Sebenarnya kebenaran mata uang Dinar dan Dirham tidak perlu dijelaskan dengan Teori Moneter yang sifat kebenarannya relatif dan penuh kelemahan, namun kami berfikir bahwa diantara pembaca ada yang belajar masalah ini dari masa pendidikan mereka di perguruan tinggi- perguruan tinggi di dalam dan luar negeri yang menganut berbagai Teori Moneter tersebut. Mereka-mereka ini banyak yang sekarang memegang posisi penting di pemerintahan, lembaga keuangan, perbankan dan lain sebagainya. Maka bab ini kami tulis untuk mereka, dalam upaya berkomunikasi dengan bahasa dan teori mereka agar mereka juga mendapatkan pemahaman yang lurus mengenai konsep Dinar dan Dirham khususnya dan konsep ekonomi Islam pada umumnya.
Aplikasi Teori Kwantitas Pada Uang Kertas
Berbeda dengan faktor produksi lainnya, kecukupan atau ketidak cukupan faktor produksi berupa uang dalam ekonomi berbasis uang kertas dan bunga bank bukanlah ditentukan oleh hal yang sifatnya dari alam, melainkan lebih disebabkan oleh struktur institusional dari sektor lembaga keuangan dari sistem ekonomi di suatu negara. Karena inilah uang mudah diciptakan, namun juga mudah hancur nilainya .
Para ahli moneter abad ini menjelaskan hubungan antara jumlah uang beredar dengan Produk Nasional Bruto atau Gross National Products (GNP) menggunakan rumus persamaan pertukaran atau equation of exchange sebagai berikut :
M x V = P x Q
M = Jumlah uang beredar dalam satuan waktu tertentu, misal 1 tahun
V = Kecepatan perputaran uang rata rata atau berapa kali rata-rata setiap uang berpindah tangan dalam satu tahun
P x Q = Nilai uang pembelanjaan di suatu wilayah negara
P = Tingkat harga yang berlaku di suatu Negara pada tahun tersebut
Q = Tingkat output riil dari parang dan jasa
Meskipun disadari bahwa rumus tersebut diatas tidak sempurna, namun aplikasi rumus ini kami sederhanakan agar dapat digunakan untuk menjelaskan masalah moneter dan perekonomian yang komplek dengan cara yang lebih mudah dipahami oleh masyarakat awam sekalipun. Dengan aplikasi yang sederhana dari rumus ini pula tidak harus diperlukan pengamat ekonomi dengan gelar berderet untuk bisa menjelaskan apa yang sedang kita hadapi, bahkan orang kebanyakan yang mengerti arti sebuah persamaan matematis sederhana akan dapat memahami fenomena ekonomi yang sedang akan kita jelaskan ini.
Dalam satu persamaan linier M x V = P x Q, apabila sisi kiri naik maka otomatis sisi kanan naik. Misalnya negeri ini mencetak uang kertas terus menerus, maka M akan naik. Hal ini tidak harus berdampak negatif apabila uang tersebut dipakai untuk membiayai sektor riil sehingga Q (output) naik. Kenaikan uang yang diikuti kenaikan output akan membuat harga relatif tetap artinya masyarakat bisa membeli kebutuhannya dengan harga yang tidak naik. Namun apabila uang yang dicetak tersebut hanya berputar di sektor finansial, menjadi tabungan, pinjaman antar lembaga keuangan, sertifikat bank sentral dan sejenisnya dan tidak dipakai untuk membiayai sector riil, maka Q tetap dan sebaliknya P atau harga-harga akan naik. Dalam skenario kedua ini pencetakan uang yang dilakukan terus menerus tidak menimbulkan kemakmuran bagi rakyat kebanyakan, malah menyengsarakan karena harga-harga terus menaik (disebut inflasi) sementara penghasilan belum tentu naik. Penghasilan rata-rata penduduk kemungkinan besar tidak naik karena tidak bertambahnya sector riil yang memproduksi sesuatu - artinya tidak ada tambahan kegiatan ekonomi yang menciptakan lapangan kerja atau menumbuhkan kesempatan bekerja atau berkarya.
Dalam ekonomi yang bersifat ribawi dimana bunga bank dianggap ‘halal’; maka ada kecenderungan masyarakat atau institusi yang memegang uang untuk memilih menaruh uangnya di bank dalam bentuk tabungan, deposito dlsb. Dan setiap kali akan menggunakan uangnya untuk menggerakkan sektor riil akan selalu dibandingkan dengan bunga yang bisa diperoleh apabila uangnya disimpan di bank. Semakin suram prediksi ekonomi, semakin takut orang berinvestasi di sektor riil dan semakin banyak yang menaruh uangnya di bank saja karena dianggap aman. Dari pihak bank juga akan terdorong untuk menambah jumlah uang yang beredar dengan dengan pinjaman, tetapi uang ini mutar balik ke bank karena tertarik oleh bunga atau interest – artinya pinjaman tersebut tidak menggerakkan sektor produksi. Apabila ini terjadi maka akan terjadi spiral penghancuran sector riil yang diitandai dengan membubung tingginya harga-harga dan membengkaknya simpanan di bank yang tidak bisa disalurkan.
Sejauh dalam sistem ekonomi dimungkinkan uang menghasilkan uang, maka akan ada tendensi salah satu pelaku ekonomi menghindar dari perannya untuk berproduksi dan memilih bermain di pasar uang dan investasi di sektor keuangan – bukan sektor riil. Apabila hal ini dilakukan oleh banyak pelaku pada kurun waktu tertentu maka disinilah kehancuran ekonomi itu terjadi. Proses terjadinya penghancuran ekonomi dari dalam atau atau self destructing economics dapat digambarkan seperti di illustrasi berikut.
Gambar V.1. : Self Destructing Economics dari Sistem Ribawi
Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.
Aplikasi ’Teori Kwantitas’ Pada Dinar dan Dirham
Teori bisa sama tetapi apabila diterapkan dalam lingkungan yang berbeda dan system yang berbeda hasilnya bisa bertolak belakang 180 derajat. Mari kita gunakan teori yang sama M x V = P x Q untuk menjelaskan sistem ekonomi yang berbasis Dinar dan Dirham dan dimana bunga bank dianggap haram (dan memang haram !). Teori ini kami sebut ’Teori Kwantitas’ (dibaca teori kwantitas dalam tanda petik), karena teori kwantitas yang asli tidak pernah dimaksudkan untuk diaplikasikan pada Dinar dan Dirham.
M relatif tidak naik karena Dinar atau Dirham tidak seperti uang kertas yang bisa dicetak kapan saja. Untuk mencetak Dinar diperlukan emas asli yang tentu jumlahnya tidak banyak. Diperkirakan hanya ada sekitar 150 ribu ton emas diseluruh dunia saat ini dan setiap tahunnya diperkirakan hanya nambah sekitar 1.5% dari penambangan emas di seluruh dunia. Perak memang jumlahnya tentu lebih besar dari emas, namun juga terbatas.
Dengan scenario Allah yang telah membuat emas dan perak yang jumlahnya terbatas dan tersebar relatif merata di seluruh dunia – bahkan Amerika Serikat pun yang menganggap dirinya negara adikuasa hanya menguasai sekitar 8,000 ton emas saja atau 5.3 % dari emas dunia – maka seharusnya kemakmuran-pun merata.
Dengan tidak naiknya M, sementara Q atau output harus naik secara gradual sejalan dengan pertumbuhan penduduk dunia dan P relatif tetap (harga barang-banrang apabila dibeli dengan emas akan cenderung tetap dalam jangka panjang), maka harus ada yang bergerak mengimbangi gerakan Q atau output. Tinggal satu faktor yang belum bergerak yaitu V, disinilah rahasianya ekonomi Islam mengapa Islam sangat mendorong perputaran uang yang cepat dari satu tangan ke tangan lainnya. Lebih jauh lagi perputaran ini harus luas tidak hanya berputar di golongan tertentu saja sesuai Ayat Al-Quran 59:7 “….agar harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya diantara kamu…”.
Segala kebutuhan manusia, termasuk jumlah emas di seluruh dunia untuk memenuhi kebutuhan mata uang penduduknya, ternyata juga sudah diatur sedemikian rupa sesuai scenario Allah SWT sehingga akan selalu mencukupi. Diungkapkan oleh Allah dalam Al-Qur’an QS 54: 49 “ Sesungguhnya, Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran”. Hal ini juga bisa dibuktikan dari satitistik jumlah penduduk dunia dibandingkan dengan jumlah emas yang tersedia sebagaimana ditunjukkan di grafik berikut :
Sumber : Gold Sheet Mining Directory
Grafik V. 1 : Trend Jumlah Penduduk Dunia dan Kumulatif Produksi Emas Dunia
Cepatnya perputaran uang ini dalam ekonomi Islam ini juga digambarkan dalam suatu Hadits dimana Rasulullah SAW suatu pagi selesai sholat subuh buru-buru pulang kemudian balik lagi ke Masjid untuk melanjutkan dzikir dan doa’nya. Ketika sahabat ada yang bertanya, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa ia tadi buru-buru karena ingat ada uang tiga Dirham yang belum disedekahkan.
Pada hadits lain dari Abu Huraira : Rasulullah SAW bersabda , “ Jika saya memiliki emas sebesar gunung Uhud, saya tidak akan suka kecuali setelah tiga hari tidak tersisa satu Dinar pun yang ada pada ku apabila ada orang lain yang berhak menerimanya dariku, kecuali sejumlah yang akan aku pakai untuk membayar utangku”. (HR. Bukhari)
Dua contoh diatas menggambarkan seberapa cepat uang seyogyanya berputar diantara kaum muslimin. Apabila uang tersebut uang kecil putaran ini ukurannya satu hari, apabila uang besar atau kekayaan yang banyak maka putarannya tiga hari. Artinya uang bagi kaum muslimin hendaklah terus bergerak, baik itu untuk konsumsi, di sedekahkan/diinfakkan ataupun diinvestasikan untuk kegiatan produktif.
Menyimpan uang Dinar dan Dirham tidak termasuk yang dianjurkan, penyimpanan Dinar dan Dirham akan terkena ‘penalty’ berupa zakat apabila Dinar dan Dirham tersebut telah melebihi nisabnya dan disimpan dalam waktu satu tahun. Oleh karena itu bagi yang mendapat amanah untuk mengelola harta anak yatim-pun, juga sangat dianjurkan untuk memutarnya secara hati-hati untuk kegiatan produktif karena apabila tidak maka harta tersebut bisa tergerus kena zakat dari tahun ke tahun .
Berbeda dengan ekonomi konvensional, dimana orang yang menabung mendapat hadiah berupa bunga bank, di Islam ini diharamkan. Uang harus dikembalikan ke fungsi aslinya yaitu sebagai alat tukar, uang tidak boleh menhasilkan uang, tetapi produksi-lah yang menghasilkan uang. Apabila hal ini diikuti maka akan terjaga kestabilan ekonomi. Hal ini bisa juga kita demonstrasikan menggunakan rumus persamaan pertukaran M x V = P x Q dengan penjelasannya sebagai berikut :
Apabila ada kekawatiran ekonomi akan memburuk kedepan, maka orang tidak terdorong untuk berinvestasi, karena menabung bukanlah pilihan(tidak ada insentif bunga dan malah terkena zakat), maka pilihannya tinggal di konsumsi atau disedekahkan. Pilihan untuk konsumsi atau sedekah ini akan menaikkan apa yang disebut aggregate demand terhadap produk barang dan jasa. Aggregate demand atau permintaan keseluruhan brang dan jasa yang naik akan mendorong produksi dan tentu akan menarik kembali pemilik dana untuk berinvestasi dan ekonomi akan membaik kembali sebelum sempat menjadi buruk. Putaran stabilitas ekonomi ini disebut self balancing economics yang dapat diilustrasikan seperti gambar dibawah ini.
Gambar V. 2. : Self Balanching Economics Dalam Sistem konomi Bebas Riba di Islam
Nampaknya sunatullah kestabilan ekonomi mengikuti sunatullah kestabilan alam semesta seperti beredarnya bulan pada bumi, dan beredarnya bumi pada matahari dan suterusnya. Nampaknya ini pula hikmahnya mengapa kita diminta memutari Ka’bah atau tawaf setiap kali kita ke baitullah, agar sebagai khalifah di muka bumi kita bisa menjaga kestabilan, kelestarian dan kemakmuran pendghuninya antara lain dengan harta yang berputar cepat ini.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar