 30%. Dampak dari hal ini adalah berpindahnya proses yang memberi nilai tambah dari dalam negeri ke luar negeri. Indonesia dikeruk hasil hutan dan mineralnya dengan nilai tambah yang minimal, nilai tambah yang lebih besar dinikmati oleh para pemain asing.
7. Pemerintah harus mencabut larangan export minyak sawit dan boleh menggantinya dengan pajak export maximum 40 %. Minyak goreng yang sangat dibutuhkan oleh penduduk negeri ini, yang waktu itu sempat langka – justru harus di export lagi-lagi untuk kepentingan pihak asing – dimana lagi mereka bisa memperoleh minyak sawit yang masih murah ?.
8. Pemerintah harus menambah saham yang dilepas ke publik dari Badan Usaha Milik Negara, minimal hal ini harus dilakukan untuk perusahaan yang bergerak di telekomunikasi domestik maupun internasional. Diawali kesepakatan dengan IMF inilah dalam waktu yang kurang dari lima tahun akhirnya kita benar-benar kehilangan perusahaan telekomunikasi kita yang sangat vital yaitu Indosat.
Hal-hal tersebut diatas, baru 8 dari 50 butir kesepakatan pemerintah Indonesia dengan IMF. Namun dari contoh-contoh ini, dengan gamblang kita bisa membaca begitu kentalnya kepentingan korporasi asing besar, pemerintah asing dan institusi asing (yang oleh John Perkins disebut sebgai korporatokrasi ) yang mendiktekan kepentingan mereka ketika kita dalam posisi yang sangat lemah, yang diawali oleh kehancuran atau penghancuran nilai mata uang Rupiah kita.
Penjajahan ekonomi ala IMF ini mirip dengan catatan sejarah kita 400 tahun lalu, berikut petikannya :
Pada abad ke-17 dan 18 Hindia-Belanda tidak dikuasai secara langsung oleh pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan Hindia Timur Belanda (bahasa Belanda: Verenigde Oostindische Compagnie atau VOC). VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan dan aktivitas kolonial di wilayah tersebut oleh Parlemen Belanda pada tahun 1602. Markasnya berada di Batavia, yang kini bernama Jakarta.
Tujuan utama VOC adalah mempertahankan monopolinya terhadap perdagangan rempah-rempah di Nusantara. Hal ini dilakukan melalui penggunaan dan ancaman kekerasan terhadap penduduk di kepulauan-kepulauan penghasil rempah-rempah, dan terhadap orang-orang non-Belanda yang mencoba berdagang dengan para penduduk tersebut. Contohnya, ketika penduduk Kepulauan Banda terus menjual biji pala kepada pedagang Inggris, pasukan Belanda membunuh atau mendeportasi hampir seluruh populasi dan kemudian mempopulasikan pulau-pulau tersebut dengan pembantu-pembantu atau budak-budak yang bekerja di perkebunan pala.
VOC menjadi terlibat dalam politik internal Jawa pada masa itu, dan bertempur dalam beberapa peperangan yang melibatkan pemimpin Mataram dan Banten.
Jadi kehilangan kedaulatan dibidang ekonomi yang kita alami sekarang sebenarnya hanya pengulangan sejarah yang pernah terjadi di Indonesia empat abad silam, secara visual kehilangan kedaulatan ini seolah tercermin dari foto yang menghiasi halaman media masa setelah kesepakatan tersebut ditanda tangani oleh Presiden Republik Indonesia didepan petinggi IMF saat itu - Michel Camdessus.
Mirip juga dengan VOC yang menjajah Indonesia 400 tahun yang lalu, penjajahan ekonomi ala IMF juga dapat menjadi penyebab (atau paling tidak ikut mendorong) kejatuhan sebuah pemerintahan di negara yang seharusnya berdaulat seperti Indonesia. Berikut fakta yang terkait dengan uang Rupiah, Keterlibatan IMF dan kejatuhan Presiden Republik Indonesia tahun 1998 menurut versi Steve H. Hanke – profesor ekonomi terapan dari John Hopkin University, beliau ini adalah ekonom yang pernah diundang Presiden R.I untuk memberi solusi alternatif selain solusi IMF yang waktu itu sebenarnya sudah diragukan :
• Akhir Januari 1998 Presiden Republik Indonesia meragukan kemanjuran obat yang ditawarkan IMF untuk menyembuhkan rupiah yang hancur, oleh karenanya dicari solusi diluar IMF yang kemudian terkenal dengan istilah Currency Board yaitu membuat Rupiah memiliki kurs tetap terhadap Dollar Amerika pada nilai tertentu. Solusi alternatif ini ternyata membuat IMF dan pemerintah Amerika Serikat sangat marah. Bill Clinton dan Michel Camdessus (direktur IMF waktu itu) mengancam Indonesia mau memilih solusi Currency Board atau bantuan pinjaman US$ 43 milyar untuk menyelesaikan krisis yang sedang dialami.
• Serangan terhadap Currency Board bertubi-tubi, bukan hanya dari Amerika Serikat dan IMF, namun juga dari para ekonom Indonesia sendiri. Dukungan terhadap solusi Currency Board yang sebenarnya juga ada, malah dukungan ini datang dari para ekonom pemenang hadiah Nobel dibidang ekonomi seperti Gary Becker , Milton Friedman , Merton Miller dan Robert Mundell . Namun dukungan ini kalah publikasi dengan yang menentangnya. Maka akhirnya ide Currency Board ditinggalkan.
• Ketika ide alternatif berupa Currency Board ditinggalkan, toh akhirnya solusi IMF terbukti tidak juga manjur menyembuhkan krisis moneter Indonesia. Bersamaan dengan terus memburuknya Rupiah ini jatuhlah pemerintahan Indonesia waktu itu.
• Kesengajaan IMF dan pemerintah Amerika untuk menggunakan kehancuran rupiah untuk alasan politis waktu itu terungkap dari komentar Perdana Menteri Australia Paul Keating, ”Treasury Amerika Serikat telah sungguh dengan sengaja menggunakan kehancuran ekonomi untuk mengeluarkan Presiden Suharto”.
• Pengakuan juga datang dari Lawrence Eagleberger yang waktu itu menjabat sebagai US Secretary of State, ”Kita telah dengan sangat cerdik mendukung IMF untuk mengusir Suharto”.
• Bahkan peran politik IMF ini akhirnya diakui sendiri oleh Michel Camdessus pada saat menjelang pensiunnya, ”Kita telah menciptakan kondisi yang memaksa Presiden Suharto meninggalkan pekerjaannya”.
Karena buku ini bukan buku politik, maka kita tidak membahas kebenaran sejarah versi salah satu pelaku tersebut, kami juga tidak memihak apakah Presiden Republik Indonesia harus jatuh saat itu atau tidak. Yang ingin kami tekankan disini adalah kita bisa simpulkan bahwa uang fiat yang seharusnya netral telah terbukti dapat dipermainkan untuk kepentingan politik dengan mengorbankan kepentingan seluruh warga negara Indonesia yang mayoritasnya adalah umat Islam. Kesimpulan kedua adalah bahkan solusi yang secara ilmiah didukung oleh empat orang pemenang hadiah nobel dibidangnya sekalipun, bisa kalah oleh publikasi negatif yang digerakkan oleh kepentingan politik global. Dari sini kita bisa tahu betapa besar tantangan yang kita hadapi untuk meluruskan ekonomi umat ini agar tidak dijajah secara ekonomi terus menerus oleh kepentingan bangsa lain.
Dari tataran usaha manusia, kita tahu bahwa krisis yang pernah terjadi antara lain diawali dari uang fiat yang bisa dicetak terus menerus, yang kemudian ditumbuhkan jumlahnya oleh sistem fractional reserve banking, kemudian didorong terus menerus dengan bunga perbankan yang sudah jelas riba-nya berdasarkan keputusan Majelis Ulama Indonesia. Setelah kita tahu bahwa sistem inilah yang menyebabkan krisis yang sulit disembuhkan bahkan ada gejala kekambuhan krisis berikutnya, maka apakah tidak terfikir oleh kita untuk mencari solusi ?. Usia kita mungkin tidak panjang untuk mencari solusi yang sifatnya coba-coba atau trial and error, solusi yang akan kita bangun kali ini harus memiliki tingkat kepastian yang tinggi akan keberhasilannya. Lantas apa ada solusi yang demikian pasti hasilnya ?. Tentu ada kalau kita benar-benar beriman. Karena ini janji Allah terhadap umat akhir zaman, dengan tuntunan akhir zaman, maka apa yang dijanjikan Allah pasti benarnya dan pasti ada solusi untuk seluruh masalah manusia sampai akhir zaman – termasuk solusi atas masalah perekonomian bangsa ini.
Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. QS 65:2.
Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. QS 65:4.
Label:
Bank Sentral,
IMF,
Uang Bank,
Uang Fiat
Belajar Dari Kesuksesan Abdurrahman bin Auf Dalam Berdagang
Selain dari diri Rasulullah yang terdapat contoh yang sempurna, kita juga bisa belajar dari sahabat-sahabat Beliau dalam mengembalikan kemakmuran Islam yang kita cita-citakan ini. Salah satu sahabat beliau yang patut kita contoh adalah Abdurrahman bin Auf yang kesuksesannya dalam berbisnis bisa menjadi tauladan bagi seluruh pengusaha muslim saat ini, dalam hal urusan akhiratpun banyak yang bisa dicontoh dari Abdurrahman ini karena beliau termasuk salah satu dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga. Berikut disarikan prestasi-prestasi Abdurrrahman bin Auf .
• Abdurrahman bin Auf termasuk sahabat yang masuk Islam sangat awal, tercatat beliau orang kedelapan yang bersahadah 2 hari setelah Abu Bakar. Beliau juga termasuk salah satu dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga.
• Beliau termasuk salah satu dari enam orang yang ditunjuk oleh Umar bin Khattab untuk memilih khalifah sesudahnya.
• Beliau seorang mufti yang dipercaya oleh Rasulullah SAW untuk berfatwa di Madinah padahal Rasulullah SAW masih hidup.
• Beliau terlibat dalam perang Badar bersama Rasulullah SAW dan menewaskan musush-musuh Allah. Beliau juga terlibat dalam perang uhud dan bahkan termasuk yang bertahan disisi Rasulullah SAW ketika tentara kaum muslimin banyak yang meninggalkan medan peperangan. Dari peperangan ini ada sembilan luka parah ditubuhnya dan dua puluh luka kecil yang diantaranya ada yang sedalam anak jari. Dua perang ini juga menyebabkan luka dikakinya sehingga Abdurahman bin Auf harus berjalan dengan pincang, dan juga merontokkan sebagian giginya sehingga beliau berbicara dengan cadel.
• Suatu saat ketika Rasullullah SAW berpidato menyemangati kaum muslimin untuk berinfaq di jalan Allah, Abdurrahman bin Auf menyumbang separuh hartanya yang senilai 2000 Dinar atau sekitar Rp 1.6 Milyar uang saat ini(saat itu beliau ‘belum kaya’ dan hartanya baru 4000 Dinar atau Rp 3.2 Milyar). Atas sedeqah ini beliau didoakan khusus oleh Rasulullah SAW yang berbunyi “Semoga Allah melimpahkan berkahNya kepadamu, terhadap harta yang kamu berikan. Dan Semoga Allah memberkati juga harta yang kamu tinggalkan untuk keluarga kamu.” Do’a ini kemudian benar-benar terbukti dengan kesuksesan demi kesuksesan Abdurrahman bin Auf berikutnya.
• Ketika Rasullullah membutuhkan dana untuk perang Tabuk yang mahal dan sulit karena medannya jauh, ditambah situasi Madinah yang lagi dilanda musim panas. Abdurrahman bin Auf memeloporinya dengan menyumbang dua ratus uqiyah emas sampai-sampai Umar bin Khattab berbisik kepada Rasulullah SAW “ Sepertinya Abdurrahman berdosa sama keluarganya karena tidak meninggali uang belanja sedikitpun untuk keluarganya”. Mendengar ini, Rasulullah SAW bertanya pada Abdurrahman bin Auf, “Apakah kamu meninggalkan uang belanja untuk istrimu ?” , “ Ya!” Jawab Abdurrahman, “Mereka saya tinggali lebih banyak dan lebih baik dari yang saya sumbangkan”. “Berapa ?” Tanya Rasulullah. “ Sebanyak rizki, kebaikan, dan pahala yang dijanjikan Allah.” Jawabnya.
• Setelah Rasulullah SAW wafat, Abdurrahman bin Auf bertugas menjaga kesejahteraan dan keselamatan Ummahatul Mu’minin (para istri Rasulullah SAW).
• Abdurrahman bin Auf pernah menyumbangkan seluruh barang yang dibawa oleh kafilah perdagangannya kepada penduduk Madinah padahal seluruh kafilah ini membawa barang dagangan yang diangkut oleh 700 unta yang memenuhi jalan-jalan kota Madinah. Selain itu juga tercatat Abdurrahman bin Auf telah menyumbangkan dengan sembunyi-sembunyi atau terang-terangan antara lain 40,000 Dirham (sekitar Rp 800 juta uang sekarang), 40,000 Dinar (sekarang senilai +/- Rp 32 Milyar uang sekarang), 200 uqiyah emas, 500 ekor kuda, dan 1,500 ekor unta
• Beliau juga menyantuni para veteran perang badar yang masih hidup waktu itu dengan santunan sebesar 400 Dinar (sekitar Rp 320 juta) per orang untuk veteran yang jumlahnya tidak kurang dari 100 orang.
• Dengan begitu banyak yang diinfaqkan di jalan Allah, beliau ketika meninggal pada usia 72 tahun masih juga meninggalkan harta yang sangat banyak yaitu terdiri dari 1000 ekor unta, 100 ekor kuda, 3,000 ekor kambing dan masing-masing istri mendapatkan warisan 80.000 Dinar. Padahal warisan istri-istri ini masing-masing hanya ¼ dari 1/8 (istri mendapat bagian seperdelapan karena ada anak, lalu seperdelapan ini dibagi 4 karena ada 4 istri). Artinya kekayaan yang ditinggalkan Abdurrahman bin Auf saat itu berjumlah 2,560,000 Dinar atau sebesar Rp 2.05 trilyun !.
Bagaimana Abdurrahman bin Auf bisa sangat sukses berdagang dan juga dijamin masuk surga ?, berikut adalah yang bisa kita tiru dari beliau :
• Seluruh usahanya hanya ditujukan untuk mencari Ridhla Allah semata
• Bermodal dan berniaga barang yang halal dan menjauhkan diri dari barang yang haram bahkan yang subhat sekalipun.
• Keuntungan hasil usaha bukan untuk dinikmati sendiri melainkan ditunaikan hak Allah, sanak keluarga dan untuk perjuangan di Jalan Allah.
• Abdurrahman bin Auf seorang pemimpin yang mengendalikan hartanya, bukan harta yang mengendalikannya.
• Sedeqah telah menyuburkan harta Abdurrahman bin Auf, sampai-sampai ada penduduk Madinah yang berkata “ Seluruh penduduk Madinah berserikat dengan Abdurrahman bin Auf pada hartanya. Sepertiga dipinjamkannya pada mereka, sepertiga untuk membayari hutang-hutang mereka, dan sepertiga sisanya dibagi-bagikan kepada mereka”.
• Keseluruhan harta Abdurahman bin Auf adalah harta yang halal, sehingga Ustman bin Affan RA. yang termasuk kayapun bersedia menerima wasiat Abdurahman ketika membagikan 400 Dinar bagi setiap veteran perang Badar. Atas pembagian ini Ustman bin Affan berkata, “ Harta Abdurahman bin Auf halal lagi bersih, dan memakan harta itu membawa selamat dan berkat”.
• Abdurrahman bin Auf termasuk sahabat yang masuk Islam sangat awal, tercatat beliau orang kedelapan yang bersahadah 2 hari setelah Abu Bakar. Beliau juga termasuk salah satu dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga.
• Beliau termasuk salah satu dari enam orang yang ditunjuk oleh Umar bin Khattab untuk memilih khalifah sesudahnya.
• Beliau seorang mufti yang dipercaya oleh Rasulullah SAW untuk berfatwa di Madinah padahal Rasulullah SAW masih hidup.
• Beliau terlibat dalam perang Badar bersama Rasulullah SAW dan menewaskan musush-musuh Allah. Beliau juga terlibat dalam perang uhud dan bahkan termasuk yang bertahan disisi Rasulullah SAW ketika tentara kaum muslimin banyak yang meninggalkan medan peperangan. Dari peperangan ini ada sembilan luka parah ditubuhnya dan dua puluh luka kecil yang diantaranya ada yang sedalam anak jari. Dua perang ini juga menyebabkan luka dikakinya sehingga Abdurahman bin Auf harus berjalan dengan pincang, dan juga merontokkan sebagian giginya sehingga beliau berbicara dengan cadel.
• Suatu saat ketika Rasullullah SAW berpidato menyemangati kaum muslimin untuk berinfaq di jalan Allah, Abdurrahman bin Auf menyumbang separuh hartanya yang senilai 2000 Dinar atau sekitar Rp 1.6 Milyar uang saat ini(saat itu beliau ‘belum kaya’ dan hartanya baru 4000 Dinar atau Rp 3.2 Milyar). Atas sedeqah ini beliau didoakan khusus oleh Rasulullah SAW yang berbunyi “Semoga Allah melimpahkan berkahNya kepadamu, terhadap harta yang kamu berikan. Dan Semoga Allah memberkati juga harta yang kamu tinggalkan untuk keluarga kamu.” Do’a ini kemudian benar-benar terbukti dengan kesuksesan demi kesuksesan Abdurrahman bin Auf berikutnya.
• Ketika Rasullullah membutuhkan dana untuk perang Tabuk yang mahal dan sulit karena medannya jauh, ditambah situasi Madinah yang lagi dilanda musim panas. Abdurrahman bin Auf memeloporinya dengan menyumbang dua ratus uqiyah emas sampai-sampai Umar bin Khattab berbisik kepada Rasulullah SAW “ Sepertinya Abdurrahman berdosa sama keluarganya karena tidak meninggali uang belanja sedikitpun untuk keluarganya”. Mendengar ini, Rasulullah SAW bertanya pada Abdurrahman bin Auf, “Apakah kamu meninggalkan uang belanja untuk istrimu ?” , “ Ya!” Jawab Abdurrahman, “Mereka saya tinggali lebih banyak dan lebih baik dari yang saya sumbangkan”. “Berapa ?” Tanya Rasulullah. “ Sebanyak rizki, kebaikan, dan pahala yang dijanjikan Allah.” Jawabnya.
• Setelah Rasulullah SAW wafat, Abdurrahman bin Auf bertugas menjaga kesejahteraan dan keselamatan Ummahatul Mu’minin (para istri Rasulullah SAW).
• Abdurrahman bin Auf pernah menyumbangkan seluruh barang yang dibawa oleh kafilah perdagangannya kepada penduduk Madinah padahal seluruh kafilah ini membawa barang dagangan yang diangkut oleh 700 unta yang memenuhi jalan-jalan kota Madinah. Selain itu juga tercatat Abdurrahman bin Auf telah menyumbangkan dengan sembunyi-sembunyi atau terang-terangan antara lain 40,000 Dirham (sekitar Rp 800 juta uang sekarang), 40,000 Dinar (sekarang senilai +/- Rp 32 Milyar uang sekarang), 200 uqiyah emas, 500 ekor kuda, dan 1,500 ekor unta
• Beliau juga menyantuni para veteran perang badar yang masih hidup waktu itu dengan santunan sebesar 400 Dinar (sekitar Rp 320 juta) per orang untuk veteran yang jumlahnya tidak kurang dari 100 orang.
• Dengan begitu banyak yang diinfaqkan di jalan Allah, beliau ketika meninggal pada usia 72 tahun masih juga meninggalkan harta yang sangat banyak yaitu terdiri dari 1000 ekor unta, 100 ekor kuda, 3,000 ekor kambing dan masing-masing istri mendapatkan warisan 80.000 Dinar. Padahal warisan istri-istri ini masing-masing hanya ¼ dari 1/8 (istri mendapat bagian seperdelapan karena ada anak, lalu seperdelapan ini dibagi 4 karena ada 4 istri). Artinya kekayaan yang ditinggalkan Abdurrahman bin Auf saat itu berjumlah 2,560,000 Dinar atau sebesar Rp 2.05 trilyun !.
Bagaimana Abdurrahman bin Auf bisa sangat sukses berdagang dan juga dijamin masuk surga ?, berikut adalah yang bisa kita tiru dari beliau :
• Seluruh usahanya hanya ditujukan untuk mencari Ridhla Allah semata
• Bermodal dan berniaga barang yang halal dan menjauhkan diri dari barang yang haram bahkan yang subhat sekalipun.
• Keuntungan hasil usaha bukan untuk dinikmati sendiri melainkan ditunaikan hak Allah, sanak keluarga dan untuk perjuangan di Jalan Allah.
• Abdurrahman bin Auf seorang pemimpin yang mengendalikan hartanya, bukan harta yang mengendalikannya.
• Sedeqah telah menyuburkan harta Abdurrahman bin Auf, sampai-sampai ada penduduk Madinah yang berkata “ Seluruh penduduk Madinah berserikat dengan Abdurrahman bin Auf pada hartanya. Sepertiga dipinjamkannya pada mereka, sepertiga untuk membayari hutang-hutang mereka, dan sepertiga sisanya dibagi-bagikan kepada mereka”.
• Keseluruhan harta Abdurahman bin Auf adalah harta yang halal, sehingga Ustman bin Affan RA. yang termasuk kayapun bersedia menerima wasiat Abdurahman ketika membagikan 400 Dinar bagi setiap veteran perang Badar. Atas pembagian ini Ustman bin Affan berkata, “ Harta Abdurahman bin Auf halal lagi bersih, dan memakan harta itu membawa selamat dan berkat”.
“Draft Pidato” Presiden Amerika Serikat Untuk Pembubaran Dollar.
Ketika kami mencari berbagai referensi di internet untuk bahan buku saya tentang Dinar, ada tulisan menarik dari situs http://www.gold-eagle.com/. begitu menariknya tulisan tersebut sehingga kami ingin menterjemahkannya sebagian besar isinya dan menjadikannya bagian dari tulisan ini. Meskipun ditulis dengan cara imaginasi, apa yang disampaikan oleh penulis tersebut sangat masuk akal dan dapat menjabarkan solusi yang sangat kompleks menjadi solusi yang menghibur. Penulis tersebut bukanlah seorang Muslim, namun pemikirannya mirip sekali dengan pemikiran utama di blog ini – hanya tentu di pemikiran Islam aspek-aspek yang masih ribawi harus dihilangkan.
Berikut terjemahan bebas sebagian besar isi dari tulisan yang menarik tersebut:
ALTERNATIF MASA DEPAN
Panggilan Untuk Revolusi Semalam
Dalam kolomnya di Midas bulan 16 Juni, 2001. Chairman dari Gold Anti Trust Action Committee (GATA – Organisasi yang mempromosikan uang emas dan menentang upaya manipulasi harga emas di Amerika –penj.) menulis :
“Sudah beberapa tahun saya ditanya oleh teman-teman dari delegasi GATA - apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah emas; Saya tahu bahwa GATA benar dan saya sudah memanggil Howes dan Venerosos, untuk dimintai pendapatnya mengenai cara terbaik untuk mengurai kekacauan emas yang diorkestrasikan oleh pemerintaahan Clinton.”
“Sebagian besar teman-teman saya pada umumnya datang dengan sikap ‘saya tidak tahu’”. Untuk menggambarkan betapa rumitnya masalah emas ini, keahlian Frank Venoroso dalam menangani krisis dimasa lalu, membuat dia diundang oleh menteri keuangan Mexico dan Chile untuk mengatasi krisis ekonomi yang sangat serius di kedua negara tersebut, ia tahu apa yang harus disarankan kepada mereka, tapi mengenai emas Frank sama sekali tidak tahu.”
Yang terhormat Bapak Presiden,
Apabila Anda masih duduk di ruang oval dan masih mau mendengar saran untuk menghentikan upaya manipulasi harga emas, berikut adalah saran yang Anda harus lakukan.
Pertama, Anda mungkin akan langsung menolak usul ini mentah-mentah karena dianggap ini terlalu radikal, kalau tidak sungguh revolusioner. Hanya setelah Anda pikir panjang, Anda akan menyadari bahwa saran ini adalah solusi rasional yang sempurna – tidak ada alternative lain yang se rasional ini. Ini adalah usulan yang sederhana berdasarkan kenyataan bahwa tidak ada alternative lain yang bisa dilakukan.
Ada dua solusi untuk masalah ini, Bapak Presiden.
Solusi permanen, yang secara harfiah benar-benar dapat dilakukan dalam waktu semalam, atau…
Solusi sementara, yang pelaksanaannnya akan berlarut-larut sampai tahun-tahun berikutnya – sementara hasilnya adalah kerusakan lebih lanjut dan melahirkan krisis baru demi krisis baru .
Solusi permanen akan mengatasi masalah demi kepentingan rakyat, atau…
Solusi sementara yang hanya memoles masalah untuk kepentingan para banker.
Tentu saja, saya berasumsi bahwa Anda ingin mendengar tentang solusi permanen tersebut, dan biarlah para banker mencemaskan solusi sementara mereka.
Anda mulai dari pengumuman di televisi di seluruh negeri selama satu menit di hari Jum’at sore yang isinya mengumumkan bahwa seluruh perdagangan akan dihentikan pada hari Senen berikutnya, karena hari Ahadnya akan ada pengumuman sangat penting bagi bangsa Amerika yang akan mengubah seluruh cara hidup bangsa ini. Pengumuman singkat yang Anda sampaikan ini harus diulang terus menerus setiap jam sampai Ahad sore, dan menjadi headline di seluruh media masa hari Sabtu dan hari Ahad.
Hari Ahad sore, Anda harus mengumumkan reformasi Anda secara relaks, business-like, tidak dengan mendramatisir situasi. Berikut adalah draft dari pidato Anda.
”Selamat sore :
Jika Anda lagi berdiri, silahkan duduk.
(kenyataannya para pemirsa televisi akan justru langsung berdiri mendekati layer TV mereka masing-masing).
Ketika harus mengambil keputusan antara mengangkat yang jahat dan menekan yang baik, tentu tidak ada pilihan lain kecuali membuang jauh yang jahat dan mengangkat yang baik.
Berlaku secepatnya, Federal Reserve Notes, atau lebih Anda kenal sebagai uang kertas Dollar, dinyatakan tidak berlaku dan bernilai nol, dan tidak lagi menjadi mata uang resmi negara ini.
Karena nilai seluruh mata uang kertas Dollar yang beredar di Amerika Serikat adalah sepuluh kali dari total uang logam, uang kertas Dollar dapat langsung digantikan dengan uang koin yang ada asal nilai uang koin disepakati naik menjadi sepuluh kalinya.
Bagaimana hal ini akan dilaksanakan ?.
Dengan mengubah seluruh harga, upah buruh dan catatan akuntansi menjadi dalam sen, dan membaginya dengan angka sepuluh.
Demikian juga, teman-temanku warga Amerika, semua harga dibagi sepuluh dan dibayar dalam sen saja.
Semua upah buruh dan gaji pegawai dibagi sepuluh dan dibayar dengan sen saja.
Semua account di bank dibagi dengan sepuluh dan dibayar dalam sen saja.
Semua hutang dibagi dengan sepuluh dan dibayar dalam sen saja.
Semua pajak dibagi dengan sepuluh dan dibayar dalam sen saja.
Semua uang pension dibagi dengan sepuluh dan dibayar dengan sen saja.
Semuanya dan segala sesuatu yang bernilai Dollar atau ada Dollarnya dibagi dengan sepuluh dan dibayar dalam sen saja.
Kita akan mengganti uang Dollar hijau Federal Reserve dengan Dollar merah yang baru dengan nilai tukar satu Dollar baru sama dengan sepuluh Dollar lama, semua harga dan catatan akuntansi juga berkurang dengan factor pembagi sepuluh. Kalau kita gunakan koin yang sudah ada sebagai uang kita yang baru, ini akan memberikan effect yang sama.
Pertukaran uang lama (Dollar kertas) dan uang baru (Dollar baru atau Koin dalam sen) berlangsung otomatis, masa transisi akan berakhir pas tengah malam hari Senin jam 24.00.
Selama masa transisi sehari ini, uang Dollar kertas dan Koin dalam sen keduanya berlaku dengan nilai yang baru dan bisa dipertukarkan satu sama lain. Contoh, koran New York Time dapat dibeli dengan uang kertas 1 Dollar atau uang koin 10 sen pada hari Senin – hari transisi tersebut. Tetapi mulai hari Selasa jam 00.00. hanya uang koin 10 sen yang dapat dipakai untuk membayar koran yang sama. Seluruh uang kertas Dollar yang tidak diserahkan ke bank sampai batas akhir Senin tengah malam untuk ditukar dengan uang koin dengan nilai tukar 10 sen untuk setiap Dollar, tidak lagi bisa dipakai sebagai alat pembayaran mulai hari Selasa dan seterusnya.
Mulai saat ini sampai Senin tengah malam, seluruh perbatasan pintu masuk ke negeri ini ditutup, semua transfer antar bank secara elektronik dihentikan, dan tidak boleh ada penerbangan internasional menuju negeri ini kecuali yang saat ini masih di udara.
Ada sedikit alasan sementara kita membubarkan uang Dollar kertas Federal Reserve tetapi mempertahankan Federal Reserve Systems yaitu hanya untuk memproduksi uang koin dalam sen sebagai pengganti uang kertas Dollar.
Kantor-kantor The Federal Reserve Bank dengan ini dinyatakan diliburkan sampai waktu yang tidak terbatas, dan pihak Secret Service, yang memiliki yurisdiksi untuk investigasi pemalsuan uang diinstruksikan untuk menyegel seluruh kantor Federal Reserve dengan segel resmi Presiden Amerika Serikat. Usulan untuk pencabutan Federal Reserve Act akan disampaikan ke kongres pada kesempatan pertama besuk pagi. Dengan pencabutan ini, seluruh kepemilikan The Fed akan dipindahkan ke the US Department of the Treasury, yang terakhir ini sekarang mempunyai tugas utama untuk mengawasi agar uang kertas Dollar yang belum diserahkan untuk tidak pernah digunakan lagi.
Ada alasan pula meskipun uang kertas Dollar dan Federal reserve yang memproduksinya telah tidak berfungsi lagi, tetapi Credit Card Anda tetap dapat berfungsi (dengan mengikuti aturan yang baru).
Terhadap seluruh tagihan Credit Card dinyatakan moratorium untuk waktu yang tidak terbatas. Peraturan baru juga akan disampaikan ke Konggres besuk pagi untuk mengatur bahwa pembelian segala sesuatu yang tidak didukung dengan adanya dana yang memadai dianggap sama dengan membeli barang dengan cek kosong (terlarang). Apabila Anda ingin menggunakan kartu Visa atau Master Card Anda tersebut, pertama Anda dapat mengajukan pinjaman ke bank Anda, kemudian uang hasil pinjaman ini Anda taruh sebagai dana Anda di bank tersebut, lalu gunakan Visa atau Master Card Anda sebagai debit card, setiap pembelian dibebankan langsung ke dana yang memang ada di account Anda tersebut. Menciptakan uang dari langit seperti yang selama ini terjadi dengan Credit Card dinyatakan tidak akan ada lagi.
Ada kabar baik untuk Anda semua bahwa peraturan baru mengenai Credit/Debit Card akhirnya akan membebaskan semua hutang Credit Card Anda. Apapun yang telah Anda beli dengan Credit Card Anda tetap milik Anda dan Anda tidak perlu membayar apapun ke sisa tagihan Credit Card Anda. Tetapi berhenti hanya sampai disini (tidak ada pembelian baru dengan Credit Card Anda tersebut sejak saat ini).
Semua hutang Anda yang lain seperti pinjaman rumah, hipotik, dan pinjaman lainnya tetap syah dan berkekuatan hukum.
Membubarkan uang kertas Dollar, Federal Reserve System yang terkait uang kertas dan mengatur ulang Credit Cards belum akan cukup untuk menghentikan rejim uang kertas, apabila hutang Federal dalam bentuk Treasury bills, Treasury notes dan Treasury bonds tidak dinyatakan bernilai nol dan tidak berlaku juga. Semua bills, notes dan bonds adalah sama palsunya dengan uang fiat Dollar yang menghasilkan bunga.
Seharusnya, hasil adalah fungsi dari likwiditas. Apabila Anda lebih suka memegang harta Anda dalam bentuk yang paling liquid, Anda bisa memegangnya dalam bentuk tunai dan ini tidak memberikan hasil. Untuk dapat memberikan hasil uang tunai Anda harus ditukar dengan asset yang kurang liquid, semakin tidak liquid akan semakin tinggi hasil atas uang Anda. Di dalam rejim uang fiat Dollar, Treasury bills, notes dan bonds memungkinkan seseorang memegang tunai dan masih menerima hasil yang baik – yaitu berupa bunga yang dibayar oleh pembayar pajak Amerika. Dan lebih menyakitkan lagi, pembayaran bunga oleh pembayar pajak Amerika tersebut bukan terhadap penguasaan uang tunai yang sesungguhnya – melainkan ‘uang palsu’ yang diciptakan dari langit melalui beberapa ketikan di computer Alan Greenspan's.
Dalam sebuah esaynya yang terkenal, Gold and Economic Freedom, Alan Greenspan mengakui :
“Meninggalkan gold standard adalah hal yang dimungkinkan untuk menciptakan kemakmuran semu dengan menggunakan sistem perbankan untuk ekspansi kredit secara tidak terbatas. Mereka telah membuat cadangan hanya berupa kertas dalam bentuk government bond melalui serangkaian proses yang rumit – kemudian dunia perbankan menerimanya dan memperlakukannya seolah-olah ini cadangan yang sesungguhnya, yaitu cadangan yang dahulunya berupa emas. Pemegang government bond atau sertifikat deposito yang dihasilkan dari kertas yang tidak ada harganya percaya bahwa ia memiliki hak atas claim yang syah berupa asset yang riil (dahulu standarnya emas), faktanya sekarang sangat jauh lebih besar claim yang akan masuk dibandingkan dengan asset riil yang ada”.
Jadi kita telah mendapatkan jawaban dari yang berwenang bahwa Treasury securities memang sudah seharusnya dinyatakan bernilai nol dan tidak berlaku.
Sekarang pertanyaannya adalah apakah boleh kita menahan semua kemakmuran yang palsu dengan tidak melanggar konstitusi Amerika Serikat, yang di dalam amendemen ke 5 berbunyi “Tidak ada seorangpun boleh…diganggu hidupnya, kebebasannya atau kepemilikannya tanpa melalui proses hukum yang benar, juga tidak boleh kepemilikan pribadi diambil untuk kepentingan umum tanpa kompensasi yang adil”. Jawabannya adalah: Ya kita boleh melakukannya. Karena semua kemakmuran tersebut (uang kertas, surat-surat berharga dlsb. – terj.) adalah sebenarnya ‘palsu’ (tidak ada nilai yang sesunggguhnya dari kemakmuran tersebut). Sama halnya kalau Anda menemukan uang kertas 100 Dollar yang palsu – uang palsu itu harus diserahkan ke Negara tanpa kompensasi, meskipun Anda menerima uang palsu tersebut melalui perdagangan yang normal dan tanpa Anda mengetahui bahwa uang tersebut adalah palsu.
Bursa saham akan ditutup untuk selamanya. Peraturan baru akan disampaikan ke Kongres besuk pagi untuk penutupan bursa saham ini. Mulai saat ini akan dibuat aturan bahwa saham perusahaan hanya bisa dibeli langsung dari perusahaan yang menjual sahamnya, dengan aturan dan jaminan tertulis bahwa nilai saham tersebut sesuai nilai bukunya. Dengan bantuan teknologi hal ini bisa dilaksanakn secara instant. Rumah judi raksasa yang bernama bursa saham tidak akan pernah dibuka lagi. Bursa saham tinggal sejarah.
Besuk pagi juga akan diajukan kepada Kongres untuk Amendemen terhadap konstitusi Amerika Serikat yang antara lain menyangkut penghapusan pajak individu, tanah dan hibah. Juga Pemerintah Amerika dilarang melakukan usaha komersial dan bersaing dengan warga negaranya sendiri.
Untuk menjamin daya beli tabungan masyarakat tidak akan lagi mengalami penurunan, transisi yang terencana menuju uang emas dan perak akan segera dipersiapkan .
Satu gram uang perak dengan kadar 0.900 akan menjadi unit mata uang baru yang diedarkan secara parallel dengan uang logam sen yang ada. Percetakan uang Amerika harus segera memproduksi uang koin perak baru dengan berat 5 gram dan 10 gram, dan uang koin perak yang lama tetap dapat diakui sebagai pembayaran dengan memperhitungkan nilai gram perak yang terkandung didalamnya sbb :
Uang perak 1 Dime = 2.50 gram
Uang perak 1 Quarter = 6.25 gram
Uang perak 1 Half = 12.50 gram
Uang perak 1 Dollar = 26.73 gram
Uang perak baru (Silver Eagle) 1 = 34.56 gram
Lantas senilai berapa sen dalam setiap gram uang perak ? ini akan ditentukan dari waktu ke waktu oleh mekanisme pasar (mengikuti harga perak di pasar internasional).
Percetakan uang Amerika juga harus memproduksi uang emas 5 gram dan 10 gram emas dengan kemurnian 0.900 dalam bentuk koin. Nilai uang emas ini dalam sen dan nilai konversi ke uang perak juga mengikuti perkembangan harga emas di pasar. Seluruh uang emas yang sudah ada baik dari dalam negeri maupun luar negeri otomatis diakui dan diterima berdasarkan berat dan kadar emasnya.
Tujuan ultimate-nya adalah tercapainya keseragaman sistem moneter di seluruh dunia dimana 1 gram uang perak menjadi unit satuan transaksi belanja retail sehari-hari, sedangkan 1 gram emas menjadi standar untuk transaksi yang nilainya besar dan untuk perdagangan internasional .
Baiklah, Anda akan memiliki banyak waktu untuk berfikir malam ini. Untuk mereka yang belum mendengar pengumuman ini, atau perlu klarifikasi lebih lanjut, pengumuman ini akan ditayang ulangkan di seluruh media elektronik malam ini dan besuk. Reformasi ini sepintas mungkin kelihatan berlebihan dan mengguncangkan, namun dalam kenyatannya ini sederhana, dan perubahan ini akan membawa perubahan yang sangat baik untuk kehidupan Anda semua.
Terima kasih atas perhatiannya, dan selamat malam.”
Demikian inti dari apa yang harus dilakukan Bapak Presiden. Bila Anda minta pendapat lain seperti ke Ludwig von Mises Institute, mereka akan memberikan pendapat yang sama hanya mereka akan melakukannya dengan esay panjang dan analisa detil tentang apa yang Anda jangan lakukan
Hal ini bukan ide baru bapak Presiden, Bila Anda sempat membaca tulisan saya "Don't Delay EURO”, pada situs http://www.gold-eagle.com/ , Anda akan tahu tulisan tersebut dimuat di Usenet tanggal 16 July 16, 1997. Ada yang memberi tahu saya gara-gara tulisan "Don't Delay EURO" tersebut membuat Warren Buffett yang legendaries memborong stok perak pada tanggal 25 July, 1997. Meskipun awalnya mereka menganggap usulan saya untuk menyatakan uang kertas Dollar atau Federal Reserve notes bernilai nol dan tidak berlaku sebagai konsep yang anarkis, akhirnya mereka menulis kepada saya bahwa semakin mereka pikirkan semakin mereka menyukai konsep ini.
Pikirkan hal ini Bapak Presiden, pada waktunya Anda akan setuju bahwa inilah satu-satunya jalan bagi kita untuk lepas dari kerusakan katastropik yang ada di depan mata. Inilah cara kita kembali ke rezim uang yang jujur dan mencegah kerusakan katastropik terulang di masa depan.
Proposal ini tidak ditulis diatas batu. Ini terbuka untuk kritik dan proposal tandingan. Maksudnya agar membuka debat konstruktif bagaimana kita bergerak dari situasi sekarang ke situasi yang akan datang yang lebih baik.
Salam,
J.N. Tlaga
Berikut terjemahan bebas sebagian besar isi dari tulisan yang menarik tersebut:
ALTERNATIF MASA DEPAN
Panggilan Untuk Revolusi Semalam
Dalam kolomnya di Midas bulan 16 Juni, 2001. Chairman dari Gold Anti Trust Action Committee (GATA – Organisasi yang mempromosikan uang emas dan menentang upaya manipulasi harga emas di Amerika –penj.) menulis :
“Sudah beberapa tahun saya ditanya oleh teman-teman dari delegasi GATA - apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah emas; Saya tahu bahwa GATA benar dan saya sudah memanggil Howes dan Venerosos, untuk dimintai pendapatnya mengenai cara terbaik untuk mengurai kekacauan emas yang diorkestrasikan oleh pemerintaahan Clinton.”
“Sebagian besar teman-teman saya pada umumnya datang dengan sikap ‘saya tidak tahu’”. Untuk menggambarkan betapa rumitnya masalah emas ini, keahlian Frank Venoroso dalam menangani krisis dimasa lalu, membuat dia diundang oleh menteri keuangan Mexico dan Chile untuk mengatasi krisis ekonomi yang sangat serius di kedua negara tersebut, ia tahu apa yang harus disarankan kepada mereka, tapi mengenai emas Frank sama sekali tidak tahu.”
Yang terhormat Bapak Presiden,
Apabila Anda masih duduk di ruang oval dan masih mau mendengar saran untuk menghentikan upaya manipulasi harga emas, berikut adalah saran yang Anda harus lakukan.
Pertama, Anda mungkin akan langsung menolak usul ini mentah-mentah karena dianggap ini terlalu radikal, kalau tidak sungguh revolusioner. Hanya setelah Anda pikir panjang, Anda akan menyadari bahwa saran ini adalah solusi rasional yang sempurna – tidak ada alternative lain yang se rasional ini. Ini adalah usulan yang sederhana berdasarkan kenyataan bahwa tidak ada alternative lain yang bisa dilakukan.
Ada dua solusi untuk masalah ini, Bapak Presiden.
Solusi permanen, yang secara harfiah benar-benar dapat dilakukan dalam waktu semalam, atau…
Solusi sementara, yang pelaksanaannnya akan berlarut-larut sampai tahun-tahun berikutnya – sementara hasilnya adalah kerusakan lebih lanjut dan melahirkan krisis baru demi krisis baru .
Solusi permanen akan mengatasi masalah demi kepentingan rakyat, atau…
Solusi sementara yang hanya memoles masalah untuk kepentingan para banker.
Tentu saja, saya berasumsi bahwa Anda ingin mendengar tentang solusi permanen tersebut, dan biarlah para banker mencemaskan solusi sementara mereka.
Anda mulai dari pengumuman di televisi di seluruh negeri selama satu menit di hari Jum’at sore yang isinya mengumumkan bahwa seluruh perdagangan akan dihentikan pada hari Senen berikutnya, karena hari Ahadnya akan ada pengumuman sangat penting bagi bangsa Amerika yang akan mengubah seluruh cara hidup bangsa ini. Pengumuman singkat yang Anda sampaikan ini harus diulang terus menerus setiap jam sampai Ahad sore, dan menjadi headline di seluruh media masa hari Sabtu dan hari Ahad.
Hari Ahad sore, Anda harus mengumumkan reformasi Anda secara relaks, business-like, tidak dengan mendramatisir situasi. Berikut adalah draft dari pidato Anda.
”Selamat sore :
Jika Anda lagi berdiri, silahkan duduk.
(kenyataannya para pemirsa televisi akan justru langsung berdiri mendekati layer TV mereka masing-masing).
Ketika harus mengambil keputusan antara mengangkat yang jahat dan menekan yang baik, tentu tidak ada pilihan lain kecuali membuang jauh yang jahat dan mengangkat yang baik.
Berlaku secepatnya, Federal Reserve Notes, atau lebih Anda kenal sebagai uang kertas Dollar, dinyatakan tidak berlaku dan bernilai nol, dan tidak lagi menjadi mata uang resmi negara ini.
Karena nilai seluruh mata uang kertas Dollar yang beredar di Amerika Serikat adalah sepuluh kali dari total uang logam, uang kertas Dollar dapat langsung digantikan dengan uang koin yang ada asal nilai uang koin disepakati naik menjadi sepuluh kalinya.
Bagaimana hal ini akan dilaksanakan ?.
Dengan mengubah seluruh harga, upah buruh dan catatan akuntansi menjadi dalam sen, dan membaginya dengan angka sepuluh.
Demikian juga, teman-temanku warga Amerika, semua harga dibagi sepuluh dan dibayar dalam sen saja.
Semua upah buruh dan gaji pegawai dibagi sepuluh dan dibayar dengan sen saja.
Semua account di bank dibagi dengan sepuluh dan dibayar dalam sen saja.
Semua hutang dibagi dengan sepuluh dan dibayar dalam sen saja.
Semua pajak dibagi dengan sepuluh dan dibayar dalam sen saja.
Semua uang pension dibagi dengan sepuluh dan dibayar dengan sen saja.
Semuanya dan segala sesuatu yang bernilai Dollar atau ada Dollarnya dibagi dengan sepuluh dan dibayar dalam sen saja.
Kita akan mengganti uang Dollar hijau Federal Reserve dengan Dollar merah yang baru dengan nilai tukar satu Dollar baru sama dengan sepuluh Dollar lama, semua harga dan catatan akuntansi juga berkurang dengan factor pembagi sepuluh. Kalau kita gunakan koin yang sudah ada sebagai uang kita yang baru, ini akan memberikan effect yang sama.
Pertukaran uang lama (Dollar kertas) dan uang baru (Dollar baru atau Koin dalam sen) berlangsung otomatis, masa transisi akan berakhir pas tengah malam hari Senin jam 24.00.
Selama masa transisi sehari ini, uang Dollar kertas dan Koin dalam sen keduanya berlaku dengan nilai yang baru dan bisa dipertukarkan satu sama lain. Contoh, koran New York Time dapat dibeli dengan uang kertas 1 Dollar atau uang koin 10 sen pada hari Senin – hari transisi tersebut. Tetapi mulai hari Selasa jam 00.00. hanya uang koin 10 sen yang dapat dipakai untuk membayar koran yang sama. Seluruh uang kertas Dollar yang tidak diserahkan ke bank sampai batas akhir Senin tengah malam untuk ditukar dengan uang koin dengan nilai tukar 10 sen untuk setiap Dollar, tidak lagi bisa dipakai sebagai alat pembayaran mulai hari Selasa dan seterusnya.
Mulai saat ini sampai Senin tengah malam, seluruh perbatasan pintu masuk ke negeri ini ditutup, semua transfer antar bank secara elektronik dihentikan, dan tidak boleh ada penerbangan internasional menuju negeri ini kecuali yang saat ini masih di udara.
Ada sedikit alasan sementara kita membubarkan uang Dollar kertas Federal Reserve tetapi mempertahankan Federal Reserve Systems yaitu hanya untuk memproduksi uang koin dalam sen sebagai pengganti uang kertas Dollar.
Kantor-kantor The Federal Reserve Bank dengan ini dinyatakan diliburkan sampai waktu yang tidak terbatas, dan pihak Secret Service, yang memiliki yurisdiksi untuk investigasi pemalsuan uang diinstruksikan untuk menyegel seluruh kantor Federal Reserve dengan segel resmi Presiden Amerika Serikat. Usulan untuk pencabutan Federal Reserve Act akan disampaikan ke kongres pada kesempatan pertama besuk pagi. Dengan pencabutan ini, seluruh kepemilikan The Fed akan dipindahkan ke the US Department of the Treasury, yang terakhir ini sekarang mempunyai tugas utama untuk mengawasi agar uang kertas Dollar yang belum diserahkan untuk tidak pernah digunakan lagi.
Ada alasan pula meskipun uang kertas Dollar dan Federal reserve yang memproduksinya telah tidak berfungsi lagi, tetapi Credit Card Anda tetap dapat berfungsi (dengan mengikuti aturan yang baru).
Terhadap seluruh tagihan Credit Card dinyatakan moratorium untuk waktu yang tidak terbatas. Peraturan baru juga akan disampaikan ke Konggres besuk pagi untuk mengatur bahwa pembelian segala sesuatu yang tidak didukung dengan adanya dana yang memadai dianggap sama dengan membeli barang dengan cek kosong (terlarang). Apabila Anda ingin menggunakan kartu Visa atau Master Card Anda tersebut, pertama Anda dapat mengajukan pinjaman ke bank Anda, kemudian uang hasil pinjaman ini Anda taruh sebagai dana Anda di bank tersebut, lalu gunakan Visa atau Master Card Anda sebagai debit card, setiap pembelian dibebankan langsung ke dana yang memang ada di account Anda tersebut. Menciptakan uang dari langit seperti yang selama ini terjadi dengan Credit Card dinyatakan tidak akan ada lagi.
Ada kabar baik untuk Anda semua bahwa peraturan baru mengenai Credit/Debit Card akhirnya akan membebaskan semua hutang Credit Card Anda. Apapun yang telah Anda beli dengan Credit Card Anda tetap milik Anda dan Anda tidak perlu membayar apapun ke sisa tagihan Credit Card Anda. Tetapi berhenti hanya sampai disini (tidak ada pembelian baru dengan Credit Card Anda tersebut sejak saat ini).
Semua hutang Anda yang lain seperti pinjaman rumah, hipotik, dan pinjaman lainnya tetap syah dan berkekuatan hukum.
Membubarkan uang kertas Dollar, Federal Reserve System yang terkait uang kertas dan mengatur ulang Credit Cards belum akan cukup untuk menghentikan rejim uang kertas, apabila hutang Federal dalam bentuk Treasury bills, Treasury notes dan Treasury bonds tidak dinyatakan bernilai nol dan tidak berlaku juga. Semua bills, notes dan bonds adalah sama palsunya dengan uang fiat Dollar yang menghasilkan bunga.
Seharusnya, hasil adalah fungsi dari likwiditas. Apabila Anda lebih suka memegang harta Anda dalam bentuk yang paling liquid, Anda bisa memegangnya dalam bentuk tunai dan ini tidak memberikan hasil. Untuk dapat memberikan hasil uang tunai Anda harus ditukar dengan asset yang kurang liquid, semakin tidak liquid akan semakin tinggi hasil atas uang Anda. Di dalam rejim uang fiat Dollar, Treasury bills, notes dan bonds memungkinkan seseorang memegang tunai dan masih menerima hasil yang baik – yaitu berupa bunga yang dibayar oleh pembayar pajak Amerika. Dan lebih menyakitkan lagi, pembayaran bunga oleh pembayar pajak Amerika tersebut bukan terhadap penguasaan uang tunai yang sesungguhnya – melainkan ‘uang palsu’ yang diciptakan dari langit melalui beberapa ketikan di computer Alan Greenspan's.
Dalam sebuah esaynya yang terkenal, Gold and Economic Freedom, Alan Greenspan mengakui :
“Meninggalkan gold standard adalah hal yang dimungkinkan untuk menciptakan kemakmuran semu dengan menggunakan sistem perbankan untuk ekspansi kredit secara tidak terbatas. Mereka telah membuat cadangan hanya berupa kertas dalam bentuk government bond melalui serangkaian proses yang rumit – kemudian dunia perbankan menerimanya dan memperlakukannya seolah-olah ini cadangan yang sesungguhnya, yaitu cadangan yang dahulunya berupa emas. Pemegang government bond atau sertifikat deposito yang dihasilkan dari kertas yang tidak ada harganya percaya bahwa ia memiliki hak atas claim yang syah berupa asset yang riil (dahulu standarnya emas), faktanya sekarang sangat jauh lebih besar claim yang akan masuk dibandingkan dengan asset riil yang ada”.
Jadi kita telah mendapatkan jawaban dari yang berwenang bahwa Treasury securities memang sudah seharusnya dinyatakan bernilai nol dan tidak berlaku.
Sekarang pertanyaannya adalah apakah boleh kita menahan semua kemakmuran yang palsu dengan tidak melanggar konstitusi Amerika Serikat, yang di dalam amendemen ke 5 berbunyi “Tidak ada seorangpun boleh…diganggu hidupnya, kebebasannya atau kepemilikannya tanpa melalui proses hukum yang benar, juga tidak boleh kepemilikan pribadi diambil untuk kepentingan umum tanpa kompensasi yang adil”. Jawabannya adalah: Ya kita boleh melakukannya. Karena semua kemakmuran tersebut (uang kertas, surat-surat berharga dlsb. – terj.) adalah sebenarnya ‘palsu’ (tidak ada nilai yang sesunggguhnya dari kemakmuran tersebut). Sama halnya kalau Anda menemukan uang kertas 100 Dollar yang palsu – uang palsu itu harus diserahkan ke Negara tanpa kompensasi, meskipun Anda menerima uang palsu tersebut melalui perdagangan yang normal dan tanpa Anda mengetahui bahwa uang tersebut adalah palsu.
Bursa saham akan ditutup untuk selamanya. Peraturan baru akan disampaikan ke Kongres besuk pagi untuk penutupan bursa saham ini. Mulai saat ini akan dibuat aturan bahwa saham perusahaan hanya bisa dibeli langsung dari perusahaan yang menjual sahamnya, dengan aturan dan jaminan tertulis bahwa nilai saham tersebut sesuai nilai bukunya. Dengan bantuan teknologi hal ini bisa dilaksanakn secara instant. Rumah judi raksasa yang bernama bursa saham tidak akan pernah dibuka lagi. Bursa saham tinggal sejarah.
Besuk pagi juga akan diajukan kepada Kongres untuk Amendemen terhadap konstitusi Amerika Serikat yang antara lain menyangkut penghapusan pajak individu, tanah dan hibah. Juga Pemerintah Amerika dilarang melakukan usaha komersial dan bersaing dengan warga negaranya sendiri.
Untuk menjamin daya beli tabungan masyarakat tidak akan lagi mengalami penurunan, transisi yang terencana menuju uang emas dan perak akan segera dipersiapkan .
Satu gram uang perak dengan kadar 0.900 akan menjadi unit mata uang baru yang diedarkan secara parallel dengan uang logam sen yang ada. Percetakan uang Amerika harus segera memproduksi uang koin perak baru dengan berat 5 gram dan 10 gram, dan uang koin perak yang lama tetap dapat diakui sebagai pembayaran dengan memperhitungkan nilai gram perak yang terkandung didalamnya sbb :
Uang perak 1 Dime = 2.50 gram
Uang perak 1 Quarter = 6.25 gram
Uang perak 1 Half = 12.50 gram
Uang perak 1 Dollar = 26.73 gram
Uang perak baru (Silver Eagle) 1 = 34.56 gram
Lantas senilai berapa sen dalam setiap gram uang perak ? ini akan ditentukan dari waktu ke waktu oleh mekanisme pasar (mengikuti harga perak di pasar internasional).
Percetakan uang Amerika juga harus memproduksi uang emas 5 gram dan 10 gram emas dengan kemurnian 0.900 dalam bentuk koin. Nilai uang emas ini dalam sen dan nilai konversi ke uang perak juga mengikuti perkembangan harga emas di pasar. Seluruh uang emas yang sudah ada baik dari dalam negeri maupun luar negeri otomatis diakui dan diterima berdasarkan berat dan kadar emasnya.
Tujuan ultimate-nya adalah tercapainya keseragaman sistem moneter di seluruh dunia dimana 1 gram uang perak menjadi unit satuan transaksi belanja retail sehari-hari, sedangkan 1 gram emas menjadi standar untuk transaksi yang nilainya besar dan untuk perdagangan internasional .
Baiklah, Anda akan memiliki banyak waktu untuk berfikir malam ini. Untuk mereka yang belum mendengar pengumuman ini, atau perlu klarifikasi lebih lanjut, pengumuman ini akan ditayang ulangkan di seluruh media elektronik malam ini dan besuk. Reformasi ini sepintas mungkin kelihatan berlebihan dan mengguncangkan, namun dalam kenyatannya ini sederhana, dan perubahan ini akan membawa perubahan yang sangat baik untuk kehidupan Anda semua.
Terima kasih atas perhatiannya, dan selamat malam.”
Demikian inti dari apa yang harus dilakukan Bapak Presiden. Bila Anda minta pendapat lain seperti ke Ludwig von Mises Institute, mereka akan memberikan pendapat yang sama hanya mereka akan melakukannya dengan esay panjang dan analisa detil tentang apa yang Anda jangan lakukan
Hal ini bukan ide baru bapak Presiden, Bila Anda sempat membaca tulisan saya "Don't Delay EURO”, pada situs http://www.gold-eagle.com/ , Anda akan tahu tulisan tersebut dimuat di Usenet tanggal 16 July 16, 1997. Ada yang memberi tahu saya gara-gara tulisan "Don't Delay EURO" tersebut membuat Warren Buffett yang legendaries memborong stok perak pada tanggal 25 July, 1997. Meskipun awalnya mereka menganggap usulan saya untuk menyatakan uang kertas Dollar atau Federal Reserve notes bernilai nol dan tidak berlaku sebagai konsep yang anarkis, akhirnya mereka menulis kepada saya bahwa semakin mereka pikirkan semakin mereka menyukai konsep ini.
Pikirkan hal ini Bapak Presiden, pada waktunya Anda akan setuju bahwa inilah satu-satunya jalan bagi kita untuk lepas dari kerusakan katastropik yang ada di depan mata. Inilah cara kita kembali ke rezim uang yang jujur dan mencegah kerusakan katastropik terulang di masa depan.
Proposal ini tidak ditulis diatas batu. Ini terbuka untuk kritik dan proposal tandingan. Maksudnya agar membuka debat konstruktif bagaimana kita bergerak dari situasi sekarang ke situasi yang akan datang yang lebih baik.
Salam,
J.N. Tlaga
Sejarah Uang Dalam Islam
Untuk bisa lebih memahami dan mencari solusi penerapan sistem moneter Islam, kita harus kembali lagi ke konteks sejarah perkembangan uang dalam dunia Islam – bagaimana sebenarnya Rasulullah SAW, generasi shabat dan generasi sesudahnya menggunakan uang.
Pada zaman Rasulullah SAW dikenal dua jenis uang yaitu uang yang berupa komoditi logam dan koin yang berasal dari kekaisaran Roma (Byzantine). Dua jenis uang logam yang digunakan adalah emas (Dinar) dan perak (Dirham). Logam tembaga juga digunakan secara terbatas dan tidak sepenuhnya dihukumi sebagai uang, disebut fals atau jamaknya fulus.
Tercatat bahwa Dirham dicetak pertama kali oleh Kekalifahan Umar bin Khattab pada sekitar abad 18 H, meskipun demikian koin logam emas dan perak dari Byzantine tetap juga diterima oleh masyarakat Islam. Dinar dicetak pertama kali pada zaman Kekalifahan Mu’awiya bin Abu Sufyan (41-60H), meskipun juga koin emas dan perak dari Byzantine tetap dipakai sampai sekitar thaun 75H-76 H pada zaman Kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan – ketika yang terakhir ini melakukan reformasi finansialnya dan mulai saat itu hanya Dinar dan Dirham yang dicetak sendiri oleh Kekhalifan Islam yang berlaku.
Pada awalnya koin emas yang dicetak di masa-masa tersebut mempunyai kwalitas cetakan yang kurang baik dan berat masing-masing koin yang tidak standar, oleh karenanya penggunaan uang logam ini awalnya lebih mengandalkan pada timbangan berat daripada menghitung jumlah koinnya. Awalnya penggunaan berdasarkan hitungan jumlah koin (bukan berat) hanya dilakukan terhadap koin perak Dirham dan fulus dari tembaga – karena keduanya memiliki nilai yang relatif rendah dibandingkan koin emas Dinar. Disinilah awal dikenalnya fungsi uang sebagai numeraire yang diperkenalkan oleh Islam.
Uang emas(Dinar) dan uang perak (Dirham) baru digunakan berdasarkan jumlah koinnya (bukan timbangannya) sebagaimana kita kenal secara konvensioanl seperti sekarang ini tercatat di dunia Islam baru sekitar abad ke 4 Hijriyah . Dalam kejayaan Islam umumnya kedua jenis uang emas dan perak digunakan bersama meskipun juga dipengaruhi ketersedeiaan bahan dan budaya setempat. Di zaman Salahuddin Al Ayyubi uang emas banyak dipakai di Persia dan spanyol, sedangkan perak (Dirham) banyak dipakai di Afrika Utara dan Semenanjung Arab.
Selain Dinar, Dirham dan Fulus (uang tembaga), di sejarah Kekhalifahan Islam juga dikenal adanya uang Maghshus yaitu uang yang dibuat dari campuran logam mulia (emas atau perak ) dengan logam lain seperti tembaga, perunggu dan lain sebagainya .
Dalam sejarah awal Islam apabila fulus digunakan, maka penggunaannya biasanya terbatas pada konteks lokal yang tidak terlalu luas dimana para pelaku bisa saling mengenal dan saling percaya. Fulus dari tembaga untuk perdagangan jarak jauh baru dicetak oleh pemerintahan Mamluk awal abad 9 H. Pada pemerintahan Mamluk tersebut ditetapkan bahwa nilai Dirham dari Tembaga (sebenarnya fulus) sama dengan Dirham dari perak (uang yang sesungguhnya); tetapi penetapan ini tidak di terima di masyarakat terbukti dari harga fulus Dirham yang dari tembaga jatuh. Pengalaman ini menunjukkan bahwa nilai uang yang sesungguhnya (dalam arti daya beli atau nilai tukarnya) tidak bisa ditentukan berdasarkan keputusan pemerintah, nilai uang akan tergantung dua hal yaitu apabila tidak berdasarkan nilai intrinsik-nya maka akan berdasarkan kepercayaan pasar yang menggunakannya.
Karena fulus yang dicetak rencananya untuk perdagangan jarak jauh tidak diterima dengan baik oleh pasar, maka pada masa tersebut mulai dilahirkan pula apa yang disebut sebagai suftaja atau al suftajah – semacam apa yang kita kenal sekarang dengan letter of credit. Suftaja ini dikeluarkan oleh tempat penukaran uang (Sharf) di tempat asal, untuk ditukar dengan uang koin Dinar atau Dirham di tempat penukaran uang di kota tujuan. Suftaja memiliki banyak kemiripan dengan uang kertas yang kita kenal yaitu mudah dibawa dalam perjalanan jauh dan berperan sebagai surat janji (promissory note) untuk bisa ditukar kembali dengan uang sesungguhnya. Suftaja juga banyak dipakai di Kekhalifahan Usmaniah antara abad 17 – 19 karena luasnya wilayah kekhalifahan sehingga diperlukan efektifitas pembayaran pembayaran perdangan jarak jauh .
Usaha memaksakan uang tanpa nilai intrinsik (uang kertas) pada dunia Islam sebenarnya juga pernah dilakukan oleh kekaisaran Mongols pada tahun 1294, namun gagal total hanya dalam dua bulan karena masyarakat Islam menolaknya. Sekali lagi hal ini membuktikan bahwa uang yang tidak di dukung dengan nilai intrinsik dan juga tidak didukung oleh kepercayaan masyarakat penggunanya pasti gagal.
Ber abad-abad berikutnya tepatnya mulai abad ke 19 uang kertas mulai diperkenalkan lagi ke dunia Islam (tentu juga dunia di luar Islam) melalui dua tahap. Tahap pertama masih didukung penuh dengan cadangan emas yang dikenal dengan Gold Standard atau Gold Exchange Standard. Tahap kedua adalah uang kertas atau uang fiat yang kita kenal sampai sekarang yang tidak didukung dengan cadangan emas. Uang kertas terakhir ini sebenarnya mengandung ketidak pastian yang sangat tinggi terhadap nilainya (gharar) seperti yang sudah terbukti di Indonesia melalui dua kejadian yaitu Sanering Rupiah 1965 dan Krisis Moneter 1997-1998. Peningkatan risiko ini disebabkan pertama karena uang kertas atau uang fiat yang tidak memiliki nilai intrinsik, dan kedua karena perdagangan internasional sudah semakin luas sehingga keterikatan sosial antar pelaku pasar sudah semakin renggang – sedikit saja kepercayaan pasar menurun terhadap suatu mata uang – maka hancurlah mata uang tersebut. Kepastian nilai mata uang kertas hanya bisa terjadi apabila uang kertas tersebut sepenuhnya mempunyai penyeimbang (counterbalance) yang jumlahnya sama dengan uang yang beredar, yaitu yang disebut 100 gold reserve system, atau di back up oleh kekayaan riil lain (misalnya minyak) yang nilainya setara dengan uang yang beredar tersebut.
Pada zaman Rasulullah SAW dikenal dua jenis uang yaitu uang yang berupa komoditi logam dan koin yang berasal dari kekaisaran Roma (Byzantine). Dua jenis uang logam yang digunakan adalah emas (Dinar) dan perak (Dirham). Logam tembaga juga digunakan secara terbatas dan tidak sepenuhnya dihukumi sebagai uang, disebut fals atau jamaknya fulus.
Tercatat bahwa Dirham dicetak pertama kali oleh Kekalifahan Umar bin Khattab pada sekitar abad 18 H, meskipun demikian koin logam emas dan perak dari Byzantine tetap juga diterima oleh masyarakat Islam. Dinar dicetak pertama kali pada zaman Kekalifahan Mu’awiya bin Abu Sufyan (41-60H), meskipun juga koin emas dan perak dari Byzantine tetap dipakai sampai sekitar thaun 75H-76 H pada zaman Kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan – ketika yang terakhir ini melakukan reformasi finansialnya dan mulai saat itu hanya Dinar dan Dirham yang dicetak sendiri oleh Kekhalifan Islam yang berlaku.
Pada awalnya koin emas yang dicetak di masa-masa tersebut mempunyai kwalitas cetakan yang kurang baik dan berat masing-masing koin yang tidak standar, oleh karenanya penggunaan uang logam ini awalnya lebih mengandalkan pada timbangan berat daripada menghitung jumlah koinnya. Awalnya penggunaan berdasarkan hitungan jumlah koin (bukan berat) hanya dilakukan terhadap koin perak Dirham dan fulus dari tembaga – karena keduanya memiliki nilai yang relatif rendah dibandingkan koin emas Dinar. Disinilah awal dikenalnya fungsi uang sebagai numeraire yang diperkenalkan oleh Islam.
Uang emas(Dinar) dan uang perak (Dirham) baru digunakan berdasarkan jumlah koinnya (bukan timbangannya) sebagaimana kita kenal secara konvensioanl seperti sekarang ini tercatat di dunia Islam baru sekitar abad ke 4 Hijriyah . Dalam kejayaan Islam umumnya kedua jenis uang emas dan perak digunakan bersama meskipun juga dipengaruhi ketersedeiaan bahan dan budaya setempat. Di zaman Salahuddin Al Ayyubi uang emas banyak dipakai di Persia dan spanyol, sedangkan perak (Dirham) banyak dipakai di Afrika Utara dan Semenanjung Arab.
Selain Dinar, Dirham dan Fulus (uang tembaga), di sejarah Kekhalifahan Islam juga dikenal adanya uang Maghshus yaitu uang yang dibuat dari campuran logam mulia (emas atau perak ) dengan logam lain seperti tembaga, perunggu dan lain sebagainya .
Dalam sejarah awal Islam apabila fulus digunakan, maka penggunaannya biasanya terbatas pada konteks lokal yang tidak terlalu luas dimana para pelaku bisa saling mengenal dan saling percaya. Fulus dari tembaga untuk perdagangan jarak jauh baru dicetak oleh pemerintahan Mamluk awal abad 9 H. Pada pemerintahan Mamluk tersebut ditetapkan bahwa nilai Dirham dari Tembaga (sebenarnya fulus) sama dengan Dirham dari perak (uang yang sesungguhnya); tetapi penetapan ini tidak di terima di masyarakat terbukti dari harga fulus Dirham yang dari tembaga jatuh. Pengalaman ini menunjukkan bahwa nilai uang yang sesungguhnya (dalam arti daya beli atau nilai tukarnya) tidak bisa ditentukan berdasarkan keputusan pemerintah, nilai uang akan tergantung dua hal yaitu apabila tidak berdasarkan nilai intrinsik-nya maka akan berdasarkan kepercayaan pasar yang menggunakannya.
Karena fulus yang dicetak rencananya untuk perdagangan jarak jauh tidak diterima dengan baik oleh pasar, maka pada masa tersebut mulai dilahirkan pula apa yang disebut sebagai suftaja atau al suftajah – semacam apa yang kita kenal sekarang dengan letter of credit. Suftaja ini dikeluarkan oleh tempat penukaran uang (Sharf) di tempat asal, untuk ditukar dengan uang koin Dinar atau Dirham di tempat penukaran uang di kota tujuan. Suftaja memiliki banyak kemiripan dengan uang kertas yang kita kenal yaitu mudah dibawa dalam perjalanan jauh dan berperan sebagai surat janji (promissory note) untuk bisa ditukar kembali dengan uang sesungguhnya. Suftaja juga banyak dipakai di Kekhalifahan Usmaniah antara abad 17 – 19 karena luasnya wilayah kekhalifahan sehingga diperlukan efektifitas pembayaran pembayaran perdangan jarak jauh .
Usaha memaksakan uang tanpa nilai intrinsik (uang kertas) pada dunia Islam sebenarnya juga pernah dilakukan oleh kekaisaran Mongols pada tahun 1294, namun gagal total hanya dalam dua bulan karena masyarakat Islam menolaknya. Sekali lagi hal ini membuktikan bahwa uang yang tidak di dukung dengan nilai intrinsik dan juga tidak didukung oleh kepercayaan masyarakat penggunanya pasti gagal.
Ber abad-abad berikutnya tepatnya mulai abad ke 19 uang kertas mulai diperkenalkan lagi ke dunia Islam (tentu juga dunia di luar Islam) melalui dua tahap. Tahap pertama masih didukung penuh dengan cadangan emas yang dikenal dengan Gold Standard atau Gold Exchange Standard. Tahap kedua adalah uang kertas atau uang fiat yang kita kenal sampai sekarang yang tidak didukung dengan cadangan emas. Uang kertas terakhir ini sebenarnya mengandung ketidak pastian yang sangat tinggi terhadap nilainya (gharar) seperti yang sudah terbukti di Indonesia melalui dua kejadian yaitu Sanering Rupiah 1965 dan Krisis Moneter 1997-1998. Peningkatan risiko ini disebabkan pertama karena uang kertas atau uang fiat yang tidak memiliki nilai intrinsik, dan kedua karena perdagangan internasional sudah semakin luas sehingga keterikatan sosial antar pelaku pasar sudah semakin renggang – sedikit saja kepercayaan pasar menurun terhadap suatu mata uang – maka hancurlah mata uang tersebut. Kepastian nilai mata uang kertas hanya bisa terjadi apabila uang kertas tersebut sepenuhnya mempunyai penyeimbang (counterbalance) yang jumlahnya sama dengan uang yang beredar, yaitu yang disebut 100 gold reserve system, atau di back up oleh kekayaan riil lain (misalnya minyak) yang nilainya setara dengan uang yang beredar tersebut.
Rencana Allah atas Penciptaan Emas dan Perak
Ulama besar Imam Ghazali (1058 M—1111 M) dalam bukunya yang legendaris Ihya Ulumuddin mengungkapkan bahwa Allah menciptakan emas dan perak agar keduanya menjadi ‘Hakim’ yang adil dalam memberikan nilai atau harga, dengan emas dan perak pula manusia bisa memperoleh barang-barang yang dibutuhkannya.
Yang dimaksud oleh Imam Ghazali dengan emas dan perak dalam bukunya tersebut adalah Dinar yaitu uang yang dibuat dari emas 22 karat dengan berat 4.25 gram, dan Dirham yaitu uang yang dibuat dari perak murni seberat 2.975 gram. Standar berat mata uang Dinar dan Dirham ini mengikuti Hadits Rasulullah SAW, “Timbangan adalah Timbangan Penduduk Makkah...” (HR. Abu Daud dan Nasa’i), kemudian dikuatkan kembali dalam bentuk hubungaan berat antara Dinar dan Dirham oleh Khalifah Umar bin Khattab sekitar 400 tahun sebelum Imam Ghazali menulis buku tersebut.
Dinar dan Dirham memang sudah ada sejak sebelum Islam lahir, karena Dinar (Dinarium) sudah dipakai di Romawi sebelumnya dan Dirham sudah dipakai di Persia. Kita ketahui bahwa apa-apa yang ada sebelum Islam namun setelah turunnya Islam tidak dilarang atau bahkan juga digunakan oleh Rasulullah SAW– maka hal itu menjadi ketetapan (Taqrir) Rasulullah SAW yang berarti menjadi bagian dari ajaran Islam itu sendiri, Dinar dan Dirham masuk kategori ini. Di lain pihak apa-apa yang ada sebelum Islam, kemudian dilarang oleh Islam melalui Al Qur’an, atau Al Hadits maka hal tersebut tidak boleh diiikuti oleh Umat Islam. Contoh yang terakhir ini adalah berjudi, berzina, minuman keras, riba dlsb.
Di Al Qur’an ketika Allah menceritakan tentang pemuda Ashabul Kahfi, juga menyebut mata uang yang dipakai oleh pemuda tersebut adalah mata uang perak (QS 18:19) – yang dikenal kemudian sebagai Dirham – yang menurut para ilmuwan terjadi sekitar pertengahan abad ke 3 Masehi atau kurang lebih 3 abad sebelum Islam.
Pertanyaannya adalah apakah Dinar dan Dirham yang dipakai sejak pra-Islam, kemudian terus dipakai dimasa Rasulullah S.A.W, dicetak pertama kali di dunia Islam (Dirham) pada zaman Umar bin Khattab dan kemudian dipakai oleh seluruh umat Islam sampai runtuhnya kekhalifahan Usmaniah di Turki tahun 1924, bisa pula kita pakai dalam kehidupan sehari-hari umat Islam di jaman modern sekarang ini ?. Jawabannya adalah pasti bisa !, kaidahnya adalah sebagai agama akhir zaman - tidak ada satupun ajaran Islam yang out of date. Tinggal tantangannya ada pada diri kita sendiri yang hidup di zaman ini untuk dapat mengimplementasikan solusi yang mengikuti ajaran Islam ini dengan menyeluruh atau kaffah – dan kita kembalikan kepada inti ajaran Al Qur’an dan al Hadits untuk segala permasalahan yang kita hadapi.
Yang dimaksud oleh Imam Ghazali dengan emas dan perak dalam bukunya tersebut adalah Dinar yaitu uang yang dibuat dari emas 22 karat dengan berat 4.25 gram, dan Dirham yaitu uang yang dibuat dari perak murni seberat 2.975 gram. Standar berat mata uang Dinar dan Dirham ini mengikuti Hadits Rasulullah SAW, “Timbangan adalah Timbangan Penduduk Makkah...” (HR. Abu Daud dan Nasa’i), kemudian dikuatkan kembali dalam bentuk hubungaan berat antara Dinar dan Dirham oleh Khalifah Umar bin Khattab sekitar 400 tahun sebelum Imam Ghazali menulis buku tersebut.
Dinar dan Dirham memang sudah ada sejak sebelum Islam lahir, karena Dinar (Dinarium) sudah dipakai di Romawi sebelumnya dan Dirham sudah dipakai di Persia. Kita ketahui bahwa apa-apa yang ada sebelum Islam namun setelah turunnya Islam tidak dilarang atau bahkan juga digunakan oleh Rasulullah SAW– maka hal itu menjadi ketetapan (Taqrir) Rasulullah SAW yang berarti menjadi bagian dari ajaran Islam itu sendiri, Dinar dan Dirham masuk kategori ini. Di lain pihak apa-apa yang ada sebelum Islam, kemudian dilarang oleh Islam melalui Al Qur’an, atau Al Hadits maka hal tersebut tidak boleh diiikuti oleh Umat Islam. Contoh yang terakhir ini adalah berjudi, berzina, minuman keras, riba dlsb.
Di Al Qur’an ketika Allah menceritakan tentang pemuda Ashabul Kahfi, juga menyebut mata uang yang dipakai oleh pemuda tersebut adalah mata uang perak (QS 18:19) – yang dikenal kemudian sebagai Dirham – yang menurut para ilmuwan terjadi sekitar pertengahan abad ke 3 Masehi atau kurang lebih 3 abad sebelum Islam.
Pertanyaannya adalah apakah Dinar dan Dirham yang dipakai sejak pra-Islam, kemudian terus dipakai dimasa Rasulullah S.A.W, dicetak pertama kali di dunia Islam (Dirham) pada zaman Umar bin Khattab dan kemudian dipakai oleh seluruh umat Islam sampai runtuhnya kekhalifahan Usmaniah di Turki tahun 1924, bisa pula kita pakai dalam kehidupan sehari-hari umat Islam di jaman modern sekarang ini ?. Jawabannya adalah pasti bisa !, kaidahnya adalah sebagai agama akhir zaman - tidak ada satupun ajaran Islam yang out of date. Tinggal tantangannya ada pada diri kita sendiri yang hidup di zaman ini untuk dapat mengimplementasikan solusi yang mengikuti ajaran Islam ini dengan menyeluruh atau kaffah – dan kita kembalikan kepada inti ajaran Al Qur’an dan al Hadits untuk segala permasalahan yang kita hadapi.
Keharusan Menjaga Kekayaan Umat
Tiga hal yang amat penting untuk dilindungi bagi umat Islam adalah Jiwa, Harta dan Kehormatan mereka. Begitu pentingnya masalah ini sehingga tiga hal ini menjadi pesan-pesan terakhir yang ditekankan oleh Rasulullah, SAW pada saat haji wada’ atau haji perpisahan. Hal ini dapat kita pelajari dari sebuah hadits panjang yang kurang lebih terjemahan bebasnya sebagai berikut :
Diriwatakan oleh Abu Bakrah R.A.’ Rasulullah SAW bersabda : “ Telah sempurna putaran waktu dan telah sempurna Allah menciptakan langit dan bumi. Tahunnya terdiri dari 12 bulan, empat diantaranya bulan haram; tiga diantaranya berturut-turut yaitu Dhul-Qa’dah, Dhul-Hijjah dan Muharam, yang satu lagi Rajab, yaitu bulan Mudar(suku), yang datang diantara Jumadah dan Sha’ban. (Kemudian Rasulullah SAW bertanya kepada kami yang hadir), “Bulan apa ini “? Kami berkata “ Allah dan RasululNya lebih tahu”. Rasulullah, SAW tetap diam beberapa saat sampai kami mengira beliau akan memberi nama yang lain. Kemudian Beliau bertanya : “Bukankah ini bulan Dhul-Hijjah ?”. Kami menjawab dengan membenarkannya. Beliau bertanya lagi :” Di kota apa ini ?”, Kami menjawab :” Allah dan rasulNya lebih tahu”. Beliau diam beberapa saat sampai kami mengira Beliau akan memberi nama lain. Beliau bertanya “ Bukankah ini Al Baddah (Makkah)?”; Kami jawab “Ya”. Kemudian beliau bertanya lagi :”Hari apa ini ?”, Kami menjawab : “Allah dan RasulNya lebih tahu”. Beliau diam beberapa saat sampai kami mengira akan memberikan nama lain. Beliau bertanya “ Bukankah ini hari An-Nahr (hari Qurban) ?”. Kami menjawab dengan membenarkannya. Setelah itu beliau bersabda “Maka sesungguhnya darah kamu sekalian, harta kamu sekalian dan kehormatan kamu sekalian haram bagi kamu sekalian satu sama lain (haram untuk ditumpahkan, diambil dan dinodai), seperti haramnya hari ini bagi kalian, kota ini bagi kalian dan bulan ini bagi kalian. Kamu sekalian akan segera menemui Tuhan kalian dan Dia akan bertanya tentang perbuatan kalian. Jadi jangan kembali kepada kekafiran setelahKu dengan saling menyerang leher satu sama lain. Ingat ! agar yang hadir disini menyampaikan(pesan ini) kepada yang tidak hadir; Sebagian orang yang menerima pesan ini lebih memahami dari yang mendengar ini”. Beliau kemudian bersabda lagi ; “Ingat ! Bukankah Aku telah sampaikan perintah Allah ini kepada kamu sekalian ?: Ingat ! Bukankah Aku telah sampaikan perintah Allah ini kepada kamu sekalian ?”. Kami menjawab : “Ya”. Beliau kemudian bersabda : “ Allah sebagai saksi atas hal ini” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Dari tiga hal yang diharamkan bagi muslim satu dengan muslim lainnya tersebut, tulisan ini hanya akan berfokus pada haramnya harta seorang muslim bagi muslim lainnya. Apabila di jaman dahulu harta seorang muslim hanya dapat di rampas dengan cara pencurian, perampokan, penjarahan dan sejenisnya yang bersifat fisik. Maka dizaman modern sekarang ini harta umat Islam secara keseluruhan dalam suatu negeri seperti Indonesia dapat dijarah, dirampok atau dihancurkan nilainya dalam sekejap. Bahkan yang melakukan penjarahan atau penghancuran nilai tersebut tidak perlu (paling tidak tidak nampak) dilakukan oleh suatu Negara lain. Penjarahan dan penghancuran nilai tersebut dapat dilakukan oleh segelintir orang yang berspekulasi dengan ekonomi dan mata uang negeri ini. Penjarahan yang lebih sistematis juga dilakukan oleh negara lain terhadap kekayaan negeri ini melalui keuntungan seigniorage yang diperoleh oleh negara lain yang mata uangnya kita gunakan dan kita tukar dengan kekayaan alam kita, detilnya kita bahas di Bab VI. 1.
Kita masih ingat betapa di tahun 1997-1998 semua kekayaan umat ini yang tersimpan dalam nilai Rupiah atau yang diukur dengan nilai Rupiah, nilainya terus turun tinggal 14% atau Rupiah mengalami penurunan 86% terhadap Dollar Amerika hanya dalam waktu beberapa bulan, karena nilai Rupiah terhadap Dollar Amerika turun dari Rp 2400/US$ 1 menjadi terburuk pada Rp 17000/US$ 1. Sebenarnya bukan hanya terhadap Dollar Amerika nilai uang Rupiah kita turun drastis tersebut, terhadap daya beli komoditi standar seperti emas – nilai Rupiah juga turun drastis saat itu. Apabila sebelum krisis harga emas murni sekitar Rp 26,000/gr. Selama krisis harga emas murni mencapai Rp 161,000/gr. Atau Rupiah mengalami penurunan nilai 84% terhadap emas.
Apabila Anda saat itu punya tabungan Rp 1 milyar sebelum krisis, selama krisis uang Anda tetap Rp 1 milyar maka dalam nilai Dollar Amerika sebenarnya Anda telah menjadi lebih miskin 86 % karena uang Rp 1 milyar Anda tadinya setara kurang lebih US$ 417,000 dalam beberapa bulan uang Anda tinggal US$ 59,000 !. Dalam ukuran emas, uang Rp 1 milyar Anda sebelum krisis setara dengan emas kurang lebih 38.5 kg; selama krisis uang Anda tinggal setara dengan emas 6.2 kg saja !.
Apa reaksi kita saat itu dan jutaan lain rakyat negeri ini yang mengalami penghancuran total terhadap kekayaannya ? semuanya sabar (atau pasrah ?) dan menerima realita yang ada sebagai krisis moneter. Maka krisis moneter menjadi pemakluman umum dan tidak ada yang protes.
Ternyata krisis moneter dengan penurunan nilai mata uang tersebut bukan monopoli negara dengan kekuatan ekonomi lemah seperti negeri yang kita cintai ini. Negara perkasa seperti Amerika Serikat ternyata juga mengalami krisis mata uang yang sama – hanya periodenya lebih panjang –dibanding yang kita alami tahun 1997-1998. Selama enam tahun terakhir (2001-2006) nilai tukar US$ terhadap emas turun tinggal 44% atau mengalami penurunan 56%. Tahun 2001 harga emas dunia adalah US$ 8.93/gr. dan akhir tahun 2006 harga emas mencapai US$ 20.35/gr.
Dari dua kejadian di dua negara dengan kekuatan ekonomi yang sangat berbeda tersebut, kita dapat ambil kesimpulan bahwa uang kertas atau Fiat Money sangat tidak bisa diandalkan untuk mempertahankan dan melindungi kekayaan pemiliknya. Dari sini terbukti bahwa uang fiat gagal menjalankan fungsinya yaitu sebagai store of value atau penyimpan nilai, seperti fungsi uang yang selalu ditulis di textbook-textbook ekonomi modern .
Kesadaran tidak dapat diandalkan dan dipercayanya uang kertas tersebut telah mulai tumbuh di beberapa negara. Bahkan di Amerika Serikat sendiri telah tumbuh gerakan penyadaran masyarakat akan kebohongan dan kepalsuan ekonomi yang ditimbulkan oleh mata uang kertas. The Foundation for the Advancement of Monetary Education (FAME) adalah salah satunya yang aktif memberikan penyadaran kepada masyarakat tentang apa yang mereka sebut ‘The Danger From our Fraudulent Fiat Money’ dan ‘Honest Monetary Weights and Measures—which is almost always Gold-as-money—is the Solution’.
Ada setidaknya dua fenomena dari kasus tersebut diatas. Yang pertama adalah ketika sebagian warga negara Amerika Serikat mulai tidak percaya uang mereka sendiri (US$), masyarakat dunia lainnya – termasuk Indonesia masih menggunakan US$ sebagai rujukannya. Seluruh kinerja ekonomi kita seperti cadangan devisa, pendapatan per kapita, GNP dst. masih diukur dengan US$ - padahal US$ nilainya tinggal 44 % saja dari nilai 6 tahun lalu.
Fenomena kedua adalah ketika mereka tidak percaya mata uang kertasnya, mereka selalu kembali ke emas dan perak sebagai solusi. Disinilah beruntungnya umat Islam dibandingkan dengan umat-umat lainnya. Sebagian warga negara Amerika Serikat yang tidak percaya US$ lagi sekarang, mereka hanya tahu emas dan perak sebagai solusi – tetapi tidak tahu bagaimana mengukur satuannya, bagaimana menyebutnya, standar apa yang akan digunakan dst. Meskipun mereka orang-orang yang cerdas, namun karena tidak mendapatkan petunjuk maka tetaplah mereka sebagai al-dholliin – orang yang tersesat.
Sebaliknya kita umat Islam, kita memiliki contoh (Uswatun Hasanah) yang sempurna dalam menyikapi berbagai persoalan hidup. Ketika kita sadar bahwa mata uang US$, Rupiah dan mata uang kertas lainnya – tidak bisa diandalkan – maka kita diberi tahu tahu solusinya sesuai contoh yang sempurna tersebut – yaitu kembali ke Dinar dan Dirham. Standarnya-pun sudah sangat jelas yang diberlakukan sejak zaman Rasulullah SAW yaitu satu dinar adalah emas 1 mitsqal atau seberat 4.25 gr. Sedangkan Dirham adalah perak murni yang beratnya ditentukan berdasarkan persamaan berat yang dibakukan oleh Umar bin Khattab yaitu berat 7 Dinar sama dengan berat 10 Dirham, artinya satu Dirham sama dengan 2.975 gr perak murni.
Krisis tahun 1997-1998 sudah terjadi dan tidak perlu kita sesali, saat itu jutaan umat Islam negeri ini kekayaannya turun tinggal 1/6 dari kekayaan semula pun- tidak ada yang protes. Tetapi dari hadits panjang tersebut diatas sebenarnya tersirat tanggung jawab yang sangat besar bagi pemimpin-pemimpin negeri ini. Kalau harta muslim adalah haram bagi muslim lain untuk mengambilnya (menguranginya), maka bagaimanakah pertanggungan jawab pemimpin negeri ini di akhirat nanti- yang telah membuat harta jutaan muslim di Indonesia nilainya hancur ?. Dapatkah mereka mempertangung jawabkannya ?. dapatkah mereka menggunakan permakluman bahwa krisis moneterlah yang bisa disalahkan ?.
Islam tidak membenarkan kita ber-andai-andai, maka saat inilah sebenarnya kesempatan pemimpin-pemimpin di negeri ini baik di Eksekutif, Legislatif maupun Yudikatif untuk membuat kebijakan yang kondusif yang mendorong terlindunginya harta-harta umat dengan baik. Hal ini setidaknya dapat mereka lakukan dengan mendorong penggunaan Dinar dan Dirham atau minimal menghapuskan peraturan yang menjadi hambatan dalam penggunaan Dinar sebagai alat investasi , alat muamalah maupun ibadah (zakat, diyat dlsb) bagi umat Islam di negeri ini.
Setelah kita tahu bahwa selama ini ternyata uang kertas yang kita gunakan sangat tidak bisa diandalkan nilainya karena terus-menerus mengalami penurunan nilai, maka pertanyaan berikutnya adalah siapakah yang seharusnya menjaga nilai kekayaan kita dan kekayaan umat Islam seluruhnya ? tentu tugas tersebut adalah menjadi tugas kita semua umat Islam. Rasulullah SAW melalui dua hadits berikut memberikan semangat agar kita mau dan mampu mempertahankan harta kita bahkan sampai mati sekalipun.
Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW seraya berkata : “wahai Rasulullah, bagimana pendapat engkau jika datang seseorang bermaksud mengambil harta saya ?” Rasulullah SAW menjawab : “jangan kamu berikan”, ia berkata :“ Bagaimana jika ia berusaha membunuhku ?” Rasulullah SAW menjawab :”Kamu mati syahid”. Ia berkata : “bagaimana jika aku membunuhnya ?” Rasulullah SAW menjawab : “ Ia akan masuk ke dalam neraka” (HR. Imam Muslim)
Dari Abdullah bin ‘Amr, ia berkata :” Aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda :” Barang siapa terbunuh karena membela hartanya, maka ia mati syahid” (HR. Bukhari dan Muslim)
Pertanyaan berikutnya adalah terhadap risiko apa harta tersebut harus kita pertahankan ?, tentu terhadap risiko pengambilan harta (bisa juga berarti penurunan nilai harta) secara tidak hak yang dilakukan orang lain terhadap harta kita.
Sebagian besar kita mungkin menganggap bahwa pengambilan harta secara tidak hak oleh orang lain tersebut hanyalah melalui perampokan, pencurian, penjarahan (seperti kejadian Mei 1998) dan sejenisnya. Ini semua betul, tetapi di zaman modern sekarang ini sebenarnya risiko terbesar atas pengambilan harta secara tidak hak bukanlah pada risiko-risiko yang dicontohkan tersebut diatas. Di zaman uang diperdagangkan sebagai komoditi seperti zaman sekarang ini, pencurian, perampokan dan penjarahan yang risikonya jauh lebih tinggi justru dilakukan orang secara terang-terangan dan tidak melanggar ‘hukum tertulis’. Karena tidak melanggar ‘hukum tertulis’ maka pemerintahpun tidak melindungi rakyatnya dari risiko semacam ini. Pencurian, perampokan dan penjarahan yang risikonya terbesar saat ini adalah dilakukan melalui penghancuran nilai tukar harta kita terhadap barang-barang yang kita butuhkan.
Selama ini risiko yang sifatnya fisik seperti pencurian, perampokan dan penjarahan lebih banyak mendapatkan perhatian dari masyarakat. Upaya pencegahannyapun dilakukan di berbagai tingkatan mulai dari anggota masyarakat secara individu, lingkungan masyarakat sampai pemerintah memfasilitasi pengamanan risiko fisik dari warganya. Dalam manajemen risiko, risiko-risiko fisik ini memiliki frequency (peluang) kejadian yang rendah dan severity (nilai kerugian) yang juga rendah secara aggregate nasional meskipun bisa saja severity tinggi untuk risiko individual.
Di lain pihak ada risiko lain yang lebih mengancam secara individu maupun nasional, risiko ini mempunyai freqency sangat tinggi bahkan boleh dibilang berada pada tingkatan pasti terjadi, severity-nyapun sangat tinggi baik secara aggregate nasional maupun secara individu. Risiko ini adalah risiko kehilangan atau penurunan nilai kekayaan individu maupun bangsa ini secara keseluruhan yang diakibatkan oleh penurunan nilai alat ukur atas kekayaan tersebut yaitu uang Rupiah kita.
Pada puncak krisis Indonesia yang ditandai dengan kerusuhan Mei 1998, Industri asuransi Indonesia membayar kerugian rumah dan toko-toko yang terbakar dan dijarah orang di beberapa kota Indonesia konon mencapai nilai keseluruhan sekitar US$ 200 juta. Pada saat itu sesungguhnya kerugian terbesar di derita rakyat Indonesia yang mayoritas muslim dan mayoritas uangnya (atau hartanya) dinilai dalam rupiah. Dalam puncak krisis itu harta kita tinggal 1/6 dari nilai semula – gara gara nilai uang kertas kita terhadap uang kertas lain turun dari US$ 1 = Rp 2400 menjadi US$ 1 = Rp 14,400. Tanpa kita sadari penurunan nilai ini diikuti oleh pengambil alihan beberapa asset negeri ini oleh orang asing (atau juga orang Indonesia yang berbaju asing dan bermata uang asing) yang tentu dengan sangat murah semata-mata karena uang yang mereka pegang tidaklah sama dengan uang kita. Inilah pengambilan harta yang tidak hak itu, dan inilah risiko terbesar yang pasti terjadi selama kita menggunakan uang fiat dan perlu kita melindungi diri darinya.
Kehancuran atau penghancuran nilai kekayaan bangsa ini yang terjadi antara tahun 1997-1998 dapat pula dijelaskan secara visual sebagaimana grafik dibawah ini :
Data : Diolah dari berbagai sumber antara lain Gold Price Organization
Grafik II. 3 : Fluktuasi harga Emas Dalam US Dollar dan Dalam Rupiah
Dari grafik tersebut diatas, kita dapat melihat bahwa ketika secara internasional harga emas harusnya turun (Dalam US$), di Indonesia malah naik secara significant khususnya antara tahun 1997-1998. Secara statistik hal ini bisa dijelaskan dengan koefisien korelasi antara harga emas dalam rupiah dengan harga emas dunia dalam US Dollar. Apabila semuanya berjalan adil seharusnya korelasi ini selalu positif dan mendekati angka + 1 (dari skala -1 sampai +1). Artinya sudah seharusnya apabila harga emas dunia naik dalam US Dollar, maka harga emas dalam rupiah juga naik – demikian pula sebaliknya apabila harga tersebut turun.
Untuk Indonesia bisa kita lihat bahwa angka korelasi tersebut selama tiga puluh tahun dari 1966 -1996 bernilai + 0.77 ; kemudian setelah ekonomi relatif normal sejak 1999-2006 bernilai + 0.99. Artinya kalau tidak ada pihak yang menghancurkan kekayaan kita, maka kita dapat mengikuti perkembangan harga emas dunia.
Sebaliknya pada dasawarsa 10 tahun dari 1991-2000, angka koefisien korelasi tersebut menjadi negatif (-) 0.65. Angka minus ini terjadi karena gejolak yang kita sebut krisis moneter antara tahun 1997-1998. Karena pengaruh angka korelasi yang minus pada dasawarsa 1991-2000 ini maka koefisien korelasi antara harga emas dalam rupiah dengan harga emas dunia dalam US$ selama empat puluh tahun terakhir 1966-2006, memiliki angka yang rendah yaitu hanya positif (+) 0.46.
Dari angka-angka koefisien korelasi tersebut dapat kita tarik kesimpulan sederhana bahwa memang ada ‘keanehan’ terhadap daya beli mata uang Rupiah kita yang secara menyolok terjadi pada tahun 1997-1998. Kalau ekonomi global berjalan secara adil terhadap Indonesia dan tidak ada yang sengaja menghancurkannya, maka sudah seharusnya koefisien korelasi tersebut ber-angka positif dan mendekati angka + 1 sepanjang masa. Tetapi juga janganlah kita buru-buru hanya menyalahkan pihak eksternal, apakah itu spekulator mata uang, Economic Hit Man ataupun permainan pihak tertentu, kita hanya bisa diserang karena kita memang lemah. Sistem uang fiat, fractional reserve banking dan bunga bank yang ribawi yang kita pakai memang pada dasarnya lemah – para spekulan mata uang ataupun pihak lain tinggal memanfaatkan kelemahan tersebut untuk menyerang mata uang tersebut pada waktu yang tepat. Lebih jauh mengenai bagaimana para spekulan mata uang melakukan aksinya, dapat dilihat di Appendix.
Kalau risiko fisik ada yang menjaganya, lantas siapa di negeri ini yang seharusnya menjaga kekayaan rakyat dan bangsa ini dari penghancuran nilai tersebut ?. Idealnya otoritas moneter bangsa ini harus mampu menjaga nilai Rupiah sehingga terjaga kekayaan rakyat dan bangsa ini yang diukur dengan nilai rupiah. Namun jangankan Indonesia yang tergolong lemah dalam moneter, Negara seperkasa Amerika Serikat-pun gagal menjaga nilai US Dollar-nya (terhadap nilai emas, nilai US$ turun tinggal 5.5 % selama 40 tahun, dan turun tinggal sekitar 44% selama 6 tahun terakhir).
Nah kalau negara kita dan juga negara-negara lain yang mengaku perkasa tidak bisa melindungi harta rakyatnya dari penurunan nilai (di Amerika Serikat sampai timbul gerakan penyadaran masyarakat akan ketidak mampuan negaranya menjaga nilai ini yang dilakukan oleh FAME – Foundation of Advance Monetary Education ), bagaimana kita secara individu atau bersama masyarakat bisa melindungi harta kita dari penurunan nilai ?.
Jawabannya adalah pada kemauan atau niat. Negara bukan tidak mampu menjaga nilai kekayaan atau harta rakyatnya dari risiko penurunan nilai, tetap dengan alasan tertentu negara memang tidak mau atau tidak mempunyai niat untuk melakukannya.
Solusi untuk menjaga nilai harta kita dari penghancuran nilai sebenarnya ada di mata uang dan sistem moneter, sejauh kita masih menggunakan mata uang yang tidak memiliki nilai intrinsik, mata uang yang terus tergerus nilai daya belinya, maka penjagaan nilai harta kita dengan mata uang tersebut tidak dapat dilakukan. Kekayaan kita yang dinilai dalam uang rupiah juga akan terus terancam selama negeri ini menggunakan fractional reserve banking, dimana segelintir warga negeri ini yang mengendalikan perbankan dapat menciptakan uang bank, dan uang bank ini dipakai untuk menguasai sumber-sumber ekonomi negeri ini. Atau melalui cara lain, uang bank yang terus menggelembung melalui proses money creation akan otomatis menurunkan daya beli uang rupiah itu sendiri, bagi sebagian terbesar dari masyarakat yang jumlah uangnya atau penghasilannya tetap penurunan daya beli uang juga berarti pemiskinan yang sistematis.
Sebaliknya apabila kita gunakan mata uang yang adil, yang memiliki daya beli stabil sepanjang zaman yaitu Dinar dan Dirham (Lihat di sub bab sebelumnya dalam Bab ’Hakim’ yang Adil...), maka secara otomatis harta kita tersebut akan terlindungi dari risiko penghancuran nilai. Apabila proses money creation dan riba ditinggalkan, maka kekayaan akan menyebar secara adil karena penghasilan harus dihasilkan oleh suatu proses kerja atau kegiatan produksi, uang tidak menghasilkan uang tetapi kerja atau produksilah yang menghasilkan uang.
Kalau menjaga harta dari risiko fisik saja yang bisa terjadi bisa juga tidak (frequency kejadian rendah) dan kalau toh terjadi risikonya tidak besar secara nasional (severity rendah) – kita dijanjikan pahala syahid oleh hadits tersebut diatas, tentu menjaga harta kita dan harta umat dari penghancuran nilai (freqency tinggi dan severity tinggi) – insyaallah akan mendapatkan pahala yang minimal sama dari Allah SWT yang ditanganNya kita menyerahkan hidup mati kita.
Dengan besarnya pahala yang dijanjikan oleh Allah untuk perjuangan menegakkan keadilan terhadap harta kita dan harta umat melalui kampanye penggunaan Dinar dan Dirham, juga jangan sampai kita menjadi hamba Dinar dan Dirham yang disebutkan dalam hadits “ Celakalah hamba Dinar dan hamba Dirham” (HR. Bukhari).
Maksud hadits tersebut tentu bukan untuk orang-orang yang memperjuangkan penggunaan Dinar dan Dirham di negeri ini sebagai alat untuk bermuamalah karena penggunaan uang kertas yang ada terutama untuk transaksi jangka panjang jelas tidak bisa memberikan keadilan. Yang dimaksudkan hamba Dinar dan hamba Dirham dalam hadits tersebut adalah orang-orang yang mempertuhankan hartanya. baik harta tersebut berupa uang Rupiah, US Dollar ataupun harta lainnya – semoga kita bukanlah termasuk yang demikian ini.
Diriwatakan oleh Abu Bakrah R.A.’ Rasulullah SAW bersabda : “ Telah sempurna putaran waktu dan telah sempurna Allah menciptakan langit dan bumi. Tahunnya terdiri dari 12 bulan, empat diantaranya bulan haram; tiga diantaranya berturut-turut yaitu Dhul-Qa’dah, Dhul-Hijjah dan Muharam, yang satu lagi Rajab, yaitu bulan Mudar(suku), yang datang diantara Jumadah dan Sha’ban. (Kemudian Rasulullah SAW bertanya kepada kami yang hadir), “Bulan apa ini “? Kami berkata “ Allah dan RasululNya lebih tahu”. Rasulullah, SAW tetap diam beberapa saat sampai kami mengira beliau akan memberi nama yang lain. Kemudian Beliau bertanya : “Bukankah ini bulan Dhul-Hijjah ?”. Kami menjawab dengan membenarkannya. Beliau bertanya lagi :” Di kota apa ini ?”, Kami menjawab :” Allah dan rasulNya lebih tahu”. Beliau diam beberapa saat sampai kami mengira Beliau akan memberi nama lain. Beliau bertanya “ Bukankah ini Al Baddah (Makkah)?”; Kami jawab “Ya”. Kemudian beliau bertanya lagi :”Hari apa ini ?”, Kami menjawab : “Allah dan RasulNya lebih tahu”. Beliau diam beberapa saat sampai kami mengira akan memberikan nama lain. Beliau bertanya “ Bukankah ini hari An-Nahr (hari Qurban) ?”. Kami menjawab dengan membenarkannya. Setelah itu beliau bersabda “Maka sesungguhnya darah kamu sekalian, harta kamu sekalian dan kehormatan kamu sekalian haram bagi kamu sekalian satu sama lain (haram untuk ditumpahkan, diambil dan dinodai), seperti haramnya hari ini bagi kalian, kota ini bagi kalian dan bulan ini bagi kalian. Kamu sekalian akan segera menemui Tuhan kalian dan Dia akan bertanya tentang perbuatan kalian. Jadi jangan kembali kepada kekafiran setelahKu dengan saling menyerang leher satu sama lain. Ingat ! agar yang hadir disini menyampaikan(pesan ini) kepada yang tidak hadir; Sebagian orang yang menerima pesan ini lebih memahami dari yang mendengar ini”. Beliau kemudian bersabda lagi ; “Ingat ! Bukankah Aku telah sampaikan perintah Allah ini kepada kamu sekalian ?: Ingat ! Bukankah Aku telah sampaikan perintah Allah ini kepada kamu sekalian ?”. Kami menjawab : “Ya”. Beliau kemudian bersabda : “ Allah sebagai saksi atas hal ini” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Dari tiga hal yang diharamkan bagi muslim satu dengan muslim lainnya tersebut, tulisan ini hanya akan berfokus pada haramnya harta seorang muslim bagi muslim lainnya. Apabila di jaman dahulu harta seorang muslim hanya dapat di rampas dengan cara pencurian, perampokan, penjarahan dan sejenisnya yang bersifat fisik. Maka dizaman modern sekarang ini harta umat Islam secara keseluruhan dalam suatu negeri seperti Indonesia dapat dijarah, dirampok atau dihancurkan nilainya dalam sekejap. Bahkan yang melakukan penjarahan atau penghancuran nilai tersebut tidak perlu (paling tidak tidak nampak) dilakukan oleh suatu Negara lain. Penjarahan dan penghancuran nilai tersebut dapat dilakukan oleh segelintir orang yang berspekulasi dengan ekonomi dan mata uang negeri ini. Penjarahan yang lebih sistematis juga dilakukan oleh negara lain terhadap kekayaan negeri ini melalui keuntungan seigniorage yang diperoleh oleh negara lain yang mata uangnya kita gunakan dan kita tukar dengan kekayaan alam kita, detilnya kita bahas di Bab VI. 1.
Kita masih ingat betapa di tahun 1997-1998 semua kekayaan umat ini yang tersimpan dalam nilai Rupiah atau yang diukur dengan nilai Rupiah, nilainya terus turun tinggal 14% atau Rupiah mengalami penurunan 86% terhadap Dollar Amerika hanya dalam waktu beberapa bulan, karena nilai Rupiah terhadap Dollar Amerika turun dari Rp 2400/US$ 1 menjadi terburuk pada Rp 17000/US$ 1. Sebenarnya bukan hanya terhadap Dollar Amerika nilai uang Rupiah kita turun drastis tersebut, terhadap daya beli komoditi standar seperti emas – nilai Rupiah juga turun drastis saat itu. Apabila sebelum krisis harga emas murni sekitar Rp 26,000/gr. Selama krisis harga emas murni mencapai Rp 161,000/gr. Atau Rupiah mengalami penurunan nilai 84% terhadap emas.
Apabila Anda saat itu punya tabungan Rp 1 milyar sebelum krisis, selama krisis uang Anda tetap Rp 1 milyar maka dalam nilai Dollar Amerika sebenarnya Anda telah menjadi lebih miskin 86 % karena uang Rp 1 milyar Anda tadinya setara kurang lebih US$ 417,000 dalam beberapa bulan uang Anda tinggal US$ 59,000 !. Dalam ukuran emas, uang Rp 1 milyar Anda sebelum krisis setara dengan emas kurang lebih 38.5 kg; selama krisis uang Anda tinggal setara dengan emas 6.2 kg saja !.
Apa reaksi kita saat itu dan jutaan lain rakyat negeri ini yang mengalami penghancuran total terhadap kekayaannya ? semuanya sabar (atau pasrah ?) dan menerima realita yang ada sebagai krisis moneter. Maka krisis moneter menjadi pemakluman umum dan tidak ada yang protes.
Ternyata krisis moneter dengan penurunan nilai mata uang tersebut bukan monopoli negara dengan kekuatan ekonomi lemah seperti negeri yang kita cintai ini. Negara perkasa seperti Amerika Serikat ternyata juga mengalami krisis mata uang yang sama – hanya periodenya lebih panjang –dibanding yang kita alami tahun 1997-1998. Selama enam tahun terakhir (2001-2006) nilai tukar US$ terhadap emas turun tinggal 44% atau mengalami penurunan 56%. Tahun 2001 harga emas dunia adalah US$ 8.93/gr. dan akhir tahun 2006 harga emas mencapai US$ 20.35/gr.
Dari dua kejadian di dua negara dengan kekuatan ekonomi yang sangat berbeda tersebut, kita dapat ambil kesimpulan bahwa uang kertas atau Fiat Money sangat tidak bisa diandalkan untuk mempertahankan dan melindungi kekayaan pemiliknya. Dari sini terbukti bahwa uang fiat gagal menjalankan fungsinya yaitu sebagai store of value atau penyimpan nilai, seperti fungsi uang yang selalu ditulis di textbook-textbook ekonomi modern .
Kesadaran tidak dapat diandalkan dan dipercayanya uang kertas tersebut telah mulai tumbuh di beberapa negara. Bahkan di Amerika Serikat sendiri telah tumbuh gerakan penyadaran masyarakat akan kebohongan dan kepalsuan ekonomi yang ditimbulkan oleh mata uang kertas. The Foundation for the Advancement of Monetary Education (FAME) adalah salah satunya yang aktif memberikan penyadaran kepada masyarakat tentang apa yang mereka sebut ‘The Danger From our Fraudulent Fiat Money’ dan ‘Honest Monetary Weights and Measures—which is almost always Gold-as-money—is the Solution’.
Ada setidaknya dua fenomena dari kasus tersebut diatas. Yang pertama adalah ketika sebagian warga negara Amerika Serikat mulai tidak percaya uang mereka sendiri (US$), masyarakat dunia lainnya – termasuk Indonesia masih menggunakan US$ sebagai rujukannya. Seluruh kinerja ekonomi kita seperti cadangan devisa, pendapatan per kapita, GNP dst. masih diukur dengan US$ - padahal US$ nilainya tinggal 44 % saja dari nilai 6 tahun lalu.
Fenomena kedua adalah ketika mereka tidak percaya mata uang kertasnya, mereka selalu kembali ke emas dan perak sebagai solusi. Disinilah beruntungnya umat Islam dibandingkan dengan umat-umat lainnya. Sebagian warga negara Amerika Serikat yang tidak percaya US$ lagi sekarang, mereka hanya tahu emas dan perak sebagai solusi – tetapi tidak tahu bagaimana mengukur satuannya, bagaimana menyebutnya, standar apa yang akan digunakan dst. Meskipun mereka orang-orang yang cerdas, namun karena tidak mendapatkan petunjuk maka tetaplah mereka sebagai al-dholliin – orang yang tersesat.
Sebaliknya kita umat Islam, kita memiliki contoh (Uswatun Hasanah) yang sempurna dalam menyikapi berbagai persoalan hidup. Ketika kita sadar bahwa mata uang US$, Rupiah dan mata uang kertas lainnya – tidak bisa diandalkan – maka kita diberi tahu tahu solusinya sesuai contoh yang sempurna tersebut – yaitu kembali ke Dinar dan Dirham. Standarnya-pun sudah sangat jelas yang diberlakukan sejak zaman Rasulullah SAW yaitu satu dinar adalah emas 1 mitsqal atau seberat 4.25 gr. Sedangkan Dirham adalah perak murni yang beratnya ditentukan berdasarkan persamaan berat yang dibakukan oleh Umar bin Khattab yaitu berat 7 Dinar sama dengan berat 10 Dirham, artinya satu Dirham sama dengan 2.975 gr perak murni.
Krisis tahun 1997-1998 sudah terjadi dan tidak perlu kita sesali, saat itu jutaan umat Islam negeri ini kekayaannya turun tinggal 1/6 dari kekayaan semula pun- tidak ada yang protes. Tetapi dari hadits panjang tersebut diatas sebenarnya tersirat tanggung jawab yang sangat besar bagi pemimpin-pemimpin negeri ini. Kalau harta muslim adalah haram bagi muslim lain untuk mengambilnya (menguranginya), maka bagaimanakah pertanggungan jawab pemimpin negeri ini di akhirat nanti- yang telah membuat harta jutaan muslim di Indonesia nilainya hancur ?. Dapatkah mereka mempertangung jawabkannya ?. dapatkah mereka menggunakan permakluman bahwa krisis moneterlah yang bisa disalahkan ?.
Islam tidak membenarkan kita ber-andai-andai, maka saat inilah sebenarnya kesempatan pemimpin-pemimpin di negeri ini baik di Eksekutif, Legislatif maupun Yudikatif untuk membuat kebijakan yang kondusif yang mendorong terlindunginya harta-harta umat dengan baik. Hal ini setidaknya dapat mereka lakukan dengan mendorong penggunaan Dinar dan Dirham atau minimal menghapuskan peraturan yang menjadi hambatan dalam penggunaan Dinar sebagai alat investasi , alat muamalah maupun ibadah (zakat, diyat dlsb) bagi umat Islam di negeri ini.
Setelah kita tahu bahwa selama ini ternyata uang kertas yang kita gunakan sangat tidak bisa diandalkan nilainya karena terus-menerus mengalami penurunan nilai, maka pertanyaan berikutnya adalah siapakah yang seharusnya menjaga nilai kekayaan kita dan kekayaan umat Islam seluruhnya ? tentu tugas tersebut adalah menjadi tugas kita semua umat Islam. Rasulullah SAW melalui dua hadits berikut memberikan semangat agar kita mau dan mampu mempertahankan harta kita bahkan sampai mati sekalipun.
Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW seraya berkata : “wahai Rasulullah, bagimana pendapat engkau jika datang seseorang bermaksud mengambil harta saya ?” Rasulullah SAW menjawab : “jangan kamu berikan”, ia berkata :“ Bagaimana jika ia berusaha membunuhku ?” Rasulullah SAW menjawab :”Kamu mati syahid”. Ia berkata : “bagaimana jika aku membunuhnya ?” Rasulullah SAW menjawab : “ Ia akan masuk ke dalam neraka” (HR. Imam Muslim)
Dari Abdullah bin ‘Amr, ia berkata :” Aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda :” Barang siapa terbunuh karena membela hartanya, maka ia mati syahid” (HR. Bukhari dan Muslim)
Pertanyaan berikutnya adalah terhadap risiko apa harta tersebut harus kita pertahankan ?, tentu terhadap risiko pengambilan harta (bisa juga berarti penurunan nilai harta) secara tidak hak yang dilakukan orang lain terhadap harta kita.
Sebagian besar kita mungkin menganggap bahwa pengambilan harta secara tidak hak oleh orang lain tersebut hanyalah melalui perampokan, pencurian, penjarahan (seperti kejadian Mei 1998) dan sejenisnya. Ini semua betul, tetapi di zaman modern sekarang ini sebenarnya risiko terbesar atas pengambilan harta secara tidak hak bukanlah pada risiko-risiko yang dicontohkan tersebut diatas. Di zaman uang diperdagangkan sebagai komoditi seperti zaman sekarang ini, pencurian, perampokan dan penjarahan yang risikonya jauh lebih tinggi justru dilakukan orang secara terang-terangan dan tidak melanggar ‘hukum tertulis’. Karena tidak melanggar ‘hukum tertulis’ maka pemerintahpun tidak melindungi rakyatnya dari risiko semacam ini. Pencurian, perampokan dan penjarahan yang risikonya terbesar saat ini adalah dilakukan melalui penghancuran nilai tukar harta kita terhadap barang-barang yang kita butuhkan.
Selama ini risiko yang sifatnya fisik seperti pencurian, perampokan dan penjarahan lebih banyak mendapatkan perhatian dari masyarakat. Upaya pencegahannyapun dilakukan di berbagai tingkatan mulai dari anggota masyarakat secara individu, lingkungan masyarakat sampai pemerintah memfasilitasi pengamanan risiko fisik dari warganya. Dalam manajemen risiko, risiko-risiko fisik ini memiliki frequency (peluang) kejadian yang rendah dan severity (nilai kerugian) yang juga rendah secara aggregate nasional meskipun bisa saja severity tinggi untuk risiko individual.
Di lain pihak ada risiko lain yang lebih mengancam secara individu maupun nasional, risiko ini mempunyai freqency sangat tinggi bahkan boleh dibilang berada pada tingkatan pasti terjadi, severity-nyapun sangat tinggi baik secara aggregate nasional maupun secara individu. Risiko ini adalah risiko kehilangan atau penurunan nilai kekayaan individu maupun bangsa ini secara keseluruhan yang diakibatkan oleh penurunan nilai alat ukur atas kekayaan tersebut yaitu uang Rupiah kita.
Pada puncak krisis Indonesia yang ditandai dengan kerusuhan Mei 1998, Industri asuransi Indonesia membayar kerugian rumah dan toko-toko yang terbakar dan dijarah orang di beberapa kota Indonesia konon mencapai nilai keseluruhan sekitar US$ 200 juta. Pada saat itu sesungguhnya kerugian terbesar di derita rakyat Indonesia yang mayoritas muslim dan mayoritas uangnya (atau hartanya) dinilai dalam rupiah. Dalam puncak krisis itu harta kita tinggal 1/6 dari nilai semula – gara gara nilai uang kertas kita terhadap uang kertas lain turun dari US$ 1 = Rp 2400 menjadi US$ 1 = Rp 14,400. Tanpa kita sadari penurunan nilai ini diikuti oleh pengambil alihan beberapa asset negeri ini oleh orang asing (atau juga orang Indonesia yang berbaju asing dan bermata uang asing) yang tentu dengan sangat murah semata-mata karena uang yang mereka pegang tidaklah sama dengan uang kita. Inilah pengambilan harta yang tidak hak itu, dan inilah risiko terbesar yang pasti terjadi selama kita menggunakan uang fiat dan perlu kita melindungi diri darinya.
Kehancuran atau penghancuran nilai kekayaan bangsa ini yang terjadi antara tahun 1997-1998 dapat pula dijelaskan secara visual sebagaimana grafik dibawah ini :
Data : Diolah dari berbagai sumber antara lain Gold Price Organization
Grafik II. 3 : Fluktuasi harga Emas Dalam US Dollar dan Dalam Rupiah
Dari grafik tersebut diatas, kita dapat melihat bahwa ketika secara internasional harga emas harusnya turun (Dalam US$), di Indonesia malah naik secara significant khususnya antara tahun 1997-1998. Secara statistik hal ini bisa dijelaskan dengan koefisien korelasi antara harga emas dalam rupiah dengan harga emas dunia dalam US Dollar. Apabila semuanya berjalan adil seharusnya korelasi ini selalu positif dan mendekati angka + 1 (dari skala -1 sampai +1). Artinya sudah seharusnya apabila harga emas dunia naik dalam US Dollar, maka harga emas dalam rupiah juga naik – demikian pula sebaliknya apabila harga tersebut turun.
Untuk Indonesia bisa kita lihat bahwa angka korelasi tersebut selama tiga puluh tahun dari 1966 -1996 bernilai + 0.77 ; kemudian setelah ekonomi relatif normal sejak 1999-2006 bernilai + 0.99. Artinya kalau tidak ada pihak yang menghancurkan kekayaan kita, maka kita dapat mengikuti perkembangan harga emas dunia.
Sebaliknya pada dasawarsa 10 tahun dari 1991-2000, angka koefisien korelasi tersebut menjadi negatif (-) 0.65. Angka minus ini terjadi karena gejolak yang kita sebut krisis moneter antara tahun 1997-1998. Karena pengaruh angka korelasi yang minus pada dasawarsa 1991-2000 ini maka koefisien korelasi antara harga emas dalam rupiah dengan harga emas dunia dalam US$ selama empat puluh tahun terakhir 1966-2006, memiliki angka yang rendah yaitu hanya positif (+) 0.46.
Dari angka-angka koefisien korelasi tersebut dapat kita tarik kesimpulan sederhana bahwa memang ada ‘keanehan’ terhadap daya beli mata uang Rupiah kita yang secara menyolok terjadi pada tahun 1997-1998. Kalau ekonomi global berjalan secara adil terhadap Indonesia dan tidak ada yang sengaja menghancurkannya, maka sudah seharusnya koefisien korelasi tersebut ber-angka positif dan mendekati angka + 1 sepanjang masa. Tetapi juga janganlah kita buru-buru hanya menyalahkan pihak eksternal, apakah itu spekulator mata uang, Economic Hit Man ataupun permainan pihak tertentu, kita hanya bisa diserang karena kita memang lemah. Sistem uang fiat, fractional reserve banking dan bunga bank yang ribawi yang kita pakai memang pada dasarnya lemah – para spekulan mata uang ataupun pihak lain tinggal memanfaatkan kelemahan tersebut untuk menyerang mata uang tersebut pada waktu yang tepat. Lebih jauh mengenai bagaimana para spekulan mata uang melakukan aksinya, dapat dilihat di Appendix.
Kalau risiko fisik ada yang menjaganya, lantas siapa di negeri ini yang seharusnya menjaga kekayaan rakyat dan bangsa ini dari penghancuran nilai tersebut ?. Idealnya otoritas moneter bangsa ini harus mampu menjaga nilai Rupiah sehingga terjaga kekayaan rakyat dan bangsa ini yang diukur dengan nilai rupiah. Namun jangankan Indonesia yang tergolong lemah dalam moneter, Negara seperkasa Amerika Serikat-pun gagal menjaga nilai US Dollar-nya (terhadap nilai emas, nilai US$ turun tinggal 5.5 % selama 40 tahun, dan turun tinggal sekitar 44% selama 6 tahun terakhir).
Nah kalau negara kita dan juga negara-negara lain yang mengaku perkasa tidak bisa melindungi harta rakyatnya dari penurunan nilai (di Amerika Serikat sampai timbul gerakan penyadaran masyarakat akan ketidak mampuan negaranya menjaga nilai ini yang dilakukan oleh FAME – Foundation of Advance Monetary Education ), bagaimana kita secara individu atau bersama masyarakat bisa melindungi harta kita dari penurunan nilai ?.
Jawabannya adalah pada kemauan atau niat. Negara bukan tidak mampu menjaga nilai kekayaan atau harta rakyatnya dari risiko penurunan nilai, tetap dengan alasan tertentu negara memang tidak mau atau tidak mempunyai niat untuk melakukannya.
Solusi untuk menjaga nilai harta kita dari penghancuran nilai sebenarnya ada di mata uang dan sistem moneter, sejauh kita masih menggunakan mata uang yang tidak memiliki nilai intrinsik, mata uang yang terus tergerus nilai daya belinya, maka penjagaan nilai harta kita dengan mata uang tersebut tidak dapat dilakukan. Kekayaan kita yang dinilai dalam uang rupiah juga akan terus terancam selama negeri ini menggunakan fractional reserve banking, dimana segelintir warga negeri ini yang mengendalikan perbankan dapat menciptakan uang bank, dan uang bank ini dipakai untuk menguasai sumber-sumber ekonomi negeri ini. Atau melalui cara lain, uang bank yang terus menggelembung melalui proses money creation akan otomatis menurunkan daya beli uang rupiah itu sendiri, bagi sebagian terbesar dari masyarakat yang jumlah uangnya atau penghasilannya tetap penurunan daya beli uang juga berarti pemiskinan yang sistematis.
Sebaliknya apabila kita gunakan mata uang yang adil, yang memiliki daya beli stabil sepanjang zaman yaitu Dinar dan Dirham (Lihat di sub bab sebelumnya dalam Bab ’Hakim’ yang Adil...), maka secara otomatis harta kita tersebut akan terlindungi dari risiko penghancuran nilai. Apabila proses money creation dan riba ditinggalkan, maka kekayaan akan menyebar secara adil karena penghasilan harus dihasilkan oleh suatu proses kerja atau kegiatan produksi, uang tidak menghasilkan uang tetapi kerja atau produksilah yang menghasilkan uang.
Kalau menjaga harta dari risiko fisik saja yang bisa terjadi bisa juga tidak (frequency kejadian rendah) dan kalau toh terjadi risikonya tidak besar secara nasional (severity rendah) – kita dijanjikan pahala syahid oleh hadits tersebut diatas, tentu menjaga harta kita dan harta umat dari penghancuran nilai (freqency tinggi dan severity tinggi) – insyaallah akan mendapatkan pahala yang minimal sama dari Allah SWT yang ditanganNya kita menyerahkan hidup mati kita.
Dengan besarnya pahala yang dijanjikan oleh Allah untuk perjuangan menegakkan keadilan terhadap harta kita dan harta umat melalui kampanye penggunaan Dinar dan Dirham, juga jangan sampai kita menjadi hamba Dinar dan Dirham yang disebutkan dalam hadits “ Celakalah hamba Dinar dan hamba Dirham” (HR. Bukhari).
Maksud hadits tersebut tentu bukan untuk orang-orang yang memperjuangkan penggunaan Dinar dan Dirham di negeri ini sebagai alat untuk bermuamalah karena penggunaan uang kertas yang ada terutama untuk transaksi jangka panjang jelas tidak bisa memberikan keadilan. Yang dimaksudkan hamba Dinar dan hamba Dirham dalam hadits tersebut adalah orang-orang yang mempertuhankan hartanya. baik harta tersebut berupa uang Rupiah, US Dollar ataupun harta lainnya – semoga kita bukanlah termasuk yang demikian ini.
Langganan:
Postingan (Atom)